Tentu baik dari anggota DPR, para menteri terpilih nantinya, dan Presiden serta Wakil Presiden, seharusnya menyadari bahwa pilihannya untuk menjadi wakil publik seharusnya menyadari bahwa apa yang sekarang menjadi niat, sikap, dan tindakannya adalah untuk kepentingan publik masyarakat luas. Bukan lagi diniatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Maka dari itu Anda sekarang disebut pejabat publik, bukan pejabat privat.
Yang menjadi pertanyaan kemudian ngapain aja dia ketika dilantik ? ketika dia ber-syahadat mengucapkan ikrar dan janjinya atas nama Allah menjalankan tugas dan kewajibannya demi nusa dan bangsa, apa tidak dia betul-betul resapi atau pelantikan hanya sekadar seremonial saja. DPR baru saja mengucapkan 'syahadat pelantikan' 1 Oktober lalu dan beberapa hari ini bisa kita lihat bagaimana implementasi sumpah atas nama tuhan itu.Â
Kini 10 hari lagi Presiden dan  Wakil Presiden tentu semua masyarakat Indonesia berharap Presiden dan Wakil Presiden tidak seperti tindak laku para anggota DPR, Presiden dan Wakil Presiden harus betul-betul ingat dan meresapi 'syahadat pelantikan' nya tanggal 20 Oktober nanti. Perlu saya kutip bagaimana kalimat sumpah dan janji presiden dalam pasal 9 UUD 1945 :
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa"
"Saya berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".
Dari hati yang paling dalam semoga sumpah dan janji yang saya sebut sebagai 'syahadat pelantikan' ini terpatri di dalam hati. Setidaknya untuk mengobati kekecewaan terhadap pejabat publik yang namanya anggota DPR. Akhir kata, sebagai pejabat publik jadilah seperti gula di dalam secangkir kopi panas di pagi hari, kopi tanpa gula pasti akan terasa pahit, tetapi ketika takaran gulanya pas malah yang mendapatkan pujian kopinya.
Jadilah pejabat yang memberikan arti kepada publik dan masyarakat, tidak harus selalu terlihat publik, mendapatkan pujian ataupun cacian, tapi buktikan segala niat dan tindakan hanya untuk membangun masyarakat Indonesia, demi menunaikan 'syahadat pelantikan'. Kita tunggu saja beberapa hari ke depan..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H