Ketika DL yang dimasukan kepada Indonesia pasca reformasi, maka DL memiliki dampak yang serius dalam kehidupan kita. Misalnya adalah: (1) Indonesia terpuruk dari sudut identitas sendiri. Pancasila yang menjadi kesepakatan pendiri bangsa terpaksa dianulir nilainya demi memasukan nilai DL dalan sistem perpolitikan kita. Banyak dampak negatif dari hancurnya perpolitikan kita, tapi seolah kita enjoy menikmatinya.
(2) efek domino dari penerapan DL dalam politik kita berakibat lahirnya ekonomi liberal-kapital, budaya liberal, prilaku liberal dan ujungnya setiap individu memiliki keliberalan yang sulit diatur. Beberapa nilai ekonomi koperasi kita hilang, begitupun prilaku gotong royong kita habis terkikis. DL telah mengorbankan segala identitas dan nilai luhur yang dipasangkan oleh founding father kita. Kita rela berkorban dengan tidak sadar dan masuk ke perangkap DL yang membelenggu.
(3) liberalisasi sistem bernegara yang kacau balau karena kekurang siapan kita dalam ber-DL. DL Amerika yang sudah dewasa dengan segala dimensinya dipaksa untuk diadopsi oleh Indonesia yang baru saja tinggal landas era orba. Sebenarnya jika saja Amerika dan sekutunya tidak mengganggu kita dalam bernegara, bisa jadi kita bisa melesat maju meninggalkan Malaysia dengan Mahathir Muhammadnya. Tapi apa yang terjadi, DL merasuk dengan topeng kebebasan yang menjebloskan.
Jadi saya simpulkan, dengan melepaskan diri dari segala kehebatan DL untuk Indonesia, DL memiliki masalah serius bila terus dipaksakan di Indonesia. Ia tidak bisa bersenyawa dengan Indonesia yang sangat berbeda dengan kultur Amerika yang sudah dewasa. Lahirnya ekonomi kapitalisme, terbunuhnya nilai luhur bangsa, melebarnya freesex, samen liven, demokrasi yang kebablasan, money politics, korusi merajalela, moralitas yang rendah, dan kebobrokan manusia Indonesia lainnya adalah beberapa contoh bahwa DL tidak cocok di Indonesia. Indonesia mesti kembali kepada Pancasila dan nilai luhur bangsa.
Saya menawarkan, jika kita ingin berdemokrasi, maka lihatlah ajaran tauhid-tasawuf yang di ajarkan oleh PM. PM yang dipersonifikasi oleh Kyia pengasuh pesantren memiliki otoritas tinggi terhadap santrinya. Santrinya adalah rakyat yang patuh sami’na wa ato’na demi mencapai tujuan bersama. Tujuan utama dalam tauhid adalah mengesakan Tuhan dengan segala dimensinya dan berupaya bersama untuk menggapai keridhoan-Nya. PM sebagai bagian pesantren tauhid, memiliki blue print untuk membawa “rakyat”nya meraih apa yang hendak dicapainya. Santri mempercayai sepenuh hati terhadap kyainya untuk meraih apa yang diharapkannya. Kyai pun dengan segala upaya bertekad untuk meraih apa yang dicita-citakan rakyatnya. Inilah demokrasi PM.
Bila kita beranalogi dengan demokrasi ala PM dengan orientasi tauhid, maka kita bisa membentuk negara Indonesia yang baik. Presiden sebagai pimpinan tertinggi seperti kyai di PM memiliki otoritas yang tinggi untuk mengatur sedemikian rupa tentang arah kemajuan bangsa. Namun, presiden tidak serta merta gegabah dalam menjalankan roda pemerintahan, karena mereka memiliki kitab suci dan kitab kuning sebagai Undang-undangnya. Tujuan PM untuk membantu santrinya meraih keridhoan Tuhan sama halnya dengan tujuan presiden yang ingin membantu rakyatnya dalam meraih kebahagiaan bernegara.
Rakyat dengan demokrasi PM adalah bukan seperti rakyat yang memiliki kebebasan tak terbatas, tetapi rakyat yang mewakilkan asa, rasa, cipta dan karya kepada para ustad (wakil) yang sangat dipercayanya. Percaya di sini bukan kepercayaan yang dibangun atas nilai rupiah yang menggunung seperti yang DL lakukan, tetapi wakil yang benar-benar sudah mukasafah (kompeten dan amanah) dengan tujuan rakyatnya. Para wakil rakyat dengan demokrasi PM adalah mereka yang memiliki maqom yang tinggi dan diyakini sudah melepaskan hasrat kepentingan dirinya. Kepentingan rakyat adalah segala-galanya. Tidak mungkin mereka menjual bangsanya hanya untuk kepentingan sesaat dirinya. Mereka benar-benar fokus untuk rakyatnya.
Demokrasi PM dibangun atas kepercayaan santri “rakyat” kepada para ustad dan kyai yang tidak mungkin menjebloskan kepada kehinaan. Rakyat dengan demokrasi PM akan memiliki ikatan emosional tinggi dan kepercayaan besar atas mewakilkan asa hidupnya untuk meraih tujuan. Kata kunci dari demokrasi PM adalah, kepemimpinan mutlak Kyai-presiden-parlementer. Bila eksekutif-legislatif telah dipercaya untuk membawa gerbong Indonesia sepercaya santri terhadap kyainya, maka negara Indonesia ini bisa cepat tinggal landas untuk meraih kemajuan bersama dan tidak akan menjadikan hidup penuh dengan intrik politik yang tidak perlu.
Sistem politik bagi demokrasi PM adalah salah satu sistem kehidupan yang berdiri seiringan dengan sistem kehidupan lainnya. Politik dianggap sebagai bagian yang tidak lebih penting dari ekonomi, pendidikan, riset dan sistem kehidupan lainnya. Politik akan dipandang sebagai sistem yang biasa dan tidak mengontrol kehidupan kita secara keseluruhan seperti yang ditunjukan oleh DL. Politik diserahkan kepada ahlinya dan semua orang berperan untuk memajukan bangsa dengan segala kekayaan dirinya. Tidak akan ada dosen yang ingin jadi perlemen, tidak akan ada pengusaha yang ingin jadi penguasa, tidak ada dokter yang menjadi walikota. Semua bersama berangkat untuk memajukan bangsa sesuai kiprahnya.
DL telah memaksa kita untuk mengongkosi politik kita yang mahal. DL juga telah meruntuhkan nilai luhur bangsa. DL pun telah meluluh lantahkan kehidupan bernegara kita yang kuat dan dapat hancur sehancur-hancurnya dengan isu murahan hanya dengan media. DL perlu dihindari oleh kita sebagai sebuah bangsa. Kita harus kembali kepada nilai bangsa kita. Kita harus berkarya dengan segala potensi kita, dan kita pun harus meletakan politik bukan segala-galanya.
Saya meyakini, demokrasi yang berkaca kepada nilai PM dapat berdiri kukuh di Indonesia untuk maju bersama. Nilai PM yang menjadi landasan demokrasi dapat sejalan dengan jiwa rakyat Indonesia yang belum dewasa dalam demokrasi. Bukan berarti mereka butuh waktu untuk menjadi dewasa dalam implementasi DL, tapi DL memanglah tidak cocok untuk Indonesia. Wilayah yang luas, bahasa yang beragam, budaya yang berbeda dan ras yang beragam adalah alasan kenapa demokrasi ala PM bisa bersenyawa dengan baik dalam jati diri Indonesia. wallohu a’lam. {}