Seiring berkembangnya zaman ekonomi Islam mulai dikenal di dunia, hal ini berawal dari perbankan syariah yang merupakan salah satu aplikasi lembaga keuangan Islam perlahan mulai mengepakan sayap pada dunia perbankan. Sistem bagi hasil atau non riba pun dianggap menjadi solusi dalam perekonomian yang tepat dibanding sistem riba, tak heran jika di beberapa negara non muslim juga menggunakan sistem perbankan Islam tersebut. Perbankan berprinsip syariah pun mulai dilirik berbagai kalangan, tentu juga menjadi angin segar bagi umat muslim khususnya, karena kegiatan ekonomi dapat dengan mudah dilakukan dengan adanya layanan-layanan lembaga keuangan berbasis Islam.
Di Indonesia sendiri aplikasi dari ekonomi Islam berawal dari hadirnya bank syariah yaitu Bank Muammalat Indonesia pada tahun 1992, kemudian mulai muncul kelembagaan lain selain perbankan yaitu seperti asuransi syariah, pasar modal syariah, pegadaian syariah dll. Namun tak hanya kelembagaan keuangan Islam saja, layanan publik islam seperti pengelolaan zakat, infaq, sadakah juga mulai berkembang dan kian marak di Indonesia.
Hal ini tentu berdasarkan permintaan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim guna mempermudah kegiatan bermuamalah ma’a Allah tetapi juga ma’annas. Namun benar saja bahwa peran dan potensi zakat merupakan solusi jitu dalam upaya mensejahterakan masyarakat dan dalam pengentasan kemiskinan, tak heran jika zakat pun mulai dilirik pemerintah di berbagai negara. Karena dengan zakat diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan yang selalu menjadi salah satu masalah yang tengah dihadapi berbagai negara di dunia.
Bukan hanya itu saja, sambutan positif terhadap ekonomi islam ternyata juga sangat diapresiasi oleh entrepreuner muslim dalam menjalankan bisnis, jangan heran jika akhir-akhir ini kita akan menemukan selogan “ Hafal satu juz Al-quran gratis dua liter bensin” atau “Satu juz membaca Al quran gratis dua porsi makan”.
Unsur dakwah dalam promosi tersebut selain sebagai motivasi dalam beribadah untuk konsumen muslim juga merupakan aplikasi dari marketing syariah yang dijalankan oleh para pengusaha muslim dalam menjalankan bisnis islami yang diharapkan dapat membawa kemashlahatan dan barakah lewat sedekah kepada sesama dan diyakini bahwa harta tidak akan berkurang dengan sedekah akan tetapi justru kian bertambah. Hal tersebut telah banyak diaplikasikan oleh pengusaha muslim di Indonesia.
Namun jika ditela’ah lebih dalam mengenai perkembangan ekonomi islam yang sering disebut dengan ekonomi syariah tersebut hanyalah sebatas “pasar” dan belum menjadi “ideology”. Dalam teori ada beberapa definisi dan pendapat tentang ideologi. Kamus umum Bahasa Indonesia (Badudu, 1996:525) mengartikan ideologi sebagai paham, haluan, dan ajaran.
Menurut Noer Sutrisno, ideologi dimaknai sebagai gabungan antara pandangan hidup yang merupakan nilai-nilai yang telah mengkristal dari suatu bangsa serta dasar negara yang memiliki nilai-nilai falsafah yang menjadi pedoman hidup suatu bangsa. Ideologi juga diartikan sebagai hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya.
Maka, terdapat suatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarakat negara. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Kemudian ada berbagai macam ideologi dalam persepektif ekonomi, seperti ideologi kapitalis-liberalis, komunis-sosialis, dan di Indonesia sendiri dapat dikategorikan menganut ideologi campuran, karena Indonesia tidak bertumpu pada salah satu ideologi saja namun bertumpu pada ideologi kapitalisme-sosialis dan pancasila.
Padahal jika melihat pada perkembangan ekonomi syariah yang kiat pesat dan disambut positif oleh global sekarang ini, sistem ekonomi islam dianggap menjadi solusi dari sistem-sistem ekonomi konvensional yang dianggap tidak tepat, contohnya saja pada sistem ekonomi kapitalis, kegagalan kapitalisme yang sangat fatal terlihat pada makin melebarnya jurang ketimpangan. Ketimpangan inilah yang sesungguhnya merupakan sumber dari seluruh masalah ekonomi.
Kemiskinan, pengangguran, keterbelakangan pendidikan, kesehatan, dsb, merupakan buah pahit dari adanya ketimpangan. Jelas, kapitalisme patut bertanggung jawab atas itu semua. Tentu bukan hanya pada sistem kapitalis saja, sistem-sistem ekonomi konvensional lainnya pun kerap terjadi ketimpangan yang membuat masalah baru dalam perekonomian.
Sangat disayangkan jika kenyataannya ekonomi syariah yang ada pada dewasa ini hanyalah sebatas pasar saja, belum menjadi ideologi. Padahal urgensi ideologi ekonomi syariah sendiri adalah sistem nya yang memang jelas dan transfaran serta memiliki ideologi ekonomi yang tegas, dengan tujuannya adalah untuk kemashlahatan umat. Dalam hal ini bukan menjadi perkara relegiusitas atau berarti seolah-olah lebih ingin mencondongkan islam, namun dibalik itu semua adalah karena memang ekonomi syariah merupakan “the only one system of economic” yang multidimensional yang dapat dijangkau oleh semua kalangan di dunia agar dapat menjadi solusi dan pedoman hidup (baca: perekonomian) di berbagai bangsa di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H