Mohon tunggu...
Zaklyyah Widad Zaenal
Zaklyyah Widad Zaenal Mohon Tunggu... Jurnalis - IR

Mahasiswi Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diplomasi Umar dengan Uskup Agung Severinus: Pembebasan Yerussalem

27 Oktober 2019   10:04 Diperbarui: 27 Oktober 2019   10:20 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah sejarah yang tidak kalah penting  dalam praktek diplomasi Islam oleh Umar adalah kisah pembebasan Yerussalem dengan metode diplomasi. 

Umar adalah khalifah pertama yang melakukan perjalanan ke luar tanah Arab. Salah satu perjalanan pertamanya adalah perjalanan Umar ke tanah Palestina. 

Perjalanan ini mengandung makna historis. Bukan karena Umar sengaja ingin mengadakan perjalanan ke sana, namun para uskup yang ada di Yerusalem meminta Umar untuk datang ke tempat itu secara pribadi untuk penyerahan kota suci itu. Umar kemudian berkonsultasi dengan para sahabatnya. 

Utsman bin Affan merasa keberatan dengan apa yang akan dilakukan Umar itu, sedangkan Ali sangat setuju dengan ide yang disampaikan khalifah, karena ini menyangkut persoalan besar dan sudah seharusnya seorang khalifah memenuhi permintaan itu. 

Akhirnya Umar menerima pendapat Ali dan beliau melakukan perjalanan pertama kalinya ke luar tanah Arab. Umar menugaskan Ali untuk menduduki jabatan khalifah sementara di Madinah selama dia berada di Yerusalem.

Umar pun berangkat dari Madinah dan berhenti di Jabiah. Sebelum mengadakan perjalanan beliau telah mengirimkan surat kepada salah satu komandan perang saat itu agar menyambutnya di sana. 

Sesampainya di tengah perjalanan, Umar disambut oleh pasukan yang dipimpin oleh Yazid bin Sufyan, Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid. 

Diriwayatkan bahwa saat itu para pasukan muslim memakai yalmak, sebuah pakaian luar bangsa Persia yang terbuat dari sutra. Saat itu amirulmukminin geram dan turun dari untanya dan mengambil batu kemudian dilemparkannya kepada mereka, sambil berkata dengan nada marah: "Cepat! Saya tidak ingin melihat kalian! Untuk menyambut saya kalian berpakaian begini! Kalian sudah kenyang dalam dua tahun ini: Demi Allah, kalau kalian lakukan ini untuk dua ratus orang pasti saya ganti kalian dengan yang lain.", diceritakan pula beliau berkata: "Begitu cepatnya kalian terjerumus kepada kebiasaan-kebiasaan orang-orang Persia." Para pemimpin pasukan saat itu meminta maaf sambil berkata: "Amirulmukminin, itu adalah pakaian luar karena kami membawa senjata." Setelah Umar melihat senjata yang mereka bawa, tampak kemarahannya agak reda. "Ya, tidak apa." katanya. Ia meneruskan perjalanan sampai di Jabiah, diikuti oleh rombongan itu.

Sementara beliau bermarkas di Jabiah, para pasukan segera bersiap-siap dengan senjata mereka ketika melihat sebuah pasukan berkuda datang dengan pedang di tangannya. 

Melihat mereka Umar hanya tersenyum dan berkata "Berikan perlindungan kepada mereka. Jangan merasa khawatir, beri mereka keamanan. Mereka para utusan Severinus, Uskup Agung Baitulmaqdis, datang ingin mengajak damai dengan amirulmukminin."

Di Jabiyah inilah Umar membuat perjanjian dengan mereka, Umar menutup surat perjanjian itu dengan tanda tangannya, disaksikan oleh Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Abdur Rahman bin Auf, dan Muawiyah bin Abu Sufyan.

Utusan Severinus itu kembali dengan membawa surat tersebut ke Yerussalem. Uskup itu merasa gembira dengan isi surat itu, begitu juga semua penduduk kota.

Mereka menerima keputusan Umar, pihak muslimin mengakui mereka, memberikan jaminan keamanan atas harta, jiwa dan kepercayaan mereka, tak seorang pun boleh dinganggu karena keyakinan agamanya, tak boleh dipaksa dalam keadaan apapun.

Mereka mengapresiasi kebijakan tersebut, karena perjanjian itu membolehkan siapa pun dari penduduk untuk meninggalkan kota dan pergi bersama orang-orang Romawi, dan siapa pun dari orang-orang Romawi dan orang-orang asing yang tinggal di kota itu boleh untuk tetap tinggal dengan aman; tak ada keharusan apa pun bagi mereka selain jizyah sebagai imbalan keabsahan dan jaminan keamanan bagi mereka. 

Alangkah besarnya perbedaan ini dengan keinginan Heraklius yang hendak memaksa penduduk kota harus meninggalkan keyakinan ajaran mereka dan harus mengikuti ajaran negara yang resmi, dan barang siapa yang menolak akan dipotong hidung dan telinganya, dan rumahnya harus dirobohkan. 

Perjanjian ini merupakan zaman baru yang dibukakan oleh Allah bagi umat Nasrani Yerussalem.  Itulah perjanjian yang tak pernah mereka rasakan dalam sejarah, yang mereka tak pernah mencita-citakannya sebelumnya.

Berita perjanjian ini tersiar di kalangan penduduk Ramlah. Mereka berusaha mempelajari karena ingin membuat perjanjian serupa dengan amirulmukminin. Begitu juga dengan yang lain di Palestina. Pihak Lad juga berhasil membuat perjanjian dengan Umar yang berlaku untuk mereka dan kota mereka. 

Dalam perjanjian itu kepada pihak Lad, Umar memberikan jaminan keamanan bagi jiwa dan harta mereka, gereja-gereja dan salib-salib mereka serta bagi mereka yang sakit dan yang sehat serta kelompok-kelompok sekte mereka yang lain. Tak ada yang boleh dipaksa dalam soal agama mereka dan tak seorang pun dari mereka boleh diganggu, mereka hanya harus membayar jizyah seperti yang dilakukan oleh kota-kota lain di Syam.

Diceritakan pula pada suatu hari setelah perjanjian Yerussalem tersebut, Severinus datang berkunjung kepada Umar dan mengajaknya berkeliling kota untuk memperlihatkan peninggalan-peninggalan kuno di kota itu serta ke tempat-tempat ziarah umatnya, kota para rasul dan nabi. 

Dari peninggalan-peninggalan puing-puing itu, banyak juga terdapat rumahrumah ibadah orang pagan yang dibangun oleh penguasa-penguasa Palestina dari pihak Roma, dan sebelum itu juga didirikan oleh penguasa-penguasa Palestina dari pihak Mesir. 

Boleh jadi tak ada yang disembunyikan oleh Severinus kepada Umar, dan semua yang memang sudah terkenal mengenai cerita tempat-tempat ibadah itu diceritakannya kembali kepada Umar, dan yang demikian ini banyak sekali. Sementara kedua orang ini sedang di gereja Anastasis, waktu shalat pun tiba. 

Uskup itu meminta Umar untuk melaksanakan shalat di tempat itu, karena itu juga rumah Tuhan.Tetapi Umar menolak dengan alasan di waktu-waktu yang akan datang beliau khawatir jejaknya diikuti oleh kaum muslimin,karena mereka akan menganggap apa yang dikerjakan Umar itu sebagai teladan yang baik (sunnah mustahabbah). 

Kalau mereka sampai melakukan itu, orang-orang Kristiani akan dikeluarkan dari gereja mereka dan ini menyalahi perjanjian yang ada. Dengan alasan yang sama juga beliau menolak shalat di gereja Konstantin. 

Di ambang pintu gereja itu mereka sudah menghamparkan permadani untuk shalat, tetapi Umar melakukan shalat di tempat lain di dekat batu suci di reruntuhan Kuil Sulaiman. 

Di tempat inilah kaum muslimin kemudian mendirikan masjid yang mewah, yaitu masjidil Aqsa. Pada masa Umar masjid tersebut sangat sederhana, seperti masjid Nabawi di Madinah ketika awal dibangun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun