Mohon tunggu...
Tjut Zakiyah Anshari
Tjut Zakiyah Anshari Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB, domisili Tulungagung.

https://linktr.ee/tjutzakiyah Ibu rumah tangga, penulis, dan narablog di zakyzahra-tuga.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Koneksi Terbaik untuk Gerakan Literasi Tanpa Batas

6 Juli 2022   04:28 Diperbarui: 6 Juli 2022   04:34 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kalian tidak pernah keluar rumah, tidak akan mungkin bisa menulis. Apa yang akan kalian tuliskan? Begitu kata senior jurnalis di sesi Pelatihan Jurnalisme Warga sekitar sepuluh tahun lalu.

Benar juga, sebagai pengabar berita, ya kita harus mengabarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar rumah kita. Peristiwa yang harus memenuhi syarat minimal 5W 1H. Selama tiga tahun, ada program untuk meningkatkan partisipasi warga sebagai jurnalis warga. Saat itu, citizen jurnalist tidak diakui sebagai profesi. Jurnalistik memang profesi di dunia kepenulisan, tapi tidak dengan jurnalis warga (selanjutnya saya singkat dengan JW). Memang, bagaimana saat ini?

Kalau merunut pada pengertian KBBI, sebuah profesi harus dilandasi pendidikan keahlian bidang tersebut, termasuk jurnalistik. Faktanya, ketrampilan jurnalistik bisa dikuasai tanpa harus melalui pendidikan formal. Karena itulah, di era digital, dengan internet terbaik, perkembangan JW makin pesat, meskipun para JW tidak secara terbuka menyebut dirinya JW. JW bisa merilis beritanya melalui media digital mainstream yang memberinya ruang khusus bagi JW, atau mereka mengunggahnya di web atau blog milik komunitas atau pribadi.

Silakan baca: Menulis dan Sang Pewarta Warga

Sepuluh tahun setelah saya mendengar ungkapan senior tersebut, dunia kepenulisan makin menunjukkan pamornya dengan beragam profesi kepenulisan yang cukup menjanjikan, tidak hanya sebagai aktualisasi diri, kebebasan berekspresi, namun juga ladang menuai cuan. Tidak hanya penulis fiksi, namun juga non-fiksi, seperti copywriter, content writer, script writer, dan lainnya. Terlebih didukung internetnya Indonesia, Telkom Indonesia, profesi menulis makin diminati generasi milenial.

Beberapa tahun sebelum saya menjadi bagian dari Komunitas JW Tulungagung, saya sudah menekuni sebagai narablog di blog pribadi, dan pada tahun 2013 bergabunglah saya menjadi bagian dari Kompasianer, meskipun hiatus beberapa tahun belakangan ini.

Sebagai narablog, keluar rumah bukanlah syarat mutlak. Karena ide pun bisa digali melalui internet. Ini terbukti saat pandemi, beragam profesi berbasis menulis malah kian menanjak. Kompetisi-kompetisi kepenulisan juga berseluncuran dari penerbit, komunitas, lembaga pemerintah atau swasta, maupun industri-industri. Para penulis malah kian bergairah, dan makin merasakan manfaat internet yang membuat kami bisa menulis tanpa batas sebagai aktivitas dan profesi. Selain jurnalis dan jurnalis warga, beragam profesi menulis dimanjakan dengan internet terbaik ini.

Silakan baca: Internet Dukung Literasi Lokal Untuk Nasional

Tidak cukup di sini. Ketika pandemi, sebagai pengampu sebuah lembaga literasi, Sanggar Kepenulisan Pena Ananda Club, bersama dengan para relawan mengonversikan kegiatan-kegiatan luring ke ranah daring.

 Semula hampir semua relawan meragukan kegiatan daring dapat semenarik luring. Namun, mereka sendiri yang akhirnya membuktikan, dengan daring dan didukung jaringan internet IndiHome, kami bisa mewujudkan Festival Bonorowo Menulis III yang diselenggarakan tahun 2020 lalu. 

Sederetan webinar dan lomba kami selenggarakan secara daring dengan partisipan berasal dari seluruh pelosok Indonesia. Meski ada beberapa tantangan, secara umum kami sangat puas, dengan internet terbaik kami membuktikan dapat merealisasikan rencana yang hampir dibatalkan.

Tidak berhenti di sini, sebagai relawan literasi (saya lebih cocok dengan istilah ini untuk menyebutkan profesi diri), di bawah naungan sanggar, kami dapat membuka kelas-kelas, kampanye literasi, dan secara pribadi mengerjakan proyek-proyek penulisan dengan komunikasi dan koordinasi secara daring. 

Di satu waktu saya berperan sebagai mentor, dan di waktu lain saya adalah partisipan di beberapa workshop daring. Ibarat teko, harus diisi ketika isinya hampir habis. Jangan sampai kosong. Tidak terbayang, aktivitas tanpa batas ini justru bisa saya jalani di masa pandemi, di mana diberlakukan kebijakan stay at home dan semua pekerjaan dituntaskan dari rumah. [***]

Silakan baca: Belajar Tanpa Batas Bersama IndiHome Broadband

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun