Mohon tunggu...
Zakya Annisa
Zakya Annisa Mohon Tunggu... Lainnya - 201910501049

201910501049 - Perencanaan Wilayah dan Kota

Selanjutnya

Tutup

Nature

Permasalahan Pencurian Lahan di Jember

2 November 2020   17:23 Diperbarui: 2 November 2020   17:43 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Jember memiliki luas kurang lebih 3.375 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 2.558.921 jiwa pada tahun 2019 berdasarkan data BPS. Dengan luas daerah tersebut, tentu banyak permasalahan tanah yang terjadi. Salah satunya adalah pencurian lahan atau penyerobotan lahan.

Pencurian lahan artinya pengklaiman atau penggunaan tanah secara illegal tanpa izin dari pemilik lahan yang sah. Bentuk pencurian lahan bisa bermacam-macam. Seperti melakukan klaim hak milik tanah, melakukan pematokan tanpa izin pemilik, dan bisa sampai membangun bangunan di atas tanah secara illegal. Dalam pencurian lahan, biasanya terdapat permasalahan baru yaitu pemalsuan sertifikat tanah.

Pencurian lahan termasuk dalam pelanggaran yang diatur oleh KUHP pasal 385 mengenai penggunaan lahan atau properti milik orang lain. Pasal 385 terdiri dari 6 ayat yang mendefinisikan serta menyatakan segala perbuatan melanggar hukum, seperti dengan sengaja menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, menjadikan sebagai tanggungan hutang, menggunakan lahan atau property milik orang lain dengan maksud mencari keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah atau melawan hukum. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa ancaman pidana yang ditetapkan adalah penjara paling lama 4 tahun. Selain KUHP pasal 385, tindakan pencurian lahan ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960. Dalam Perpu tersebut dituliskan bahwa seseorang yang menggunakan tanah tanpa izin pemilik, dapat dipidana dengan hukuman penjara selama 3 tahun.

Di Jember, permasalahan pencurian lahan jarang dibahas atau jarang dipublikasikan oleh media. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pencurian lahan masih terjadi. Oknum pencurian lahan biasanya menggunakan lahan yang dicuri untuk tempat tinggal maupun tempat usaha. Tentu hal tersebut sangat merugikan pemilik tanah yang sah.

Lahan-lahan yang dicuri biasanya merupakan lahan kosong yang tidak dibangun atau digarap oleh pemilik aslinya. Seperti lahan di sekitar rel kereta api milik PT. KAI, lahan milik Pemerintah Daerah, maupun lahan pribadi yang tidak berpagar.

Pencurian lahan biasanya berujung oleh sengketa tanah. Pelaku merasa bahwa lahan tersebut miliknya karena telah dibangun dan ditempati. Dalam permasalahan pencurian lahan, mediasi menjadi pengupayaan penyelesaian dari masalah. Namun tidak semua berjalan dengan baik. Pengaruh dari pelaku yang lebih besar sering kali membuat pemilik lahan yang sah menutup masalahnya.

Permasalahan ini bukan tidak diperhatikan oleh pihak Pemerintah. Sayangnya kebanyakan dari oknum menggunakan cara suap untuk menutup kejahatannya. Ini tentu mempersulit pemilik lahan untuk mendapatkan kembali haknya. Ditambah berbelitnya proses hukum dalam menyikapi masalah penyerobotan tanah, sehingga membuat masalah ini susah terselesaikan.

 Solusi dari permasalahan tersebut adalah diperlukan penegasan serta pengawasan mengenai peraturan pencurian lahan yang dilakukan oleh aparat hukum. Pemerintah juga diharapkan memberikan sosialisasi serta pemahaman kepada masyarakat mengenai aspek hukum tindakan pencurian atau penyerobotan tanah secara illegal. Selain itu, pemilik tanah disarankan untuk memagar tanah yang tidak dibangun, atau menggarap tanah tersebut untuk meminimalisir kemungkinan pencurian lahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun