Mohon tunggu...
Zaki Fahminanda
Zaki Fahminanda Mohon Tunggu... Lainnya - Honesty is a very expensive gift. Do not expect it from cheap people

Kombinasi Semangat dan Etika

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pancasila Reborn

1 Juni 2020   11:48 Diperbarui: 13 Juni 2020   17:44 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang memungkiri, jika kehadiran Covid-19 meluluhlantakan segenap sendi-sendi perekonomian, pembangunan, kehidupan sosial serta   peradaban di dunia saat ini. 

Seluruh lapisan masyarakatpun tanpa terkecuali merasakan pengaruh pandemi ini. 

Tidak peduli statusnya sebagai rakyat biasa hingga tersemat panggilan sebagai konglomerat. Bahkan para penguasa negeri sekalipun, yang bertugas untuk mencegah dan menghilangkan virus ini sudah mencicipi keberadaannya.

Tidak ada yang siap menghadapi kondisi seperti ini. Tapi, jika ada yang sudah bersiap, berarti konspirasi itu memang benar adanya. 

Dulu kita heran kepada para penganut paham flat earth yang sering berspekulasi tentang dunia . Kenapa baru sekarang mereka capek-capek mempermasalahkan bumi itu bentuknya bulat atau datar. Toh mau bulat atau datar kita belum pernah dirugikan dengan kondisi itu.

Kemudian pada saat sekarang ini, yang memang "kondisi kesehatan" dunia perlu dipertanyakan kembali, kita justru menyaksikan lebih banyak bermunculan pemahaman dari para ahli-ahli baru yang merasa sudah seperti Direktur CIA, Sekjen PBB atau sekaliber Albert Einstein dalam menilai kejadian wabah Covid-19.

Ada yang memiliki pemahaman bahwa virus ini sengaja diciptakan oleh sekelompok kalangan untuk menghancurkan perekonomian dunia. Agar bisa mereset kembali sistem dan kondisinya. Dengan harapan seluruh negara di dunia memakai sistem New World Order yang telah mereka persiapkan sebelumnya. Para penggemar teori Illuminati pasti sudah khatam dengan hal-hal seperti  ini.

Kemudian, adapula yang berpemahaman bahwa virus ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu, bahkan sebelum masehi. Jadi manusia di dunia sebenarnya sudah lama berurusan dengan wabah ini. Tidak ada yang istimewa.  Beberapa Virologi bahkan menyampaikan agar tidak usah overreacting dalam menyikapi Covid-19 ini.

Cukup dengan cara menjalani hidup sehat dan bersih saja. Lakukan aktivitas sehari-hari dengan protokol kesehatan yang baik dan benar. 

Mereka berpendapat, bahwa kendati virus ini gampang menular, tapi virus ini cukup rentan dan mudah untuk dihancurkan. Pakai sabun mandi atau sabun cuci piring juga beres katanya.

Sekalipun demikian, dengan massivenya korban yang terus berjatuhan hingga saat ini, cukup membuat kita harus waspada. Total korban di seluruh dunia diperkirakan sudah mencapai sekitar 5,7 juta orang, dan 358 ribu diantaranya meninggal.

Ada yang bergidik ngeri, dan ada yang menanggapinya biasa saja. Tergantung cara dan sudut pandang masing-masing melihatnya. 

Bahkan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat, mengatakan bahwa angka kematian di Provinsi NTT akibat Covid-19 ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).

Negara Indonesia, yang di kawasan Asia tenggara memiliki jumlah kasus Covid-19 terbesar kedua setelah Singapura, bahkah cukup optimis dengan kebijakan New Normal yang akan diterapkan dalam waktu dekat. Meski banyak yang menyebutkan bahwa kebijakan ini terlalu cepat untuk dilakukan, namun dengan pertimbangan pemulihan perekonomian negara, akhirnya pemerintah berikhtiar menempuh jalan ini.

Banyak hal buruk yang lahir akibat dari pandemi ini, seperti kematian, pengangguran, ketimpangan sosial yang semakin jelas, meningkatnya angka kemiskinan, kriminalitas merajalela bahkan hutang yang akan dibayarkan oleh negara diperiode yang akan datang sudah diketahui berapa jumlahnya 

Namun, dibalik semua itu, diantara banyaknya dampak negatif yang dihasilkan oleh pandemi ini, ternyata masih ada nilai-nilai positif yang juga tumbuh subur ditengah-tengah masyarakat dunia dan indonesia.

Dengan merosotnya kondisi keuangan negara, menyebabkan pemerintah sedikit keteteran dalam mengantisipasi dampak dari Covid-19 ini. Masyarakat di tengah keterbatasan masing-masing, akhirnya bergerak bahu membahu, secara pribadi maupun komunitas mencoba hadir untuk mengisi kekosongan yang belum dipenuhi oleh pemerintah.

Di luar negeri, dari Jack Ma, pendiri Alibaba group, Jeff Bezos CEO Amazon, Mark Zukerberg, CEO Facebook hingga Bill dan Melinda Gates, dua orang terkaya di dunia telah mendonasikan Ratusan Juta Dollar Amerika untuk menangani dampak virus Covid-19 ini secara global. Meskipun dua nama terakhir diragukan niat dan tujuannya, karena ada indikasi kepentingan dibalik itu, tapi setidaknya mereka sudah bergerak membantu.

Di Indonesia sendiri, selain para taipan seperti group Bakrie, Mayapada, Astra dan Wardah, pergerakan juga banyak bermunculan dari komunitas-komunitas sosial kecil yang pada awalnya hanya membantu memenuhi kelengkapan APD untuk para tenaga kesehatan, namun akhirnya berlanjut hingga membantu para pekerja-pekerja kerah biru dan masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar/pokok mereka.

Meski hanya dari komunitas kecil, tetapi donasi yang terkumpul untuk penanganan dan dampak dari Covid-19 cukup besar karena jumlah komunitasnya yang banyak. Bahkan pada Bulan Ramadhan lalu, setiap hari di media massa dan media sosial, puluhan dan ratusan komunitas olahraga, kesenian, alumni pendidikan, perkumpulan klub mobil/motor hingga komunitas penggemar game online yang kebanyakan anak-anak remaja juga turut serta menyisihkan uang mereka untuk melakukan donasi penanganan dampak Covid-19 ini.

Mengagumkan!! Sebuah kondisi yang jarang dan sulit untuk dicarikan momen lainnya. Jadi, meskipun dengan pahit dan sulitnya kondisi pada saat ini, ternyata masih banyak diantara kita yang bersedia untuk saling membantu meringankan beban masyarakat di lingkungannya. 

Rasa Kesetiakawanan yang tumbuh justru ketika keadaan sedang tidak berdaya, meskipun ada perbedaan suku bangsa, ras dan agama.

Kekuatan Kesetiakawanan ini bisa menjadi kunci keutuhan dan kekuatan Bangsa Indonesia kedepannya. Tidak hanya untuk pandemi ini saja, bahkan untuk peningkatan perekonomian, mengurangi angka kemiskinan hingga menghilangkan permasalahan sosial dan kriminalitas, prinsip Kesetiakawanan bisa kita andalkan.

Dalam teorinya, kesetiakawanan ini mengandung beberapa hal, diantaranya adalah kepedulian sosial, gotong royong, ikhlas berkorban dan semangat kebersamaan membangun. Keseluruhan kandungannya sebenarnya sudah tertera di dalam ideologi Negara ini, yakni Pancasila. 

Namun dalam prakteknya, kandungan tersebut terkadang sudah terkontaminasi oleh ideologi-ideologi asing yang membuat kita sebagai warga negara sudah tidak saling menghargai, saling curiga, apatis dan bersikap individualis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak hanya warga negara biasa, banyak kejadian saling curiga, apatis, saling hujat, saling bentak, saling menyalahkan, justru disuguhkan oleh para petinggi negeri di media sosial/massa setiap hari. 

Kita sudah biasa melihat Anggota DPR, Gubernur, atau Bupati/Walikota meneriaki rekan kerja ataupun anak buahnya di depan orang ramai. Sudah menjadi makanan sehari-hari.

Jadi jangan heran, jika persilangan pendapat yang dieksekusi dengan saling hujat dan kemarahan oleh para petinggi negeri justru ditiru oleh generasi muda dengan tawuran antar pelajar, perkelahian antar kampung dan antar warga. 

Hal-hal seperti inilah yang membuktikan bahwa rasa kesetiakawanan sosial, keinginan untuk duduk seiya sekata, bermufakat memecahkan masalah bersama-sama sebagai warga negara sudah tidak ada lagi, bahkan dari level paling atas sekalipun.

Sikap-sikap primordialisme dan fanatisme berlebihan sudah menjadi hal yang lumrah di Indonesia saat ini. Bahkan kalau bicara prinsip gotong royong dan semangat kebersamaan mungkin hanya mengingatkan masyarakat pada kegiatan bersih-bersih mingguan saja. Tidak lebih

Kompleks memang, namun dengan kejadian pandemi ini, kita menyadari bahwa ideologi Pancasila sebenarnya masih tertanam dan melekat di dalam sanubari masyarakat Indonesia. 

Pemerintah diharapkan segera menangkap momen ini dengan menghidupkan kembali Ideologi Pancasila melalui program-proram kesetiakawanan nasional. Mulailah gerakan dari tingkat RT, RW, Kelurahan, Desa, Kecamatan hingga Kabupaten/Kota dan Provinsi untuk saling peduli dengan tetangga dan lingkungannya masing-masing.

Pendeknya, jangan hanya saat pandemi ini saja kita saling peduli, namun diluar pandemi ini sebenarnya masih banyak permasalahan bangsa yang semestinya bisa kita selesaikan dengan prinsip kesetiakawanan sosial ini. 

Hidupkanlah kembali ideologi Pancasila guna kesejahteraan Bangsa Indonesia. Selamat Hari Lahir kembali PANCASILA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun