Sumber Foto : https://www.orami.co.id/magazine/cake-emulsifier
Ada banyak perdebatan mengenai penggunaan emulsifier dalam suatu produk makanan apakah berlabel halal atau haram? Penggunaan emulsifier di Indonesia diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan.Â
Terdapat 83 jenis pengemulsi yang dapat digunakan pada produk pangan dimana penggunaannya tergantung kategori pangan yang akan ditambahkan. Di Eropa, bahan tambahan pangan dimulai dengan penomoran E atau E Number.
Pengertian Emulsifier
Pengemulsi (Emulsifier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk membuat campuran homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur.Â
Fase tersebut biasanya terdiri dari fase minyak dan air. Dalam industry pangan bahan pengemulsi digunakan pada berbagai produk seperti minuman berbasis susu, produk produk bakeri, bumbu dan kondimen, produk oles, saus dan banyak lainnya. Contoh pengemulsi adalah lesitin, mono dan digliserida.
Fungsi Emulsifier Sebagai Apa?
Fungsi  emulsi seperti yang dijelaskan adalah  untuk membuat campuran dari banyak fase yang berbeda  menjadi campuran yang homogen. Oleh karena itu, bahan yang bertindak sebagai pengemulsi harus sebagian larut dalam air (hidrofilik) dan sebagian larut dalam lemak (lipofilik) di sisi lain.Â
Dalam praktek penggunaanya, seperti kalsium karbonat selain sebagai pengemulsi dapat juga berfungsi sebagai pengatur keasamandan penstabil untuk satu bahan yang sama. Seperti asam lemak miristat, palmitat , stearate dan garamnya seperti (Ca,Na,K). Emulsifier banyak digunakan pada biskuit, roti, cake, es krim, margarin, topping powder, dan makanan lainnya.
Contoh Emulsifier Berbahan Nabati
Ada beberapa contoh pengemulsi. Contoh  pertama adalah lesitin. Lesitin adalah campuran lemak yang diperlukan untuk sel-sel  tubuh manusia. Dalam makanan, lesitin merupakan sumber utama kolin, nutrisi yang mirip dengan vitamin B. Lesitin diubah menjadi asetilkolin, zat yang mentransmisikan impuls saraf.
Contoh Emulsifier Berbahan Hewani
Contoh  kedua adalah mono dan digliserida. Juga dikenal sebagai asam lemak mono dan digliserida, jenuh atau tidak jenuh, adalah campuran monogliserida (biasanya 40-90%) dan digliserida, dan juga termasuk sejumlah kecil trigliserida. Ini adalah pengemulsi yang paling banyak digunakan dalam makanan dan dengan nomor aditif makanan Eropa E471.Â
Bahan utama yang terlibat dalam produksi mono dan digliserida adalah asam lemak dan gliserol, keduanya ditemukan dalam minyak nabati/lemak hewani (misalnya daging sapi, babi) dan nabati (biji-bijian).Â
Halal atau tidak, contoh emulsifier jenis ini bisa jadi haram, karena mengandung potensi sumber hewani, yaitu babi. Dimana sumber hewani dari babi merupakan zat yang dilarang dalam Islam walaupun dalam konsentrasi yang rendah.
Sumber BTP dalam Pengemulsi (Memiliki Titik Kritis Halal)Â
Sumber pengemulsi dapat berasal dari lemak (asam lemak) yang biasa merupakan hewan atau tanaman. Lesitin pengemulsi adalah campuran fosfatida seperti fosfatidil kolin etanolamin, fosfatidil dan asam fosfatidat. Sorbitan Polysorbate Monolarate (Polysorbate 20), Sorbitan Polysorbate Monooleate (Polysorbate 80) adalah campuran ester sorbitol dengan asam lemak dan etilen oksidanya.Â
Sumber pengemulsi jenis ini dapat berasal dari garam asam lemak yaitu natrium, kalium dan kalsium beserta asam lemaknya, hidrokoloid, antara lain gum arab, gum karaya, pektin, gum carob, karagenan, agar agardan hasil samping dari pembuatan gelatin yaitu  dinatrium difosfat.
Berikut  beberapa  emulsifier yang umum digunakan di pasaran, seperti:Â
- Lecithin, Soy Lecithin (Soybean/Soy Lechitin).Â
Lecithin juga dapat diekstraksi dari bahan tanaman, seperti: Â kedelai (soy lechitin/soy). Lesitin kedelai halal jika proses produksinya tidak menggunakan komponen yang dilarang. Jika hidrolisis lemak menggunakan enzim yang dilarang, maka tentu saja lesitin kedelai tersebut menjadi haram.Â
Pada skala industri, lesitin kedelai diekstraksi oleh pelarut organik. Setelah bahan diekstraksi, pelarut dihilangkan untuk mendapatkan ekstrak lesitin mentah. Untuk memperoleh rendemen lesitin yang lebih baik, telah dibuat turunan lesitin dengan proses enzimatis. Jika prosesnya menggunakan enzim fosfolipase A dari pankreas babi, maka lesitin tanaman ini  haram.
- Pengemulsi lain  menggunakan kode E-number.
 Untuk pengemulsi nomor E, beberapa pengemulsi ini (misalnya: E471, E472, dll.) dibuat dari daging babi. Menurut penelitian dari Universitas Putra Malaysia, status kehalalan emulsifier E471 menjadi dipertanyakan, jika sumber tumbuhan atau hewan tidak disebutkan pada label.Â
Masalah ini menjadi semakin penting karena banyak masalah baru-baru ini yang terkait dengan penggunaan pengemulsi E471 pada produk makanan tertentu seperti kopi dan mayones. Selain itu, ada  spekulasi bahwa E471 di beberapa merek cokelat komersial mungkin merupakan pengemulsi yang berasal dari hewan.Dalam kasus seperti ini, mungkin perlu memiliki metodologi analitis yang dapat membantu melacak sumber asal emulsifier.
Titik Kritis Kehalalan Penggunaan Emulsifier dalam Produk Makanan
Mengidentifikasi sumber pengemulsi adalah langkah pertama untuk mengetahui produk itu halal atau haram. Pengemulsi dapat dibuat dari sumber hewani atau nabati. Pengemulsi yang berasal dari hewan dianggap lebih cenderung menimbulkan sifat haram daripada halal.Â
Pasalnya, jika dibuat dari sumber hewani, pengemulsi cenderung mengandung bahan dari tulang hewan (gelatin). Jika hewan tersebut adalah hewan yang halal dan disembelih secara halal, maka hukumnya adalah hewan yang halal. Namun, seringkali kita tidak mengetahui jenis hewan apa yang digunakan sebagai bahan dasar pengemulsi. Salah satu sumber pengemulsi alami adalah gelatin.Â
Gelatin adalah  protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang, atau ligamen (jaringan ikat) hewan. Biasanya diperoleh dari babi atau sapi. Di atas  bahan baku gelatin impor, penggunaan bahan baku dari daging babi mendominasi.Â
Gelatin memiliki nilai gizi yang tinggi, terutama kandungan protein yang tinggi, terutama asam amino, kandungan lemak yang rendah. Kandungan gelatin kering adalah protein 84-86%, air 8-12% dan mineral 2-4%. Dari 10 asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 asam amino esensial. Asam amino esensial yang hampir tidak ada dalam gelatin adalah triptofan.
Penulis : Zakiyyatul Fithri Rosadi (Mahasiswi Biologi FMIPA Universitas Andalas)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H