Semula, saya tak mau ambil pusing dengan hal-hal sepele yang saya terima. Misal uang kembalian yang tak genap karena tak ada jumlah rupiah untuk menggenapkan (kurang Rp.80, misal), atau digantikan dengan permen yang kalau beli eceran tak senilai rupiah yang seharusnya kita terima, uang parkir yang tanpa standart, atau tiket-tiket yang nilainya juga dibawah rupiah yang kita serahkan pada petugas. Karena kalau saya mengomentari, misalnya dalam sebuah status, pasti ada yang komentar,"anggap saja itu shadaqah, Bunda".
Â
Tepatkah shadaqah dengan cara seperti itu? Atau tanpa sadar kita justru mendorong legalisasi korupsi terselubung?
Â
Tanpa harus saya sebutkan dimana pengalaman ini saya dapatkan, coba temukan kesamaan dan perbedaan pengalaman ini dengan teman-teman.
Â
Di tempat wisata yang dikelola Pemda setempat (terlihat dari seragam yang digunakan), kami diharuskan membayar sejumlah pengunjung. Jumlah personal kami 16 dan hanya membayar untuk 13 pengunjung (2 anak-anak dan 1 sopir tidak dihitung), berarti Rp.130.000 ditambah tiket parkir Rp.5.000 jadi total Rp.135.000. Teman saya menyerahkan uang Rp.200.000, yang berarti uang kembaliannya Rp.65.000. Karena tidak ada uang Rp.5.000, kepada teman saya diserahkanlah uang sebesar Rp.70.000. Sementara tiket diserahkan ke saya yang duduk di bangku depan. Mobil yang kami tumpangi melaju meninggalkan lokasi petugas tiket. Tanpa maksud serius, saya menghitung tiket yang diletakkan di atas daskboard tadi. Jumlahnya 10 lembar.
Â
Lho... ternyata tiket kurang 3 lembar...!!!
Tapi mobil sudah berada dalam jalur parkir yang sedemikian padat, tidak mungkin kami kembali hanya untuk meluruskan hal ini. Kami sepakat, saat pulang, kami akan ke tempat petugas tiket itu untuk klarifikasi.
Â