Mohon tunggu...
Zaki Setiawan
Zaki Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance, Writer

Suka menulis tentang tema-tema yang diminati.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Meredam Panas Nuklir Korea, Memelihara Stabilitas dan Kepentingan Dunia

15 September 2024   14:12 Diperbarui: 16 September 2024   07:53 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korea Utara dan Korea Selatan terpisah zona demilitarisasi (DMZ) atau garis lintang 38 derajat. (Google Map) 

Grafis enam negara dengan investasi terbesar di Indonesia sepanjang 2023./sumber: Kementerian Investasi/BKPM
Grafis enam negara dengan investasi terbesar di Indonesia sepanjang 2023./sumber: Kementerian Investasi/BKPM
Jika ketegangan di Semenanjung Korea meningkat menjadi konflik bersenjata, sektor-sektor penting dalam perekonomian Indonesia akan terdampak, termasuk perdagangan internasional, pariwisata, dan investasi asing. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk mendorong upaya diplomasi dan perdamaian agar ketegangan di Semenanjung Korea tidak semakin memanas dan berubah menjadi perang nuklir yang menghancurkan.

Indonesia Bisa Jadi Penengah

Semenanjung Korea, selama puluhan tahun, menjadi titik panas konflik global. Upaya demi upaya telah dilakukan untuk meredakan ketegangan, namun hasilnya masih jauh dari memuaskan. Di tengah kebuntuan ini, muncul harapan baru: Indonesia.

Upaya penyelesaian konflik di Semenanjung Korea sebenarnya sudah dimulai sejak 1990-an. Pada 1994, Korea Utara dan Amerika Serikat menandatangani "Agreed Framework" yang berfokus pada penghentian program nuklir Korea Utara. Di sisi lain, Korea Selatan menerapkan "Sunshine Policy" pada 1998, yang menekankan dialog dan investasi ekonomi. Sayangnya, kedua upaya ini kandas di tengah jalan, meninggalkan harapan yang sirna.

Pada 2003, Amerika Serikat kembali memulai pembahasan melalui forum "Six Party Talks" yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, China, Jepang, Korea Selatan, dan Korea Utara. Perundingan enam pihak itu sempat mencapai terobosan dengan kesediaan Korea Utara untuk menghentikan program nuklirnya dan kembali bergabung dalam perjanjian NPT. Namun, forum ini juga menemui jalan buntu setelah Korea Utara mundur dari perundingan pada 2009.

Kegagalan ini menunjukkan bahwa strategi penyelesaian konflik melalui pendekatan mediator multilateral kurang efektif. Oleh karena itu, Indonesia, sebagai negara yang memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan Korea Selatan dan Korea Utara berpeluang menjadi penengah untuk meredakan konflik yang tak berkesudahan.

Kans Indonesia menjadi penengah konflik sangat besar, karena Indonesia juga dikenal sebagai pelopor lahirnya Gerakan Non-Blok. Sebagai negara non-blok, Indonesia memiliki kebebasan untuk mengambil sikap yang lebih netral dalam konflik internasional, sehingga lebih mudah diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Indonesia juga memiliki peran strategis di antara negara-negara yang tergabung dalam Association of South-East Asian Nations (ASEAN), organisasi kerja sama negara-negara di Asia Tenggara. Di ASEAN, Indonesia memiliki sejumlah pengalaman yang panjang dalam upaya perdamaian, di antaranya dalam konflik antara Vietnam dan Kamboja pada 1987-1991, Moro National Liberation Front (MNLF) dengan Pemerintah Filipina pada 1993-1996, dan mediator atas konflik perbatasan Thailand-Kamboja pada 2011.

Selain pengalaman, Indonesia juga memiliki sejarah panjang hubungan diplomatik dengan Korea Utara, sejak masa kepemimpinan Soekarno. Hal ini mengacu hubungan persahabatan pemimpin kedua negara sejak 1964, sebagaimana ditulis Rachmawati Soekarnoputri dalam bukunya President Soekarno and President Kim Il Sung. Hubungan kedua negara ditandai dengan kunjungan resmi Presiden Soekarno ke Korea Utara pada 1964, yang dibalas dengan kunjungan Kim Il Sung dan anaknya Kim Jong Il ke Indonesia pada 1965.

Dengan Korea Selatan, Indonesia juga memiliki hubungan bilateral sejak 50 tahun lalu. Diplomasi ekonomi antara Korea Selatan dengan Indonesia terus menguat, terutama di sektor perdagangan dan investasi, industri, energi dan sumber daya mineral, serta sektor ekonomi kreatif dan digital. Negara ini menempati peringkat ke-6 realisasi investasi terbesar di Indonesia berdasarkan data BKPM tahun 2023.

Perdamaian memang tidak mudah, apalagi jika pihak-pihak yang terlibat dalam konflik belum siap untuk berdamai. Namun, dengan pengalaman panjang, kepercayaan para pihak, dan dukungan masyarakat internasional, Indonesia bisa menjadi katalisator perdamaian Korea. Mari dukung upaya Indonesia menjadi penengah konflik di Semenanjung Korea, karena setiap individu memiliki peran untuk menciptakan dunia yang lebih damai.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun