Kali ini saya mendapatkan term baru yang setelah saya hayati seakan sebagai sebuah postulat dalam sebuah perubahan. "Untuk menemukan cahaya, kita harus mengenali kegelapan". Kalimat yang mungkin sering kita hubungkan dengan buku karangan RA Kartini, memang itu salah satunya. Tetapi yang kurang adalah kita masih kurang untuk menghayatinya, hanya menganggap kegelapan sebagai ancaman, bukan sebagai peluang.
Istilah itu seolah sebagai suatu hukum kepastian, kalau mau menemukan cahaya ya kita harus mengenali kegelapan. Mengenali tidak hanya sekadar mengetahui, tetapi ada makna yang lebih mendalam hingga kita merasakan betul susahnya 'kegelapan' itu. Rasa susah yang terakumulasi itu memunculkan gejolak di dalam diri untuk merubah keadaan gelap (ketiadaan cahaya) menjadi keadaan yang terang (keberadaan cahaya), baik dengan menyalakan korek api, senter, menggali lubang, dsb. Dan pengenalan umat manusia terhadap kegelapan itu sudah cukup banyak dituangkan dalam sejarah, hingga ditemukan cahaya yang menerangi peradaban baik lingkup lokal maupun global.
Pertama, misal dalam dunia saham. Kita tahu bahwa tren penurunan saham yang tajam misalkan karena krisis, yang membuat insvestor banyak mengalami kerugian akibat penurunan harga saham hingga bagi yang tidak tahan akan melepas sahamnya, tapi sebenarnya situasi krisis 'kegelapan' di dunia investasi itu secara tren pasti akan dibalas dengan kenaikan nilai saham yang sangat tajam pula.Â
Apalagi pada masa pandemi covid-19 ini saat nilai saham turun drastis hampir sekitar 40%, sebetulnya tidak perlu risau karena nilainya akan rebound di angka yang jauh lebih tinggi. Bahkan strategi "serok" terkadang digunakan untuk menggambarkan bagaimana para investor ramai-ramai membeli saham di angka yang murah dengan harapan mendapatkan capital gain yang akan melambung hebat seperti halnya tren di tahun 1998 dan 2008. Begitulah, saat kita kenal dengan kegelapan, cahaya itu pasti akan kita temukan.
Kedua, kita tahu bagaimana eropa pada saat itu betul-betul mengalami kegelapan, ya memang namanya zaman kegelapan eropa saat abad pertengahan. Sudah menjadi rahasia umum bagaimana eropa ketika itu mengatur kehidupan mereka dengan hal-hal yang kita lihat pada saat ini sebagai tindakan yang tidak masuk akal.Â
Orang-orang yang memiliki penyakit dianggap mendapat sihir sehingga perlu melakukan pengorbanan tertentu. Juga kita tahu bagaimana otoritas gereja di abad tengah eropa menentukan kebenaran tunggal bagi masyarakat, bagi yang tidak sejalan akan mendapatkan hukuman, seperti yang dialami para ilmuwan abad tengah.Â
Begitu kuatnya otoritas itu bahkan yang paling penulis ingat adalah adanya "hak paha" bagi otoritas gereja saat itu kepada mempelai perempuan yang hendak melangsungkan pernikahan. Sehingga dengan kuatnya kegelapan itu dirasakan oleh masyarakat eropa, masyarakat tidak tinggal diam, hingga muncul gerakan kultural pencerahan "Renaissance" yang diawali di daerah Florence, Italia, di abad 14 -- 16. Bahkan ditambah dengan gelombang "Aufklarung" di abad 18 membuat eropa tak terbendung sebagai peradaban maju hingga saat ini. Begitulah, saat kita kenal dengan kegelapan, cahaya itu pasti akan kita temukan.
Ketiga, tidak jauh-jauh, di negara kita saat pada saat masa pergerakan kemerdekaan. Bagaimana bangsa kita mendapatkan penindasan yang begitu menyengsarakan rakyat selama berabad-abad, apabila satu generasi punya harapan hidup 50 tahun, maka penjajahan Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang itu menanamkan DNA mental inferior sebagai bangsa terjajah selama 7 generasi, yang mana DNA itu masih belum hilang hingga saat ini.Â
Ya kita tahu lah bagaimana gambaran penindasan itu dilakukan oleh bangsa penjajah, sudah banyak digambarkan di buku sejarah.Â
Tapi dari kegelapan yang dirasakan sangat mendalam itu, 'cahaya' dinyalakan di berbagai daerah dengan munculnya perlawanan kedaerahan, hingga kemudian disatukan dalam perlawanan nasional dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dideklarasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945, sampai betul-betul terbebas dari penjajahan tanggal 27 Desember 1949 dengan mendapatkan pengakuan atau penyerahan kedaulatan dari Belanda. Hingga saat ini kita merasakan cahaya kemerdekaan itu. Begitulah, saat kita kenal dengan kegelapan, cahaya itu pasti akan kita temukan.
So, di tengah pandemi ini, terlepas apapun kebijakan yang diambil oleh pemerintah, tentu harapannya kita semua mampu mengenali dan merasakan 'kegelapan' di masa pandemi covid-19 ini bahkan sudah menganggap kegelapan sebagai seorang sahabat. Harapan tentu kita bisa menyalakan cahaya itu menuju peradaban umat manusia di dunia, khususnya di Indonesia menjadi peradaban yang maju. Selamat Hari Kebangkitan Nasional, Indonesia Bangkit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H