Mohon tunggu...
Zaky Akmal Fajarianto
Zaky Akmal Fajarianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo! Aku Zaky Akmal Fajarianto, seorang mahasiswa dari Universitas Airlangga yang memiliki minat dalam hal yang berbau sastra, musik, dan karya fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bayang-Bayang Jokowi: Dari Dinasti hingga Oligarki

18 Juni 2024   02:05 Diperbarui: 18 Juni 2024   02:16 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://majalah.tempo.co/read/opini/169173/politik-dinasti-jokowi

Sejak Joko Widodo terpilih sebagai Presiden Indonesia pada tahun 2014, harapan akan perubahan signifikan dan perbaikan dalam sistem pemerintahan sangat tinggi. Jokowi, dengan latar belakangnya sebagai "wong cilik" sebagai representasi masyarakat yang menjadi pengusaha sukses dan mantan wali kota Solo serta gubernur DKI Jakarta, membawa angin segar dengan gaya kepemimpinannya yang sederhana dan merakyat. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul berbagai isu yang meresahkan, terutama fenomena dinasti politik dan pengaruh oligarki yang semakin menguat dalam pemerintahannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "dinasti" berarti keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga. Sedangkan menurut The American Heritage Dictionary, "dynasty" memiliki dua makna, yaitu succession of rulers from the same family or line dan a family or group that maintains power for several generations. Definisi tersebut terdengar familiar bila melihat kondisi politik di negara tercinta kita ini. Fenomena dinasti politik tampak jelas ketika anggota keluarga dari Jokowi seperti Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, mulai terjun ke dunia politik. Dinasti ini dibuktikan dengan penempatan cawe-cawe Jokowi seperti Sigit Widyawan (ipar Jokowi) sebagai Komisaris Independen BNI, Joko Priyambodo (keponakan Jokowi) sebagai Direktur PT Patra Logistik Pertamina, Bobby Nasution (menantu Jokowi) sebagai Wali Kota Medan, Anwar Usman (ipar Jokowi) sebagai Ketua Mahkamah Agung, dan Gibran Rakabuming (anak Jokowi) sebagai Wakil Presiden.

Proses pemilihan itu sendiri tidak dapat dikatakan bersih. Anwar Usman, yang merupakan adik ipar Jokowi, terbukti melanggar etika kepentingan dengan menentang keputusan etik MKMK terkait persyaratan usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada November 2023 lalu. Pelanggaran tersebut mencakup usia Gibran Rakabuming yang seharusnya tidak memenuhi syarat untuk maju sebagai calon Wakil Presiden, namun tetap maju dengan menubruk Mahkamah Konstitusi dan akhirnya terpilih menjadi Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Kontroversi muncul ketika Kaesang Pangarep disorot dalam kontes politik Jakarta setelah Raffi Ahmad mengunggah poster bersama Budi Djiwandono. Poster tersebut menampilkan Budi Djiwandono bersama sang Putera Mahkota dengan latar belakang Monumen Nasional (Monas), dengan Kaesang Pangarep disebut sebagai calon wakil gubernur Jakarta. Hal ini menjadi sorotan karena Kaesang masih berusia 29 tahun, sementara batas usia minimal untuk calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun. Banyak netizen merasa deja vu dan tidak terkejut dengan kejadian ini, menganggap bahwa 'karpet merah' yang digunakan untuk Gibran Rakabuming juga bisa digunakan untuk mendukung Kaesang. Hal ini menunjukkan potensi penyalahgunaan wewenang oleh Jokowi sebagai pemimpin negara dalam mengubah aturan, mobilisasi aparatur dan sumber daya negara, serta mengarahkan dana untuk memenangkan cawe-cawenya.

Proses pemilihan dan penempatan tersebut juga ini sering kali memunculkan kekhawatiran akan adanya oligarki, di mana kekuasaan politik berada di tangan segelintir orang kaya dan berpengaruh semakin nyata di bawah pemerintahan Jokowi. Tokoh-tokoh seperti Luhut Binsar Pandjaitan sering disebut memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan publik. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang sebenarnya mengendalikan kebijakan publik dan untuk kepentingan siapa kebijakan tersebut dibuat. Dampaknya, kebijakan-kebijakan pemerintah seringkali mencerminkan kepentingan kelompok kecil ini, daripada kepentingan rakyat banyak. Jokowi diketahui menempatkan individu-individu yang loyal di posisi strategis dalam pemerintahan. Penempatan ini sering kali tidak berdasarkan kemampuan dan profesionalisme, melainkan atas dasar loyalitas, yang mempengaruhi kinerja pemerintahan.

Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hukum dan reformasi juga semakin jelas. Beberapa kasus menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi sering kali mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi. Contoh nyata adalah kasus revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meski mendapat penolakan luas, tetap dipaksakan. Tindakan ini melemahkan supremasi hukum dan menunjukkan pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip reformasi. Agenda reformasi yang dijanjikan seringkali terabaikan, dengan berbagai indikator menunjukkan kemunduran demokrasi, pengekangan terhadap kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan hak-hak sipil lainnya.

Pemerintahan Jokowi, meski membawa sejumlah perubahan positif, juga diwarnai oleh isu-isu serius seperti dinasti politik dan pengaruh oligarki. Jika isu-isu ini tidak ditangani dengan serius, masa depan demokrasi dan kesejahteraan Indonesia dapat terancam. Masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya perlu bekerja sama untuk memperbaiki situasi ini demi kemajuan Indonesia. Artikel ini diharapkan dapat memberikan pandangan kritis namun konstruktif terhadap pemerintahan Jokowi, karena pada dasarnya politik diambil dari kata "politeia" yg artinya kondisi dan hak warga negara. Jadi, diharapkan selanjutnya terdapat diskusi yang lebih luas tentang arah masa depan politik dan demokrasi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun