Mohon tunggu...
Zaldi Euli
Zaldi Euli Mohon Tunggu... -

warga negara yang gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bom Waktu UU Nasionalisasi

31 Mei 2018   09:01 Diperbarui: 31 Mei 2018   09:11 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasionalisasi itu seharusnya menjamin hak kepemilikan individu atau lembaga terhadap sesuatu yang diperolehnya secara sah dari negara. Soal ini jelas adalah Indonesia melalui pemerintahnya.

Makna nasionalisasi itu mendalam. Ada unsur kebangsaan dan kemanfaatan untuk masyarakatnya. Ketika suatu aset milik asing yang pernah bercokol di Indonesia kemudian diambilalih negara lalu diserahkan ke publik (masyarakat).

Nasionalisasi itu tentang nasionalisme. Mencintai bangsa dan asetnya.

Indonesia telah lama menerapkan asas nasionaliasi. Saat Indonesia lepas dari penjajahan dan dominasi bangsa asing di bumi pertiwi. Tujuannya agar Indonesia kaya dengan sejarahnya. Memiliki kedaulatan.

Segala aset milik yang masih "beraroma" asing diambilalih. Tegas dan serius diatur dalam UU Nomor 86/1986 tentang Nasionalisasi Perusahan-Perusahaan Milik Belanda (UU Nasionalisasi).

Amat banyak jadi contoh kekayaan aset nasionalisasi di Tanah Air. Sebut saja beberapa; Istana Pamularsih (Istana Oei Tiong Hoam) di Semarang, Jawa Tengah, Gedung Chartered Bank India, Australia dan Cina di Kota Tua, Jakarta dan SMAK Dago, di Bandung, Jawa Barat.

Seharusnya (sekali lagi): idealnya aset nasionalisasi memberikan rasa bangga terhadap kedaulatan bangsa dan rasa nyaman dari gangguan pemilik sebelumnya sebab telah diambilalih negara.

Sayangnya: masih ada pihak-pihak yang merasa "bentuk ideal" itu tak terwujud. Terganggu akibat adanya oknum yang kerap mengaku masih pemilik sah alias ahli waris. Ada anggapan lemahnya pasal 1 UU Nomor 86/1958 tentang Nasionalisasi pada kata "bebas".

Bebas diterjemahkan hanya menjadi terbatas soal kepemilikan. Dianggap lemah kepastian hukum sehingga masih ada yang mencoba ingin kembali merampas aset nasionalisasi dengan alasan pemilik sah. Contohnya: SMAK Dago.

Belum ada jaminan kenyamanan. Bebas dan nyaman dari gangguan bersifat hukum oleh pihak pelaku kriminal.

Layak dipertimbangkan kembali hakikat pasal 1 UU Nomor 86/1958 tentang Nasionalisasi jika tak ingin aset-aset asing "dirampas" oleh oknum mafia kelas kakap di negeri ini.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun