Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun, bahkan pada autistic infantile gejalanya sudah ada sejak lahir. Menurut Prabowo, dkk (2014) Autis merupakan gangguan yang diderita seseorang sejak lahir ataupun saat balita. Gangguan ini merupakan kelainan dalam perkembangan system saraf yang dialami seseorang. Pada umumnya penderita autis mengalami kesulitan dengan fungsi sosial, motorik, sensorik, dan kognitif. Gejala anak autis menurut Fitri, dkk (2016) adalah timbulnya perilaku yang hiperaktif pada anak yaitu gerakan yang diulang-ulang tanpa memiliki tujuan yang jelas.
Karakteristik Peserta Didik Autis
1. Sensori – Motorik
Peserta didik dengan inisial M memiliki kondisi fisik yang normal. Namun, kemampuan motorik halus dan motorik kasarnya mengalami sedikit masalah. Kemampuan atau fokus peserta didik saat guru memberikan perintah seperti menulis huruf A di buku tulis. Peserta didik tidak langsung menuliskan huruf sesuai perintah guru. Koordinasi mata, telinga, dan tangan peserta didik dirasa kurang untuk anak seusianya. Selain itu, kondisi motorik kasar peserta didik juga dirasa kurang. Ketika berjalan, M terlihat sempoyongan dan tidak bisa berdiri dengan tegap. Kemampuan M dalam memegang benda kecil seperti pensil, bullpen, kertas, tutup botol juga dirasa kurang.
2. Kognitif
Peserta didik memiliki kesulitan dalam menerima pembelajaran dan kesulitan untuk mengikuti pembelajaran yang berlangsung di kelas setiap harinya. Peserta didik harus dituntun satu persatu sampai dirasa benar benar memahami materi yang disampaikan guru kelas. Selain itu, pemberian instruksi kepada peserta didik harus diperhatikan, tidak bisa memberikan instruksi bertumpuk sehingga peserta didik akan kebingungan dengan perintah yang ada.
3. Emosi
Peserta didik termasuk memiliki emosi yang cukup stabil. Peserta didik jarang menampakkan sikap marah atau jengkel ketika di sekolah maupun di rumah. Ketika peserta didik merasa marah terhadap guru atau teman, peserta didik akan berbicara secara langsung kepada mereka meskipun bukan berupa kalimat yang dapat dipahami guru, orangtua maupun teman sekelasnya. Peserta didik juga diketahui jarang tantrum ketika di kelas atau pada saat pembelajaran.
4. Sosial
Peserta didik memiliki kesulitan dalam berkomunikasi. Ketika peserta didik menginginkan sesuatu, dia hanya akan menunjuk kepada orang yang dia ajak berbicara atau benda yang dia maksud. Meskipun peserta didik memiliki kesulitan dalam berkomunikasi, peserta didik mempunyai banyak teman di sekolah. Peserta didik bukan termasuk anak yang murung, suka menyendiri atau menarik diri dari kehidupan sosial. Peserta didik termasuk anak yang ceria, senang bergaul dengan teman sebayanya, teman lebih tua maupun teman yang lebih muda darinya.
Permasalahan Peserta Didik
Ada banyak permasalahan yang dialami peserta didik. Namun, penulis hanya berfokus pada kemampuan sensori – motorik peserta didik saja. Dapat diketahui bahwa kemampuan sensori motorik peserta didik kurang. Perlu dilakukan terapi atau latihan otot tangan dan otot kakinya. Hal ini harus dilakukan agar peserta didik dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa harus merasa kesulitan untuk berjalan ataupun memegang benda-benda kecil.
Dampak dari Permasalahan Sensori – Motorik Peserta Didik
Bagi Peserta Didik Â
Peserta didik akan merasa kesulitan ketika beraktivitas setiap hari, terutama saat di sekolah. Peserta didik akan kesulitan untuk mengikuti pembelajaran dikarenakan kemampuan dalam memegang alat tulis yang kurang. Selain itu, koordinasi antar mata-tangan peserta didik yang cukup lemah membuat ia kesulitan untuk mengikuti instruksi sederhana dari guru.
Bagi Orang Tua
Orang tua harus lebih peduli terkait kondisi peserta didik dalam aspek apapun termasuk aspek sensori – motorik peserta didik. Selain latihan atau bimbingan yang peserta didik peroleh di sekolah, orang tua juga harus melanjutkan bimbingan tersebut ketika peserta didik berada di rumah. Hal itu membutuhkan pengorbanan waktu dan tenaga yang besar dari orang tua.Â
Solusi untuk Sensori – Motorik Peserta Didik
Solusi yang dapat diusulkan dan diterapkan untuk peserta didik adalah belajar menggunakan media permainan playdough untuk merangsang perkembangan motorik halus peserta didik. Playdough merupakan permainan yang memiliki tekstru lembut dan mudah dibentuk. Playdough dapat digunakan untuk merangsang perkembangan motorik halus, melatih fokus, merangsang daya kreatifitas peserta didik. Dengan media playdough, peserta didik juga belajar koordinasi fokus tangan – mata. Melatih otot – otot jari tangan agar terbiasa memegang sesuatu. Selain itu, cara penyampaian yang terkesan menyenangkan, belajar sambil bermain membuat peserta didik tidak cepat bosan dan terus mengikuti arahan dari guru.  Hal ini perlu dilakukan karena jika peserta didik cepat merasa bosan dengan kegiatan yang sedang berlangsung, kemampuan sensori – motorik peserta didik akan mengalami peningkatan yang cenderung lambat. Perlu pendampingan dari pihak keluarga agar terapi dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai waktunya.
REFERENSI
Putri, E. D. A., Wahyuno, E., Susilawati, S. Y., & Ummah, U. S. (2021). Keefektifan Permainan Playdough Terhadap Kemampuan Motorik Halus Autis. Jurnal Ortopedagogia, 7(2), 97-104.
Ramadhita, N. (2018). Penerapan desain pada permainan anak berkebutuhan khusus. Productum: Jurnal Desain Produk (Pengetahuan dan Perancangan Produk), 3(3), 87-90.
Sriwahyuni, S. R., & Ashari, N. (2022). Analisis Permasalahan Anak Autis Di Kelompok B TK Ashabul Kahfi Kota Parepare. Anakta: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 1(1), 11-18.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H