Uji materiil frasa "bebas" dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda (UU Nasionalisasi) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (23/4). Agenda sidang perkara Nomor 27/PUU-XVI/2018, yakni mendengar perbaikan Permohonan.
Kuasa Hukum Pemohon Salman Darwis menjelaskan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran panel hakim dalam sidang sebelumnya. Pemohon pun menambahkan jumlah Pemohon, yakni Lili Junaidi yang merupakan bendahara Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (Yayasan BPSMK-JB).
Selain itu, Pemohon juga mempertajam dalil permohonan dengan menambahkan teori tentang nasionalisasi asset. "Kami menambahkan uraian tentang peraturan teori nasionalisasi di Meksiko dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu, Â frasa bebas seharusnya tidak dimaknai sebatas penguasaan negara tetapi juga bebas dari gugatan dan tuntutan hukum," jelasnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Arief Hidayat.
Sebelumnya Pengurus Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (Yayasan BPSMK-JB) mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda (UU Nasionalisasi). Permohonan yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 27/PUU-XVI/2018 tersebut menguji Pasal 1 UU Nasionalisasi terkait nasionalisasi perusahan-perusahaan milik Belanda.Â
Menurut Pemohon, Pasal 1 UU Nasionalisasi merugikan hak konstitusional Pemohon. Pemohon merupakan pemilik sah lahan atau aset milik Het Cristhelijk Lyceum (HCL) yang terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 93, Bandung.Â
Akan tetapi, sejak 1991 hingga 2018, Pemohon menghadapi gugatan hukum dari Perkumpulan Lyceum Kristen yang mengklaim sebagai pemilik aset HCL yang telah dinasionalisasi oleh pemerintah. Padahal Kementerian Keuangan telah melepaskan penguasaan negara atas aset milik asing tanah tersebut kepada Yayasan BPSMK-JB pada 19 Desember 2003.
Akan tetapi, keberadaan Pasal 1 UU Nasionalisasi menyebabkan yayasan Pemohon kerap mengalami gugatan hukum. Keberadaan Pasal 1 UU Nasionalisasi tidak memberikan kepastian hukum atas aset bekas HCL yang telah dinasionalisasi dan pengusaannya beralih dari negara kepada Pemohon.Â
Untuk itulah, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Frasa "Bebas" dalam ketentuan Pasal 1 UU Nasionalisasi tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional) bila tidak dimaknai; "Bebas dari segala tuntutan atau gugatan hukum".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H