Mohon tunggu...
Tjut Zakiyah Anshari
Tjut Zakiyah Anshari Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB, domisili Tulungagung.

https://linktr.ee/tjutzakiyah Ibu rumah tangga, penulis, dan narablog di zakyzahra-tuga.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Pojok Baca di Kelas Ibu

30 Desember 2015   23:24 Diperbarui: 31 Desember 2015   00:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti kita sudah tahu keberadaan KELAS IBU yang diperuntukkan bagi ibu hamil dan ibu dengan balita, sebagai program wajib pemerintah, khususnya bidang Kesehatan Ibu dan Anak di setiap desa dan kelurahan. Ini adalah refleksi akhir tahun saya, sekaligus pemikiran sederhana bagaimana menjadikan KELAS IBU benar-benar sekolah nonformal-informal bagi para ibu untuk ibu sehat, keluarga sehat, masyarakat sehat, dan Indonesia sehat.

Membaca Bumil Dengan Bumil Membaca

Lebih dari setahun, saya dan Siwi Sang menjadi bagian dari Forum Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FPKIA) Kabupaten Tulungagung, sebagai jurnalis warga. Tugas dan peran saya bersama dengan tim media adalah untuk menginformasikan ke publik tentang keberadaan dan gerakan yang dijalankan FPKIA sebagai bagian penguatan peran masyarakat dalam Kesehatan Ibu dan Anak.

Data yang dirilis Dinas Kesehatan Tulungagung masih menunjukkan jumlah kematian bayi dan ibu melahirkan yang tinggi. Ini cukup memrihatinkan, karena 1 kematian ibu melahirkan dan 1 kematian bayi adalah tragedi. Keselamatan dan kesehatan bayi lahir dan ibu bersalin tidak saja menjadi salah satu indikator pembangunan manusia, tapi juga keberlangsungan sebuah generasi manusia, tidak hanya secara fisik, namun juga peradaban.

Itu tampak dalam sebuah laporan nasional yang menunjukkan korelasi kuat antara status kesehatan perempuan dengan tingkat pendidikan perempuan (lihat gambar). Sedangkan sampai saat ini, pendidikan kesehatan bagi perempuan pun, belum (atau tidak akan pernah) menjadi bagian khusus dalam kurikulum pendidikan formal yang ada di Indonesia, yang wajib diperkenalkan sejak usia dini. 

Slide 14 dari paparan KEBIJAKAN NASIONAL PERCEPATAN PENURUNAN KEMATIAN IBU DAN BAYI yang disampaikan dalam Sarasehan Peningkatan Pelayanan Publik Bidang Kesehatan, Selasa (29/12).

 

Mengacu pada data sensus penduduk BPS tahun 2010 lengkap dengan proyeksinya, perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia yang menunjukkan keberimbangan ditunjukkan oleh piramida sebagaimana berikut:

Sumber: http://www.kompasiana.com/jokoade/bonus-demografi-prestasi-emas-bkkbn_54f422c5745513972b6c879b

Saya akan berhenti di data ini dan tak melanjutkan lebih spesifik pada perempuan hamil, meskipun topik yang akan saya tuliskan sangat berkaitan erat dengan kelompok ini. Mengapa? Karena seperti diawal sudah saya singgung, pendidikan bagi perempuan, termasuk mempersiapkan diri jelang dan selama kehamilan, serta masa persalinan dan pasca persalinan, adalah rangkaian panjang dari pendidikan reproduksi yang wajib mereka terima sejak usia dini.

Ketika dalam kurikulum formal, bahkan ekstra kurikuler dalam sistem pendidikan formal tidak memberikan ruang pengetahuan bagi perempuan, maka tanggung jawab ini beralih ke pihak penyelenggara pendidikan informal (keluarga) dan nonformal (masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah non pendidikan dan lembaga swasta). Saya juga tidak akan menuliskan panjang lebar perihal ini. Fokus saya kali ini adalah pada KELAS IBU, sebuah sistem pendidikan nonformal yang diperuntukkan bagi Ibu Hamil dan Ibu (dengan) Balita yang wajib ada di setiap desa, bahkan wajib pula mendapatkan dukungan APBDesa untuk pengelolaannya.

