Mohon tunggu...
Zaki Dzulfikar
Zaki Dzulfikar Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance, Copywriter, Frontend Web Developer

'"yang tenang... yang sopan... kuasai keadaan... pelan tapi pasti"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Balik Kemewahan TikTok: Standar Hidup Tak Realistis yang Mengancam Kesehatan Mental

1 Februari 2025   18:04 Diperbarui: 1 Februari 2025   18:04 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial paling berpengaruh di dunia, menarik jutaan pengguna dari berbagai kalangan. Dengan algoritma yang cerdas dan konten yang beragam, TikTok mampu menyajikan video-video yang menarik dan menghibur. Namun, di balik segala kemewahan yang sering diperlihatkan dalam video-video tersebut, terdapat bahaya yang tidak disadari banyak orang: standar hidup yang tidak realistis dan dampaknya terhadap kesehatan mental.

Ilusi Kehidupan Sempurna di TikTok

TikTok dipenuhi dengan konten yang memperlihatkan gaya hidup mewah, mulai dari perjalanan ke destinasi eksotis, koleksi barang-barang bermerek, hingga rutinitas harian yang tampak sempurna. Banyak kreator menampilkan kehidupan yang tampak tanpa cela, seolah-olah kebahagiaan hanya bisa dicapai dengan kemewahan dan kesempurnaan fisik. Hal ini menciptakan tekanan tersendiri bagi para pengguna yang merasa kehidupan mereka jauh dari standar tersebut.

Tanpa disadari, banyak pengguna mulai membandingkan diri mereka dengan para kreator TikTok. Mereka merasa kurang beruntung atau bahkan gagal karena tidak memiliki kehidupan yang "seindah" yang terlihat di layar ponsel mereka. Padahal, apa yang ditampilkan di TikTok hanyalah potongan-potongan terbaik dari kehidupan seseorang yang sering kali sudah melalui proses editing dan seleksi ketat.

Dampak Terhadap Kesehatan Mental

Konsumsi konten yang terus-menerus memamerkan gaya hidup mewah dan kesempurnaan fisik dapat memicu rasa tidak puas dan rendah diri. Melihat orang lain hidup dalam kemewahan dapat membuat seseorang merasa kehidupannya membosankan dan kurang berarti. Tekanan untuk mencapai standar hidup yang tidak realistis ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, bahkan depresi bagi sebagian orang yang merasa bahwa mereka tidak cukup baik atau sukses.

Selain itu, fenomena FOMO (Fear of Missing Out) juga semakin meningkat. Ketika seseorang melihat orang lain menikmati hidup dengan segala fasilitas mewah, mereka bisa merasa tertinggal dan kurang bahagia dalam kehidupan nyata mereka. Tren kecantikan yang tersebar di TikTok sering kali tidak realistis dan didukung oleh filter atau prosedur kecantikan tertentu. Akibatnya, banyak pengguna merasa tidak puas dengan penampilan mereka sendiri, yang bisa memicu gangguan citra diri.

Menghadapi Realita dan Bijak dalam Bermedia Sosial

Meskipun TikTok menawarkan hiburan dan inspirasi, penting bagi kita untuk tetap kritis dalam mengonsumsi kontennya. Tidak semua yang terlihat di TikTok adalah realitas, banyak video yang telah diedit, difilter, atau bahkan dibuat hanya demi konten semata. Kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain harus dikurangi agar kita bisa fokus pada perjalanan dan pencapaian pribadi tanpa merasa harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh media sosial.

Mengatur waktu penggunaan media sosial juga penting untuk menghindari efek negatifnya. Terlalu lama menghabiskan waktu di TikTok dapat meningkatkan rasa tidak puas dan memperburuk kondisi mental. Mengikuti akun-akun yang memberikan energi positif juga dapat membantu menjaga keseimbangan emosi, daripada terus-menerus melihat konten yang membuat kita merasa minder atau tidak cukup baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun