Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Publikasi Ilmiah, di Mana Peran Mahasiswa?

14 Juni 2017   06:49 Diperbarui: 14 Juni 2017   16:00 3366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di setiap akhir semester, dosen harus mendapatkan laporan akhir dari proyek penelitiannya dan mengukur keabsahan dan ketepatan hasil karya ilmiah kolaborasi dosen-mahasiswanya. Bila saja dalam 30 judul ada 50% saja yang bisa dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi atau di jurnal internasional, maka dosen dengan menggunakan sumber daya mahasiswa akan mampu memiliki 15 judul yang siap dipublikasikan. Tentu saja dengan mengikutsertakan nama mahasiswanya. Mengikutsertakan mahasiswa di bawah nama dosen adalah keterampilan kolaboratif abad 21. Maka, salah satu tugas dosen adalah membuat jejaring untuk memublikasikan produk kolaboratifnya di skala nasional atau internasional.

Ketiga dimensi kontrol. Untuk memastikan bahwa publikasi ilmiah berjalan terutama pada dosen dan mahasiswa, kontrol-kontrol berikut dapat dijadikan acuan. (1) memastikan setiap dosen memiliki karya ilmiah, baik berbentuk buku referensi, buku populer, atau laporan penelitian. Hal ini sudah established dalam BKD/LKD. (2) memastikan bahwa penulisan karya ilmiah kolaborasi dosen-mahasiswa hasil setiap semester dan mampu dipublikasikan oleh jaringan dosen (lihat kembali konsep pada dimensi kedua tentang penelitian kolaboratif). (3) memastikan bahwa akhir akademik mahasiswa harus lebih berorientasi kepada publikasi ilmiah.

Pada akhir akademik ini, mahasiswa harus ditekan untuk memiliki keberanian memublikasikan apa yang menjadi fokus studinya. Ketika ujian komprehensif, misalnya, mahasiswa wajib membuat jurnal yang dapat dipublikasikan pada jurnal lokal prodi pada perguruan tinggi. Pada saat ujian skripsi tahap satu, mahasiswa harus mengirimkan jurnal ilmiah hasil dari kajian skripsinya ke jurnal nasional terkareditasi. Pada saat ujian terakhir, sebelum wisuda mahasiswa ditagih tentang publikasi ilmiahnya. Jadi, paling tidak ada dua jurnal (baca: lokal dan nasional) yang bisa disetorkan pada saat ujian skripsi. Ini akan memberatkan mahasiswa, namun tradisi ini akan membaikkan sebuah universitas.

Dari tiga dimensi ini, akan ditarik benang merah peran mahasiswa dalam publikasi ilmiah pada sebuah perguruan tinggi. Pertama peran literatif. Peran ini adalah peran yang sangat mendasar di mana mahasiswa menjadi bagian dari insan akademik yang harus literate untuk segala hal, terutama bidangnya. Mahasiswa adalah bagian penting dari literasi universitas. Bila kampus tidak mampu mengembangkan literasi mahasiswa dalam konteks produk dan publikasi ilmiah, perguruan tinggi itu dianggap gagal. Ya, gagal dalam mencetak kaum intelektual.

Kedua peran evaluatif. Perkuliahan yang begitu panjang di perguruan tinggi perlu dievaluasi secara komprehensif. Selama ini, evaluasi yang paling penting adalah ujian komprehensif dan penulisan skripsi. Ini semua dilakukan secara lokal dan tidak pernah diujipublikan. Dengan menggunakan sistem pada dimensi kontrol di atas, akan ada tradisi uji publik tentang durability (ketangguhan) mahasiswa sebuah perguruan tinggi. Ini lebih dari sekadar lulusan yang hanya menyandang gelar kesarjanaan, tetapi mereka menjadi kaum intelektual yang teruji. Mahasiswa pun berperan secara evaluatif atas kinerja universitas atas proses selama delapan semester atau lebih proses perkuliahan.

Ketiga peran kontinyuitif. Istilah “kontinyuitif” sangat terlalu dipaksakan karena melanggar tatanan bahasa. Untuk kepentingan keherensi, terpaksa digunakan. Peran kontinyuitif ini adalah perang untuk memberlanjutkan tradisi keilmuan perguruan tinggi kepada generasi penerusnya. Jika publikasi ilmiah yang dilakukan oleh individu dosen sendiri, mahasiswa tidak akan menjadi kader ilmuwan masa depan. Hal ini tidak boleh dilakukan. Pendidikan “katrol” yang mesti dilakukan oleh dosen perlu demi terciptanya kontinyuitas keilmuan dari generasi ke generasi. Mahasiswa pun berperan sebagai estafet keilmuan pada universitasnya atau kepada kehidupan secara luas.

Keempat peran transformatif. Mahasiswa adalah manusia baru dewasa. Mereka berangkat dari remaja ke dewasa dengan perkembangan kognitif yang perlu ditransformasikan. Bila publikasi ilmiah menjadi sebuah tradisi di kampus, kampus memiliki peran transformatif dan mahasiswa akan bertransformasi menjadi ilmuwan baru. Perlu bimbingan dosen yang benar-benar serius untuk proses transformasi mahasiswa ini. Mereka berasal dari dunia sekolah yang “konsumtif ilmu” kepada dunia yang produktif. Mahasiswa memilki peran transformatif untuk keilmiahan sebuah ilmu, dan mereka menjadi aktor utama di dalamnya.

Kelima peran konstruktif. Publikasi ilmiah akan memantik pemikiran yang lebih konstruktif ketimbang dominan pada kognitif atau behaviouristik. Pemikiran ini sangat berguna bagi mahasiswa karena mereka adalah agent of change. Dengan publikasi ilmiah, mahasiswa akan terasah pemikirannya, tentu saja dengan bimbingan dosen yang serius, dan dapat mengembangkan dirinya secara lebih jauh. Mahasiswa pun berperan secara konstruktif untuk publikasi ilmiah, di mana mereka adalah pemikir-pemikir baru dalam keilmuan yang mereka pelajari.

Itulah peran mahasiswa dalam publikasi ilmiah dan peran publikasi ilmiah untuk mahasiswa. Dosen dan mahasiswa adalah aktor utama dalam publikasi ilmiah ini sehingga mereka adalah duet maut yang tak tertandingi oleh politik kampus macam apa pun. Bila kelima peran ini dapat ditancapkan oleh perguruan tinggi kepada mahasiswanya (dan dosennya), universitas ini akan menjadi universitas unggul. Mereka bukanlah unggul dalam bangunan tinggi menjulang melangit, tapi kehidupan akademiknya yang menghebatkan. Publikasi ilmiah akan menjadi identitas mereka yang akan menhancurkan sekat-sekat ruang dan waktu sebuah universitas. Walaupun universitas itu hidup di negara yang belum maju, dunia akan mengenalnya. Dunia akan menghargainya. Percayalah!

 Bumisyafikri

14/06/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun