Tudingan ilegalitas terhadap pupuk Avatara yang diproduksi PT Nividia Pratama terus mendapat sorotan dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri setempat. Kasus ini berpusat pada klaim bahwa pupuk tersebut tidak memiliki izin edar resmi, sebagaimana disebutkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, kuasa hukum terdakwa, Ahmad Effendy Noor, menegaskan bahwa tuduhan ini tidak sepenuhnya berdasar dan perlu dilihat secara proporsional.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari distribusi pupuk Avatara, yang oleh JPU dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. JPU menyebutkan bahwa berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, nomor pendaftaran pupuk Avatara dinyatakan tidak terdaftar secara resmi. Oleh sebab itu, produk tersebut dianggap tidak layak beredar di pasar.Â
Ahmad Effendy Noor, dalam kapasitasnya sebagai direktur perusahaan, dituduh melanggar beberapa pasal hukum, termasuk Pasal 122 Jo. Pasal 73 UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan serta Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen. Ancaman hukuman bagi terdakwa mencakup pidana hingga enam tahun.Â
Bantahan Kuasa Hukum
Kuasa hukum PT Nividia Pratama mengungkapkan bahwa pupuk Avatara telah melewati uji laboratorium yang membuktikan kandungan nutrisinya sesuai dengan standar mutu. Terkait izin edar, mereka mengklaim bahwa administrasi perizinan tengah dalam proses pembaruan saat distribusi dilakukan. Mereka juga menegaskan bahwa dakwaan tersebut seharusnya mempertimbangkan niat baik perusahaan dalam menyediakan solusi pupuk organik yang ramah lingkungan.Â
Selain itu, pihak kuasa hukum meminta pengadilan untuk memeriksa lebih dalam tentang legalitas surat dari Kementerian Pertanian yang digunakan JPU. Menurut mereka, surat tersebut bersifat administratif dan bukan bukti final yang dapat mendiskreditkan kualitas produk7.
Fakta Persidangan
Selama persidangan, bukti transaksi seperti surat jalan dan pembayaran transfer ke rekening resmi PT Nividia Pratama ditampilkan. Pihak terdakwa juga menunjukkan dokumen internal yang menyatakan bahwa distribusi pupuk dilakukan dengan itikad baik untuk memenuhi kebutuhan petani lokal di Gresik dan sekitarnya8.
Kuasa hukum terdakwa memilih untuk tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan JPU, dengan alasan akan langsung masuk ke pembuktian untuk mengurai fakta lebih lengkap. "Kami yakin dapat membuktikan bahwa klien kami tidak berniat melanggar hukum, dan ini hanya soal teknis perizinan yang disalahpahami," ujar salah satu pengacara.Â
Kesimpulan