Tubuh bak terpajangnya tengkorak.
Diam setenang air tak beriak.
Duduk menepi dari keramaian.
   Â
 Gadis kecil itu tengah menatap.
  Entah bayang apa di depannya.
    Dia terus menatap dan ditatap.
    Â
  Orang berlalu lalang di hadapannya.
  Peduli setan mereka mengacuhkan.
  Â
       Si kumuh dan Si Kotor
         Setia memeluk gadis itu.
  Â
Detik ini
  Â
       Rintihan perut laparnya tersamarkan
         Perih dahaganya tak diindahkan
Terhela nafas tuk menyerah pada alam.
Yang setiap detik menertawainya.
Setiap waktu mencelanya.
       Bahkan detik ini
         Butiran debu bertepuk tangan di atas wajahnya.
           Kepulan asap menari hina mengitarinya.
Dia tertunduk.
Memaklumi semua itu.Â
  Â
       Sedang di depan sana,
        Manusia berkalung emas menebar kepongahan.
           Pundak kecilnya bergedik menolak,Â
             pemandangan itu,
               terlihat mengerikan.
  Â
Detik ini.
      Â
Mata sayunya menyeruak tajam.
Dia gadis yang seolah dirajam.
 Kurang kejam apa hidup untuknya.
 Kurang sengsara apa setiap tarikan nafasnya.
 Â
       Dia hanya gadis kecil.
         Terlalu polos tuk menapak di bumi hina ini.
   Â
  Â
   Â
   #Event Menulis Puisi Menuju 1000 KaryaÂ
    Surabaya, 16/05
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H