Menurut Google arti harfiah istilah 2.0 adalah "used to denote a superior or more advanced version of an original concept, product, service, etc."
Kebetulan kode 2.0 juga sesuai untuk menggambarkan situasi pilpres 2014 ini. Penjelasannya ada di bawah ini.
Ada 2 capres yang bersaing memperebutkan posisi RI 1. Kedua  capres itu punya approach/metode/model yang sangat berbeda untuk menjadi pemimpin bangsa ini.
Capres no urut 1 adalah eks petinggi militer yang berasal dari keluarga yang punya posisi penting di era presiden pertama dan kedua RI. Kemudian dia menjadi capres dengan dukungan partai-partai politik yang diduga kuat punya deal kompensasi tertentu jika nanti berhasil menang.
Sedangkan capres no urut 2 sebelumnya menjadi walikota Solo dan kemudian gubernur Jakarta. Dia berasal dari keluarga biasa. Menjadi capres dengan dukungan beberapa partai, dia dikabarkan tidak menjanjikan kompensasi apa pun kepada partai-partai pendukung jika nanti menang.
Jika kita bandingkan dengan presiden-presiden Indonesia sebelumnya, profile kandidat no urut 1 seperti sangat familiar bagi kita. Background militer, memiliki &darah biru&, dan dukungan petinggi-petinggi partai dengan membawa berbagai macam kepentingan jangka pendek adalah beberapa karakteristik presiden-presiden Indonesia sebelumnya yang sudah biasa kita kenal.
Sebaliknya kandidat no urut 2 memiliki storyline yang berbeda dibandingkan profil presiden RI yang biasa kita tahu. Dia adalah warga negara biasa yang membangun karir politik mulai dari tingkat walikota, kemudian gubernur dan kemudian mencalonkan diri menjadi presiden. Sebuah proses laddering jenjang karir yang tidak pernah kita temui di presiden-presiden sebelumnya. Ditambah lagi, dia terlihat lebih mementingkan profesionalisme daripada bagi-bagi kekuasaan untuk parpol-parpol pendukungnya.
Kalau dilihat dari kualitas individu, kedua capres memiliki plus minus masing-masing yang membuat penilaian mana yang lebih unggul menjadi sangat debatable. Tetapi kalau kita melihat ini dari perspektif yang lebih besar yaitu model kepemimpinan, capres no urut 2 merepresentasikan model kepemimpinan baru yang dibutuhkan bangsa ini atau istilahnya di sini adalah President 2.0.
Model kepemimpinan yang bottom up dan bukan top down adalah salah satu ciri utama President 2.0 ini. Presiden tidak harus dari elit partai tetapi bisa berasal dari walikota/bupati atau gubernur yang telah menunjukkan bukti kesuksesan memimpin suatu daerah. Presiden seperti ini akan lebih mementingkan kepentingan rakyat dan bukan elit-elit partai.
Di sini bukan bermaksud mengatakan bahwa parpol-parpol pendukung capres no 2 lebih baik dari parpol-parpol pendukung capres no urut 1. Yang jelas adalah capres no urut 2 relatif akan lebih bebas dari kepentingan parpol untuk bagi-bagi kekuasaan karena tidak menjanjikan apa pun kepada parpol pendukung.
Kalau kita pilih capres no urut 2, kita akan membantu membuka harapan bagi semua orang yang punya kualitas memimpin untuk bisa menjadi presiden. Ini akan menjadi precedent yang bagus untuk pilpres-pilpres berikutnya. Kalau tidak, kita akan membiarkan negara ini tetap dimonopoli oleh segelintir elit partai yang lebih mementingkan kelompok mereka daripada mayoritas rakyat.
So finally let's embrace President 2.0 dengan cara memilih capres no 2. Selamat memilih!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H