Bagi yang belum pernah merasakan hidup sebagai santri, bayangan akan pesantren mungkin akan membuat mereka menarik napas karena ragu. Tidak heran, karena banyak yang masih menyamakan hidup di pesantren dengan banyaknya aturan, batasan, dan larangan. Pokoknya, kaku sekali.
Padahal, bila sudah pernah menjadi santri di pesantren (apalagi dalam waktu yang lama), mungkin kamu malah akan merindukannya begitu lulus dari sana.
Tinggal di pesantren ibarat menemukan rumah kedua selain rumahmu bersama keluarga. Di sana, kamu bahkan tidak hanya mendapatkan teman-teman, tapi juga saudara-saudara seiman.
Meski datang dari berbagai suku, nilai kerukunan dan toleransi dalam ukhuwah Islamiahadalah perekat hubungan antar para santri. Jadi, jangan heran kalau begitu lulus dan melalui tahun-tahun berikutnya di dunia nyata, hubungan antar almamater tetap terjaga dengan baik.
Bahkan, tidak jarang para almamater suka datang kembali ke pesantren tempat mereka menimba ilmu dulu, meski hanya sekadar main. Ada yang datang dengan keluarga mereka dan ada yang sendirian saja. Tidak masalah.
Ada juga yang kemudian memasukkan anak-anak mereka ke dalam pesantren. Alasannya, tentu saja karena ingin menularkan nilai-nilai positif dari belajar dan hidup di pesantren kepada generasi berikutnya. Inilah yang bisa disebut dengan membawa cahaya cinta akan pesantren ke dalam kehidupn sehari-hari.
Kata siapa remaja santri tidak memiliki hidup yang menarik, alias monoton? Meski tinggal di pesantren berarti wajib mengikuti beragam aturan dan bersikap lebih disiplin, enggak berarti kamu enggak bisa bersenang-senang, lo.
Buktinya? Tokoh Shila dan kawan-kawan dalam film “Cahaya Cinta Pesantren”tetap bisa bersikap sama seperti remaja lain pada umumnya. Mereka ceria, suka bercanda, senang curhat-curhatan, sampai berlaku sedikit jahil dan...tetap naksir-naksiran sama santri cowok paling ganteng dan karismatik di pesantren.
Bedanya? Ya, selain berpakaian sesuai syariah dan lebih banyak belajar agama, remaja-remaja ini juga enggak bisa sembarangan berdekatan dengan lawan jenis. Berteman biasa sih, boleh. Tapi, tetap ada batasannya. Jangan sampai rasa suka berbuntut menjadi “panjang angan-angan” hingga zina pikiran. Hiii, jangankan berzina betulan, mendekati saja sudah tidak boleh.
Yah, namanya juga kisah cinta masa remaja. Meski di lingkungan pesantren, tetap saja ada potensi cemburu. Kamu juga bisa bersaing dengan sahabatmu sendiri bila ternyata kalian menyukai santri ganteng yang sama. Waduh, bagaimana itu, ya? Apa iya, kamu ingin mengorbankan persahabatan dengan saudari seiman demi laki-laki yang belum tentu berjodoh denganmu atau sahabatmu sendiri?
Jangan sampai kalian sudah musuhan dan saling mendiamkan, tahu-tahu si santri ganteng ternyata berjodoh dengan orang lain lagi atau malah pergi. Yah, ‘kan jadi kalian yang rugi. Lagipula, Ayah Shila dalam film “Cahaya Cinta Pesantren” pernah berucap begini: