Dalam kamus Bahasa Indonesia, egosentrisme didefenisikan sebagai sifat dan kelakuan yang selalu menjadikan diri sendiri sebagai pusat segala hal. Menurut istilah psikologi (Kartono dalam Chaplin, 2008) egosentrisme didefenisikan sebagai menyangkut diri sendiri, keasyikan terhadap diri sendiri. Menurut Khadijjah dalam Yesi Novitasari (2020), Egosentrisme adalah ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif milik sendiri dengan perspektif orang lain.
Disimpulkan bahwa Egosentrisme guru merupakan sifat dan kelakuan yang selalu menjadikan diri sendiri sebagai pusat segala sesuatu perhatian sehingga ia merasa bahwa dirinya adalah seorang yang paling penting dan menjadi tidak peduli atau kurang peduli dengan siswa, teman sejawat, dan kepentingan sekolah.
Sebagai individu yang terlibat dalam pendidikan, kita perlu melakukan introspeksi diri untuk melihat apakah kita termasuk dalam kategori egosentrisme guru di sekolah. Menjelajahi tanda-tanda egosentrisme guru dan merenungkan peran kita dalam memastikan bahwa kepentingan siswa dan komunitas sekolah menjadi prioritas utama.
Tanda-tanda Egosentrisme Guru:
- Keterlibatan yang Terbatas: Apakah kita terlibat secara aktif dalam kegiatan sekolah di luar tanggung jawab pengajaran? Jika kita cenderung hanya memprioritaskan tugas pengajaran dan kurang berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, kolaborasi dengan rekan guru, atau acara sekolah lainnya, ini bisa menjadi tanda-tanda egosentrisme.
- Fokus pada Prestasi Pribadi: Apakah kita terlalu terobsesi dengan pencapaian pribadi, seperti mencari penghargaan atau pujian dari atasan atau orang lain di luar kelas? Jika kita terlalu memperioritaskan prestasi diri sendiri daripada memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa, hal ini bisa menunjukkan egosentrisme.
- Resistensi terhadap Perubahan: Apakah kita enggan menerima perubahan dalam pendidikan, seperti penggunaan teknologi baru atau metode pembelajaran yang lebih inklusif? Jika kita terjebak dalam rutinitas lama dan menolak untuk berkembang dan beradaptasi, ini bisa menjadi indikasi egosentrisme.
Rencana Aksi untuk Menghindari Egosentrisme:
- Memeriksa Motivasi: Perhatikan alasan dibalik tindakan dan keputusan kita sebagai guru. Apakah mereka didorong oleh kepentingan pribadi atau kepentingan siswa dan komunitas sekolah? Memeriksa motivasi kita secara berkala akan membantu kita tetap fokus pada kepentingan yang lebih besar.
- Kolaborasi dan Keterlibatan: Aktif terlibat dalam kegiatan sekolah dan berkolaborasi dengan rekan guru. Terlibat dalam tim pengajaran, proyek sekolah, atau program komunitas dapat membantu kita melihat gambaran yang lebih luas dan memastikan bahwa kita memperioritaskan kepentingan bersama.
- Pembelajaran dan Pengembangan Profesional: Bersikap terbuka terhadap perubahan dan selalu mencari kesempatan untuk belajar dan mengembangkan keterampilan kita. Mengikuti pelatihan, seminar, atau mengikuti perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan akan membantu kita menghadapi perubahan dengan lebih baik.
Merupakan tanggung jawab kita sebagai guru untuk memastikan bahwa kita tidak jatuh ke dalam pola pikir egosentris. Dengan memeriksa tanda-tanda egosentrisme dalam diri kita sendiri dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarinya, kita dapat memastikan bahwa kepentingan siswa dan komunitas sekolah tetap menjadi prioritas utama. Dalam mengabdi sebagai guru, marilah kita berkomitmen untuk melayani siswa dengan integritas, empati, dan dedikasi.
Berikut beberapa pertanyaan  sebagai refleksi diri:
- Apakah Saya Terlalu Fokus pada Pencapaian Pribadi? Sebagai guru, apakah saya terlalu terobsesi dengan pencapaian pribadi, seperti prestasi akademik, reputasi, atau penghargaan? Apakah saya mengabaikan kebutuhan dan perkembangan holistik siswa dalam prosesnya? Jika perhatian saya terlalu terfokus pada kepentingan diri sendiri, ini bisa menjadi tanda adanya egosentrisme dalam praktek mengajar.
- Apakah Saya Kurang Kolaboratif dengan Rekan Guru? Apakah saya enggan berbagi pengetahuan, pengalaman, atau sumber daya dengan rekan guru? Apakah saya sering bekerja sendiri dan merasa lebih baik daripada yang lain? Kolaborasi adalah kunci dalam dunia pendidikan, dan ketika kita tidak terbuka terhadap kolaborasi, ini bisa menunjukkan adanya egosentrisme dalam hubungan kerja dengan rekan sejawat.
- Apakah Saya Menempatkan Kepentingan Pribadi di Atas Kesejahteraan Siswa dan Sekolah? Apakah saya memprioritaskan kepentingan pribadi saya, seperti mencapai target atau mempertahankan kendali, daripada kesejahteraan dan perkembangan siswa dan kebutuhan sekolah? Apakah saya mempertahankan pendekatan pembelajaran yang tidak memperhatikan kebutuhan individu siswa dan tidak mengikuti program sekolah? Jika kita terlalu memfokuskan diri pada kepentingan pribadi, kita mungkin mengabaikan tujuan utama pendidikan, yaitu memberikan manfaat terbaik bagi siswa dan sekolah.
- Apakah Saya Enggan Menghadapi Perubahan? Apakah saya enggan atau kesulitan beradaptasi dengan perubahan dalam dunia pendidikan? Apakah saya tetap pada metode pengajaran yang sudah lama dikuasai tanpa mencoba pendekatan baru yang lebih relevan dan efektif? Jika kita menolak untuk berubah dan mengikuti perkembangan dalam pendidikan, ini bisa menunjukkan adanya egosentrisme dalam sikap dan praktek kita sebagai guru.
Mengakui adanya egosentrisme dalam diri kita sebagai guru adalah langkah awal penting untuk pertumbuhan dan perbaikan. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita dapat memperoleh wawasan tentang apakah kita termasuk dalam egosentrisme guru di sekolah. Jika kita menemukan tanda-tanda egosentrisme dalam diri kita, penting untuk berkomitmen untuk mengubah pola pikir dan praktek kita agar lebih fokus pada kesejahteraan siswa dan komunitas sekolah secara keseluruhan. Kolaborasi, empati, dan keterbukaan terhadap perubahan adalah kunci untuk mengatasi egosentrisme dan memberikan pengalaman pendidikan yang lebih baik bagi siswa dan mewujudkan program sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H