Tujuan penting Kelas Ibu adalah untuk menekan jumlah kematian bayi, ibu melahirkan, dan balita. Kunci penting sebuah generasi terletak pada ibu yang sehat, serta bayi dan anak-anak balita, masa-masa usia emas yang akan menentukan kualitas tumbuh kembang di usia selanjutnya. Kelas Ibu sesungguhnya juga merupakan sarana penting untuk menaikkan pengetahuan (jika disebutkan rendahnya pendidikan sebagai salah satu sebab rendahnya derajat kesehatan perempuan) dan pehaman perempuan tentang kesehatan diri, anak, yang akan merembet pada keluarga.

Maka, menurut saya, menjadi sangat miskin jika Kelas Ibu hanya dilaksanakan tiap tri mester, atau hanya 4 kali dalam setahun. Kemajuan pengetahuan dan kesadaran seperti apa yang dapat diharapkan pada ibu hamil dan menyusui, serta ibu dengan balita, jika dalam setahun hanya bertemu formal 4 kali tanpa ada ruang lebih untuk melakukan pendidikan?

Apalagi ditambah realita belum berfungsinya secara maksimal ruang pembelajaran Posyandu yang saat ini telah terpadu dengan PAUD. Buktinya, ketika rapat-rapat koordinasi hingga tingkat kabupaten, persoalan yang lebih sering dimunculkan dan dituntut pemenuhannya terbatas pada sarana dan prasarana semata. Meski tidak dapat dipungkiri, sarana prasana juga menentukan keobyektifan data yang akan dicatat dalam Buku KIA dan atau Kartu Menuju Sehat. Belum terdengar wacana sukses pengalaman-pengalaman pendidikan bagi ibu hamil yang memiliki benang merah kuat terhadap kesehatan ibu dan anak, hingga berdampak besar pada penurunan AKB dan AKI.

Maka menjadi sebuah prestasi, setidaknya menurut saya, ketika ada sebuah Kelas Ibu yang dilangsungkan secara mandiri, sebagaimana yang dipaparkan Kepala Puskesmas Campurdarat dalam Sarasehan Peningkatan Pelayanan Publik Bidang Kesehatan, Selasa, 29/12. Kelas Ibu di Desa Sawo Kecamatan Campurdarat ini dibuka setiap hari Sabtu selama setahun penuh.

Sesi-sesi tatap muka yang diisi dengan pendekatan ceramah, diskusi, nonton video, senam, latihan sajian menu sehat untuk balita yang hanya memakan waktu 2-4 jam memang dirasa telah cukup menjadi bekal seminggu bagi para ibu untuk memraktekkannya di rumah dan lingkungannya. Namun, satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah penguatan dan wacana yang terus ditambahkan selama diluar sesi tatap muka. Dengan cara apa?

Membaca...

Sangat banyak sekali bahan-bahan bacaan yang sangat membantu para ibu dan calon ibu untuk menyiapkan diri baik secara mental dan fisik untuk kehamilan, persalinan, dan pengasuhan balita. Ketersediaan bahan-bahan bacaan itu, baik buku, majalah, bahkan video-video, menjadi sangat penting.

Pasti akan banyak muncul keberatan dan alasan sebagaimana yang beberapa kali saya dengar. Jangankan membaca buku dan majalah, membaca buku KIA yang hanya beberapa lembar saja jarang dilakukan bumil. Belum lagi keterbatasan tenaga pengelola dan bagaimana membangun sistem pengelolaan sudut / pojok baca Kelas Ibu ini. Bagaimana menempatkan tantangan ini dengan segala alternatif solusinya, akan saya tuliskan pada kesempatan berikutnya.

Pada prinsipnya, peningkatan pendidikan bagi perempuan dan ibu, dapat dilakukan secara informal dan nonformal, dan harus berkelanjutan. Karena kesehatan perempuan dan ibu, adalah juga suatu kebutuhan sepanjang hayat. Menjadi penting, bagaimana menumbuhkan kebutuhan para perempuan dan ibu terhadap wacana, informasi dan pengetahuan yang sebenarnya, disadari atau tidak disadari, diungkapkan ataupun tidak, sangat dibutuhkannya.

 

Selamat malam dan salam literasi...Salam sehat, salam bahagia.... 

#PenaAnandaClub #Bangoan, Rabu, 30/12/2015; 20:32

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun