Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nuzulul Qur'an: Beda Ayat Tekstual dan Kontekstual

12 Juni 2017   06:34 Diperbarui: 12 Juni 2017   09:50 3601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri zaki mubarak

(c) fakta masa depan yang belum ditemukan bernama teori ilmiah. Ada kalanya para ilmuwan masih bingung dengan pernyataan Qur’an yang belum bisa dibuktikan fakta ilmiahnya. Mereka sebut ini teori ilmiah (walaupun prinsip ilmiah yang positivistik terabaikan). Semisal bahwa manusia terbentuk dari sepasang gen Adam dan Hawa, belum ada ilmuwan genetika yang mampu menemukan faktanya.

Hal yang paling penting dari fakta masa depan adalah teori akhirat yang menjadi rukun iman kaum muslim. Bagaimana Shiratal Mustaqim, bagaimana surga-neraka, bagaimana padang mahsar, yaumum mizan, dan seterusnya. Ini adalah teori ilmiah yang suka tidak suka harus diterima secara dogma dan pasti terbukti ketika saat itu tiba. Saya yakin.

(3) Ayat prosedural adalah ayat yang sangat kental dengan perintah-perintah sistematis dalam melakukan ritual keagamaan atau kehidupan secara umum. Ayat inilah yang sering menjadi landasan untuk meracik hukum sehingga dikomodifikasi menjadi sebuah kitab “suci’ kedua. Ilmu fikih biasanya muncul dari ayat prosedural ini, sehingga kevalidan hukum dapat langsung disandarkan pada ayat sucinya.

Ada beberapa klasifikasi ayat prosedural seperti (a) ayat yang mengandung nilai-nilai luhur semisal prosedur untuk kehidupan bernegara dan memilih pemimpin, (b) ayat yang mengandung nilai ibadah seperti dalam fikih dimana ayat ini sebagai alat ukur apakah sebuah amalan mendapatkan pahala atau dosa dan syah atau tidaknya, (c) ayat prosedur tentang kemutlakan sebuah hukum semisal faroid (pembagian) dalam hak waris. Ayat-ayat ini kadang jelas kalimatnya tanpa ada multitafsir. Ini berbeda dengan kebanyakan ayat-ayat lainnya yang kaya dengan multi tafsir.

Kedua, ayat kontekstual. Allah swt tidak hanya menurunkan ayat tekstual yang tertulis dalam kitab-kitab suci. Allah juga menurunkan ayat “tanda” yang tidak dituliskannya tetapi hadir dalam kehidupan nyata secara tersirat bernama kontekstual. Hal inilah yang diperintahkan oleh Allah dalam banyak ayat qauliah “afala tadzakkarun”, “afala tatafakkarun” dan seterusnya. Intinya Allah memerintahkan untuk berpikir tentang makna ayat itu baik ayat kauniyah maupun qauliyah.

Ayat kontekstual sebenarnya lebih kaya daripada ayat tekstual yang hanya 114 surat itu. Bila saja Allah menuliskannya, maka niscaya orang tidak akan mampu membacanya, karena saking banyaknya. Seorang ulama mengatakan bila ilmu (pengetahuan) Allah dituliskan, maka semua pohon yang dijadikan qolamnya dan seluruh air laut jadi tintanya, maka ilmu itu tidak akan selesai dituliskannya. Ini menunjukan betapa tak terhingganya ayat kontekstual itu.

Namun, ayat ini terbatas pada ruang dan waktu. Ayat ini bisa berlaku pada zaman satu dan tidak berlaku pada zaman yang lainnya. Dulu kalau berwudhu tentu saja di kolam, sehingga muncul tafsiran ayat Qur’an syarat air yang mensuciukan adalah dua qullah. Hari ini, konteks itu hilang diperkotaan. Dengan harga tanah yang mahal, qullah itu diganti dengan air kran. Dulu sejarah mencatat bahwa perang itu dengan pedang, maka sekarang tidak zamnnya lagi. Masih banyak contoh ayat kontekstual yang sangat kaya, namun harus dipikirkan.

Saya bagi ayat kontekstual ini menjadi dua; kontekstual agama dan non agama. (1) ayat kontekstual agama adalah ayat tentang keagamaan yang seharusnya ada dalam ayat tekstual, namun faktanya belum ditemukan. Ayat ini disandingkan dengan Qur’an menggunakan qiyas-qiyas (analogi). Bila ada ayat kontekstual, seorang ahli agama mesti mencari padanan ayat tekstualnya pada Al Qur’an. Ahli agama harus melakukan itu karena mereka yakin semuah hal konteks yang lahir di muka bumi memiliki informasi singkat dalam teksnya. Saya juga yakin bahwa semua konteks yang ada dalam kehidupan memiliki ruh yang sama dalam teks Al Qur’an.

Selanjutnya (2) ayat kontekstual non agama. Ini adalah ayat yang sangat luas, dan bahkan beyond (lebih dari sekedar) ayat tekstual. Kajian-kajian ilmiah (yang ditekstualisasikan) dalam bangunan disiplin ilmu di perguruan tinggi misalnya memiliki kajian ayat kontekstual yang maha luas. Bila saja hasil karya ilmiah ditumpuk dan dibandingkan dengan jumlah halaman Qur’an yang 500an halaman, maka akan jauh bebeda. Sebuah buku ilmiah non agama akan lebih tebal dari Qur’an, walaupun nilai kesuciannya tidak seberapa dibanding Qur’an. Tapi, itulah fakta bahwa ayat kontekstual non-agama lebih meluber ketimbang ayat tekstual.

***

Itulah ayat tekstual dan kontekstual yang dititipkan Allah kepada kita. Keyakinan atas Qur’an sebagai ayat tekstual tentu saja harus dipegang dan menjadi yang pertama dan utama dalam kajian kita, namun jangan berhenti di sana. Ayat tekstual itu harus dibumikan kepada ruang dan waktu dimana kita hidup sehingga akan mampu menyuratkan ayat-ayat tersirat dalam kehidupan. Duet maut tekstual dan kontekstual dalam ilmu seseorang akan mampu membuat seorang bijaksana dalam berkarya, berpikir dan melaksanakan fungsi kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun