Mohon tunggu...
Muhammad Imam Zakky
Muhammad Imam Zakky Mohon Tunggu... -

Saya hanya seorang hamba Tuhan, yang mau berbakti di jalan Tuhan yang sudah menyelamatkanku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Harapan

18 Desember 2009   06:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:53 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_39575" align="alignleft" width="300" caption="Kedamaian, Foto: Google.co.id"][/caption] Ini adalah tulisan saya yang kedua, sungguh kehadiran saya di kompasiana ini sama sekali bukan untuk menciptakan sebuah konflik dengan siapapun, apalagi konflik antar umat beragama, saya datang dengan kemauan saya sendiri dengan sebuah harapan yaitu adanya sebuah "kedamaian" Kedamaian yang paling saya harapkan saat ini adalah kedamaian hidup yang selalu saya dambakan, terutama kedamaian yang tercipta antara kehidupan saya saat ini dengan kehidupan kedua orang tua saya dan keluarga saya. Saya terlahir sebagai anak tunggal dari sepasang suami istri yaitu bapak dan ibu saya. Semenjak kejadian 5 tahun yang lalu, saat saya dinyatakan sembuh dari penyakit saya dan hingga saat ini saya masih hidup, berkat kuasa Tuhan yang bekerja di dalam kehidupan saya, temasuk kehidupan yang saya jalani saat ini. Sejak saya mengalami kesembuhan ini dan saya menyatakan untuk mengimani agama saya saat ini, maka saat itu juga hidup saya dinyatakan tiada bagi kedua orang tua saya, karena saya memilih jalan hidup saya sendiri dan inilah kebulatan tekad saya hingga kini. Ya saya ingat sekali kejadian lima tahun yang lalu, bahwa kedua orang tua saya telah menganggap saya mati, saya ingat sekali perkataan bapak saya saat itu," bapak bukannya bahagia kamu bisa sembuh dari penyakitmu Zakky, kalau pada kenyataannya kamu berpindah keyakinan, buat bapak lebih baik kamu saat itu tidak usah disembuhkan oleh TuhanMu, dari pada kamu sembuh seperti ini, tapi kamu mendurhakai bapak dan ibumu!". Inilah kata kata terakhir yang saya dengar saat itu. Saya tidak menyalahkan kedua orang tuaku, saya sangat sadar dengan apa yang mereka katakan dan dengan sikap yang mereka ambil saat itu, sehingga buat saya saat ini hujatan, makian dan hinaan sudah menjadi santapah harian dalam  kehidupanku, dan ini adalah bagian ujian dari keimananku. Jadi seandainya saja teman teman mau menghujat, mamaki dan menghinaku, buatku tak akan membuatku bersedih, karena perlakuan ini sudah kudapati dari kedua orang tuaku sendiri. Hanya saja lima tahun terakhir ini, kedamaian itu belum kudapatkan dari kedua orang tuaku, yang hingga kini belum mau menerima keadaanku dengan keimananku saat ini, orang tuaku sudah menganggap saya mati bersama penyakit yang kuderita lima tahun lalu itu, dan konon ku dengar dari sahabat SMP-ku, mereka juga sudah membuat makam dengan nama batu nisan yang bertuliskan Muhammad Imam Zakky, di pemakaman umum di daerah asalku. (entah jenasah siapa yang dimakamkan di makam-ku itu). Sungguh ini membuatku sangat sedih sekali, sampai sebegitunya-kah kedua orang tuaku malu mengakui saya sebagai anak dan darah dagingnya sendiri karena saya berpindah keyakinan??? Apakah saya sudah merupakan aib yang sangat memalukan buat keluargaku sehingga saya sudah dianggap mati???. Apakah saya sudah bisa disetarakan dengan pembunuh, pemabuk, penzina, penjahat, pencuri yang banyak melakukan dosa, sehingga harus dianggap mati??? Inilah kehidupanku saat ini, saya hidup seorang diri dengan tidak diakui anak oleh orang tuaku sendiri, dan ini masih saya yakini sebagai bagian dari ujian yang ada yang datangnya dari Tuhan, karena keimananku masih harus diujiNya terus hingga kini. Saat ini sudah lima tahun saya diusir dari rumah dan kehidupan keluargaku, dan saya menjalaninya dengan belajar untuk menerima semuanya dengan hati yang tulus dan dikuatkan dengan doa yang selalu saya panjatkan. Saat ini saya hidup dengan berdagang kecil kecilan dan sebagai pengurus gereja ditempat saya selalu mengadu dan bersatu dengan Tuhan Yesus, dan inilah kedamaian yang saya rasakan hingga saat ini. Inilah sebuah harapan yang hingga kini selalu saya dambakan, semoga tulisan saya ini bisa dan mungkin terbaca oleh kedua orang tuaku dan keluargaku, bahwa saya yang bernama Zakky, masih hidup dan semoga mereka mau memaafkan dan menerimaku kembali sebagai anak tunggalnya yang sudah di anggap mati. Maafkan Zakky, bapak dan ibu..., semoga tulisan ini bisa mendatangkan kedamaian buat kita semua, dan kita dipersatukan kembali dalam sebuah ikatan kasih yang tak bisa dibinasakan oleh siapapun, karena saya adalah anak tunggal kalian semua, karena dalam kehidupan ini tidak ada "bekas anak" dan tidak ada "bekas orang tua". Salam dalam damai Zakky

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun