Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Fenomena Patung dan Terkaan Arah Politik Jawa Barat

22 Agustus 2017   06:17 Diperbarui: 22 Agustus 2017   07:11 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

TULISAN ini berisi ilmu setengah kebatinan. Disebut kebatinan karena banyak prediksi yang tidak masuk akal tetapi nyata adanya. Terkaan-terkaan yang oleh orang tua kita disebut "kila-kila" selalu menjadi petunjuk atas lahirnya kejadian selanjutnya, apakah itu dalam politik, sosial, bencana, dan dimensi lainnya. Kemungkinan besar bagi kaum akademisi yang sangat positivistik-rasional, tipe tulisan ini akan dipikir dua kali untuk dipercayainya. Bagi saya, segala fenomena alam selalu memiliki petunjuk yang unik dan inferensial (dapat disimpulkan). Anda ikut saya atau tidak, tidak masalah.

Fenomena yang Aneh tapi Nyata

Bukan tanpa dasar saya mempercayai kila-kila. Kata "kila-kila" dapat didefinisikan sebagai petunjuk alam berupa fenomena yang dapat memprediksi kejadian di depannya. Ada beberapa kejadian yang membuat kila-kila menjadi sebuah instrumen keyakinan, walaupun tingkat keyakinan saya tidak tinggi. Paling tidak keyakinan tingkat syak (50%) tidak sampai kepada keyakinan tingkat donni atau yakin dan haqqul yakin (75 -- 100 %).

Sepanjang hidup saya, kila-kila selalu unik untuk diamati. Pertama, kila-kila pada tahun 95-98an saat saya berusia SD dan SMP. Ada dua fenoena sosial yang sangat populer saat itu yakni membalikan akar pohon kayu untuk dijadikan pohon bonsay dan membuat cincin dari uang rupiah dengan material kuningan (berwarna kuning).

(1) Saat itu saya tidak paham politik. Yang saya tahu adalah partai Golongan Karya (Golkar) dengan presiden Soeharto sebagai motornya adalah yang paling berpengaruh dan kuat. Tidak ada partai yang memiliki cengkraman "akar" yang kuat dan "rindang" yang yang luas. Pohon beringin adalah simbolnya. Pohon dan warna kuning inilah satu-satunya yang paling berpengaruh di Indonesia, baik dalam simbol negara maupun warna projek-projek yang dilakukan oleh negara.

Ketika masyarakat banyak gandrung dengan pohon bonsay, maka fenomena membalikan akar pohon untuk dijadikan pohon mirif beringin pun terjadi. Bonsay adalah pohon yang dikerdilkan, sehingga tidak memiliki potensi untuk menjadi besar, walaupun genetiknya besar. Pohon ini kecil dan menarik. Reflika pohon bonsay adalah dengan menggunakan akar pohon yang dibalikan. Entah kebetulan atau memang kila-kila itu benar adanya, ketika tahun setelahnya, partai Golkar mengalami penurunan suara dan "turun" singgasana melalui reformasi.

(2) sama halnya dengan reflika bonsay, fenomena membuat cincin dari uang rupiah pun terjadi. Saya pernah melakukannya. Dengan uang seratus rupiah atau lima ratus rupiah, kita bisa membuat cincin mirif emas. Dengan membolongi tengah uang receh itu oleh besi seukuran jari kita, kemudian dipukul dengna palu besi-kayu secara hati-hati, maka pipihan uang akan membentuk menjadi cincin yang sesuai ukuran jari kita.

Untuk membuatnya mirip cincin emas beneran, penghalus besi dan cairan gross dapat membantu mempercepat proses pembuatan cincin. Saat itu, saya bersama teman-teman SMP melakukan hal itu berkali-kali sehingga uang rupiah yang harganya 100 atau 500 dapat dijual menjadi 1000 atau bahkan lebih. Ketelitian dan kerapihan cincin menjadi bagian penting dalam menentukan harga cincin.

Kila-kila apa yang terjadi atas fenomena ini? Moneter adalah jawabannya. Melalu IMF dan kelakuan George Soros, nilai mata uang Indonesia merosot tajam dan tidak berharga di mata uang dunia terutama dolar US. Seingat saya, sebelum moneter, rupiah berada di kisaran Rp. 2500 per dollarnya. Maka saat moneter itu tiba, uang rupiah "dipekprek" menjadi tidak berdaya dan tak bernilai (menjadi lebih dari Rp. 9000).

Kedua, kila-kila menyambut Agustusan dengan ornamen air berwarna di atas pohon. Tahun 2002an, ada fenomena unik dalam menyambut dirgahayu Indonesia. Adalah hal yang biasa bila  setiap agustusan orang-orang memasang bendera dan umbul-umbul di setiap jalan, namun di tahun itu, saya melihat ada yang berbeda. Di setiap jalan yang saya temui, terutama di Tasikmalaya, orang berinovasi dengan memasang ornamen warna air yang beragam.

Air berwarna dengan menggunakan pewarna yang beragam dimasukan kedalam plastik yang beragam pula. Ada bentuk bulat, memanjang, kotak dan lain sebagainya sesuai dengan kreatifitas pembuat. Kemudian plastik yang berisi air itu diikatkan ke ranting pohon dan dipasangkan di pinggir jalan. Setiap orang yang melihatnya akan terpana, terutama saat cahaya matahari menyinari dan memancarkan warna yang beragam.

Lalu apa yang terjadi? Tsunami Aceh yang terjadi di akhir tahun 2004. Tsunami adalah bencana dimana air laut yang tinggal didataran rendah tiba-tiba naik keatas dan menghantam manusia di daratan. Hal ini susah dicerna oleh akal sehat, karena air laut datang dari atas seolah ada yang memindahkan dari dataran rendah ke atas. Selain itu juga, fenomena pecahnya Golkar (ranting) menjadi tiga parpol terjadi. Dimulai dari Hanura, Gerindra dan terakhir Nasdem adalah tokoh-tokoh Golkar yang pecah dengan menggunakan warna yang berbeda-beda, dan pada akhirnya menjadi warna demokrasi dalam perpolitikan kita.

Apakah Anda setuju dengan kila-kila tadi? Saya tidak memaksa Anda untuk setuju. Namun, setidaknya itu merupakan fenomena alam yang menjadi petunjuk dalam kehidupan kita, ya paling tidak untuk perpolitikan kita. Nah, pertanyaannya adalah apakah ada relasi antara fenomena orang Tasik yang membuat patung kemerdekaan dengan politik Jabar?

Fenomena Patung Replika Manusia

Dalam minggu ini saya melakukan perjalanan yang lumayan panjang. Dalam odo meter kendaraan saya, satu minggu sudah saya habiskan lebih dari 1000 Km. Tasik-Jakarta, Tasik Bandung (via Ciawi), Tasik-Garut (via Cilawu), Tasik Ciamis. Ada yang paling saya heran dari perbedaan prilaku orang Tasikmalaya dan sebagian Garut dan Ciamis. Di setiap sudut jalan yang saya temui, ada beberapa orang yang kreatif untuk membuat patung di jalanan dengan variasi tertentu. Patung ini mirip manusia dengan pakaian yang tidak berbeda dengan manusia.

Saya menduga, dalam kasus Tasikmalaya, fenomena ini lahir pada dua tahun ke belakang (2015). Di daerah Cintaraja arah Tasik-Singaparna diberitakan oleh koran lokal ada orang kreatif untuk membuat patung polisi sedang menilang sepeda motor. Polisi dengan pakaian razia yang sangat mirif dengan motor yang sedang ditilangnya menjadi pemandangan yang menarik bagi pengguna jalan. Di samping menarik, tidak sedikit pemotor dan pengendara mobil merasa terkejut karena adanya "razia" kendaraan secara mendadak. Tidak jarang para pengendara mengumpat pelaku pembuat patung itu.

Unik, mengejutkan dan umpatan adalah tiga kata yang dapat mewakili perasaan pengendara saat itu. Hal inipun yang menjadi alasan media untuk meliputnya. Karena "disukai" oleh orang lewat, maka sudah tiga tahun berturut turut saya melihat patung polisi itu hadir pada bulan Agustus. Pada tahun ini, saya melihat ada replika mobil polisi yang mirip sebagai inovasi yang baru. Bahkan, patung-patung ini sekarang bukan saja hadir di satu titik, namun di sepanjang jalan Tasik-Singaparna, entah berapa titik. Bagi saya itu banyak sekali.

Tidak hanya dijalan itu, saya pun melihat fenomena membuat patung ini hadir dibanyak jalan antara Tasik-Garut. Di daerah perkebunan IV Garut saya melihat patung dengan wanita berkerudung. Parahnya, ada patung yang mirip "pocong". Saya menduga pembuatnya ingin menakuti pengguna jalan yang melintas di malam hari. Untuk kasus Tasik-Ciamis saya melihat ada beberapa patung, walaupun saya tidak begitu jelas melihatnya. Di tasik kota, saya melihat ada banyak patung sejenis, dari yang dibuat enak dipandang sampai asal jadi.

