Mohon tunggu...
Zaki Ahmad Satriana
Zaki Ahmad Satriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - 23107030035 - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Hanya orang biasa yang baru mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kisah Inspiratif Pemilik Usaha Konfeksi di Tasikmalaya, Dari Modal Pinjam Uang Teman hingga Ekspor ke Kota-Kota di Jawa Barat

23 Juni 2024   00:57 Diperbarui: 23 Juni 2024   01:19 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar: Dokumen Pribadi
Gambar: Dokumen Pribadi

Kini usaha konfeksi miliknya terus mengalami perkembangan, Gin Gin dan istrinya yang semula hanya mengontrak kini sudah membeli rumah tersebut. Kegiatan produksi pakaian juga semakin meningkat, bahkan kini ia telah mempekerjakan sebanyak 16 orang, termasuk 10 orang yang bekerja di bagian finishing yang setiap hari bekerja di lantai dua rumahnya. Berbagai pakaian wanita seperti daster, gamis, dan jilbab diproduksi kurang lebih sekitar 500 buah setiap harinya.

Untuk desain pakaiannya sendiri, Gin Gin mengaku bahwa desain produk pakaian perempuan miliknya mengikuti sesuai tren pakaian yang ada dan apa yang tengah viral. Selain itu, Gin Gin juga menjelaskan bahwa produk pakaian perempuan miliknya memiliki keunggulan tersendiri yaitu dari segi bordir dibanding produk-produk pakaian dari daerah lain seperti produk Pekalongan yang unggul dari segi bahan ataupun produk Bandung yang unggul dari segi fashion.

"Kita keunggulannya ada di bordir, kota-kota lain kan tidak ada bordir, kalo Pekalongan mereka unggul dari segi bahan karena merajut sendiri, sedangkan kalo Soreang (Bandung) dari fashion kita ketinggalan." ucap Gin Gin.

Tidak hanya sampai di Tasikmalaya saja, produk pakaian perempuan yang diproduksi oleh Gin Gin juga sudah dikirim ke beberapa toko yang ada di kota-kota lain di sekitar Jawa Barat seperti Bandung, Majalengka dan Cirebon. Di masing-masing kota setidaknya ada dua toko dan masing-masing mendapat sekitar kurang lebih 200 buah pakaian per minggu yang dikirim setiap hari Senin, Selasa, Kamis, Jumat, dan Sabtu.

Melihat perkembangan usaha yang sekarang ini sudah berubah menjadi serba online, justru tidak membuat Gin Gin terlalu terpengaruh, Gin Gin mengatakan bahwa ia punya pandangan dan caranya sendiri terkait hal tersebut. Menurutnya meskipun terlihat sangat menggiurkan, tetapi pada kenyataannya tetap ada plus dan minusnya. Selain itu, keterbatasan pengetahuan tentang teknologi menjadi salah satu alasan mengapa ia lebih memilih untuk menjual produknya secara tradisional.

"Kalo ditanya (jualan online) kita pasti tergiur, tapi kan ada plus minusnya" kata Gin Gin.

"Kalo minusnya online itu mungkin kalo ada cacat sedikit pembeli bisa ngomel-ngomel, karena kan tidak bisa dikembaliin, sedangkan kalau beli biasa (tatap muka) kalau misal ada kotor bisa kita bersihin, kalau ada robek bisa kita jahit dulu, tapi kalo plusnya itu tidak ada biaya operasional." tambahnya.

Meskipun begitu, Gin Gin sendiri mengaku tidak menutup kemungkinan untuk ikut memasarkan produknya secara online juga sebagai antisipasi jika misal sewaktu-waktu semuanya sudah benar-benar beralih digital. Produk jilbabnya sudah mulai ada yang dijual secara online lewat beberapa platform seperti tiktok shop dan juga shopee sebagai pondasi agar usaha konfeksi miliknya tidak tertinggal dari yang lain.

"Untuk jilbab kita sudah mulai ada yang dijual online, sebagai pondasi kalau sewaktu-waktu semua sudah online kita tidak ketinggalan " tambah Gin Gin.

Gambar: Dokumen Pribadi
Gambar: Dokumen Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun