“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah/2:172-173.
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (۱٧۲) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٧۳)
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Begitu pula dari sisi investasi bukanlah spekulasi atau garar. Karena pemilik investasi selain berpartisipasi secara penuh dalam perusahaan dengan sistem bagi hasil dan risiko, pemegang saham juga dapat memperoleh likuiditas dengan menjual saham yang mereka miliki sesuai dengan sistem di bursa efek dan hal ini tentu sangat didukung oleh kebijakan Jakarta Islamic Index (JII) yang memiliki kriteria perusahaan likuid didalamnya. Adapun hadis yang melarang gararyakni:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli al-hasah dan jual-beli al-garar.
Namun demikian kebijakan pelembagaan zakat belumlah terdukung. Dalam hal ini, sebagai pasar modal syariah yang masuk di dalamnya adalah perusahaan listing dalam daftar efek syariah, akan sangat elok kiranya untuk menerapkan zakat ataupun infaq dan sadaqah yakni dengan adanya kebijakan tersebut yang termaktub di pelaporan keuangan berupa laporan neraca, dan dari 30 perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) khususnya hal ini belumlah terlaksanakan, tidak lain hal ini karena pada umumnya perusahaan menggunakan penyajian akuntansi yang berbeda-beda yang bersifat umum, dan karena kebijakan,
tujuan manajemen perusahaan yang berbeda-beda pula, maka untuk pengembangan pasar modal syariah sangat perlu adanya kerangka hukum untuk memfasilitasi pengembangan pasar modal syariah, yakni dengan adanya penyusunan standar akuntansi syariah untuk perusahaan efek yang listing pada daftar efek syariah yang di dalamnya mengharuskan pelaporan zakat, ataupun infaq dan sadaqah. Hal ini tidak lain adalah untuk tercapainya tujuan falah dalam penerapan ekonomi Islam.
Pemerintah memiliki kedudukan dan peranan penting dalam ekonomi Islam. Eksistensi peran pemerintah dalam sistem ekonomi Islam bukan semata karena adanya kegagalan pasar. Pada dasarnya, peran pemerintah merupakan derivasi dari konsep kekhalifahan dan konsekuensi adanya kewajiban-kewajiban kolektif (fardal-kifayah) untuk merealisasikan falah..Jika demikian maka,
Dewan Syariah Nasional dan Badan Pengawas Pasar Modal yang merupakan otoritas pemerintah yang berwenang harus memberikan perhatian besar kepada pasar modal syariah khususnya Jakarta Islamic Index (JII) karena instrumen pasar modal syariah merupakan potensi dan sekaligus tantangan pengembangan pasar modal di Indonesia. Maka dari itu pemerintah harus memilki strategi untuk mencapai pengembangan pasar modal syariah yang tujuannya adalah falah dan salah satunya adalah mengembangkan kerangka hukum untuk memfasilitasi jalannya pasar modal yang sesuai dengan konsep syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H