Ketika perjalanan saya Tasik-Jakarta atau Tasik-Bandung, saya tidak melihat patung itu hadir di Bandung atau Jakarta. Kalau di Garut dan sekitarnya, saya melihat ada beberapa reflika manusia dengan berbagai variasi sama halnya di Tasikmalaya. Hal ini mirip dengan fenomena "nyair" uang (meminta sumbangan) Agustusan di jalanan yang menurut saya hanya terjadi di Tasikmalaya. Di hampir titik jalan, ketika menyongsong 17 Agustusan di jalanan Tasikmalaya dipastikan ada segerombolan anak muda dengan "sairnya" meminta sumbangan.

Patung dan Politik Jawa Barat

Apa ada hubungan fenomena patung dengan politik Jawa Barat? Karena tulisan ini setengah kebatinan maka saya menduga ada. Sebagaimana kita tahu bahwa minimal ada tiga calon gubernur yang sudah mendeklarasikan yakni Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Dedi Mizwar.

Ridwan Kamil (RK) yang "ditendang" Gerindra karena menerima pinangan Nasdem "Penolak" Prabowo for Presiden tentu saja kehilangan kendaraan. Ia sekarang sedang menyusun kekuatan untuk menjadi calon independen. Dedi Mizwar (Demiz) yang sudah mendeklarasikan dengan petinggi PKS Purwakarta Ahmad Syaikhu sebagai Cagub Cawagub telah mendapat restu dari Jakarta. Keduanya (RK dan Demiz) tidak memiliki kaitan erat dengan perpatungan. Jadi keduanya tidak memiliki relasi fenomena alam dalam tulisan ini.

Dedi Mulyadi (Demul) yang sekarang menjabat Bupati Purwakarta dan sekaligus ketua DPD Golkar Jawa Barat sangat erat kaitannya dengan Patung. Sebagaimana tulisan saya terdahulu, bahwa Demul adalah inisiator pengembangan Purwakarta menjadi daerah "klenik" yang dipenuhi patung ala Bali. Tentu saja berbeda antara patung Purwakarta yang Bali-centered dengan patung reflika manusia yang di buat orang Tasik-Ciamis-Garut (Priangan Timur). Namun, dalam simbol dan pesan yang dibuatnya bisa jadi memiliki kesamaan.

Patung Bali yang didesain oleh Demul di Purwakarta sejatinya dimaksudkan untuk menarik minat orang datang ke Bali kedua Indonesia. Dengan memadukan kearifan lokal yang sunda dan Bali yang sangat kental kemistisannya, Purwakarta dianggap berhasil untuk keluar dari pakem kabupaten biasa. Patung itulah yang menjadi bagian terpenting Demul dalam mendesain perubahan di Purwakarta. Hal ini sama dengan orang pembuat reflika manusia, tujuan utamanya adalah membuat orang tertarik untuk melihatnya. Dengan modal seadanya, si pembuat berharap orang tertarik dan ingin melihatnya. Sama kan?

Dalam analisis setengah kebatinan saya, relasi fenomena patung di Priangan Timur dengan perpolitikan Jabar memiliki kaitan erat. Orang Jabar terutama Priangan Timur suka yang aneh-aneh dalam memilih pilihan di pemilu. Sebut saja terpilihnya Oni "SOS" atau Aceng Fikri yang terkenal dengan Kawin singkatnya menjadi anggota DPD Jabar. Keduanya memilki popularitas dengan cara nyeleneh. Mereka berdua menghadapi orang yang hebat di bidang akademik dengan gelar yang banyak, tapi tetap saja orang Priangan memilih yang nyeleneh ini.

Bisa jadi, sesuai karakter orang Priangan Timur yang "nyeleneh" tadi, Demul menjadi pilihan di daerah ini. Saya tidak menyebutkan bahwa Demul akan menjadi Gubernur selanjutnya, tetapi paling tidak fenomena patung yang hadir di Priangan Timur menjadi kila-kila bahwa beliau akan memiliki suara terbanyak. Hal ini berbeda dengan Bandung yang tidak memiliki "patung". Saya tidak tahu, apakah nanti Demul akan benar-benar menjadi Gubernur atau menjadi sebaliknya? Hanya Alloh lah yang tahu. Dalam konteks ini, Ilmu kebatinan saya masih setengah matang.{}

Bumisyafikri, 22/08/17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun