Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Pekerjaan layak & pertumbuhan ekonomi yg inklusif merupakan inti dari tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) No. 8. Namun, pencapaian sasaran ini di Indonesia masih menghadapi banyak sekali tantangan struktural. Faktor-faktor penghambat ini tidak hanya berdampak dalam pekerja, namun juga berdampak pada produktivitas & daya saing ekonomi nasional.
Tantangan-Tantangan yang Menghambat Pencapaian SDGs Nomor 8.
Salah satu tantangan utamanya adalah lemahnya kebijakan yg mendukung bisnis mikro, kecil, & menengah (UMKM). Padahal, UMKM berkontribusi lebih kurang 60% terhadap PDB Indonesia & menyerap lebih dari 90% tenaga kerja. Sayangnya, akses terhadap pembiayaan, pelatihan, & infrastruktur digital masih menjadj kendala signifikan bagi pelaku UMKM. Ketidakseimbangan ini merusak UMKM untuk tumbuh, berinovasi, & bersaing pada pasar global. Kebijakan yg inklusif, seperti memperluas kredit usaba rakyat (KUR) & menaikkan literasi digital bagi pelaku UMKM, sangat dibutuhkan untuk mendukung langkah strategis sektor ini.
Tantangan selanjutnya merupakan rendahnya taraf upah pada beberapa sektor & daerah. Meskipun pemerintah sudah memutuskan upah minimum, perbedaan upah antarwilayah masih menjadi sumber masalah. Tingkat upah yg tidak mencukupi mengakibatkan daya beli rakyat rendah, yg berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah perlu memastikan bahwa upah minimum yg ditetapkan sejalan dengan kebutuhan hidup layak, disertai dengan pengawasan ketat terhadap pelaksanaannya di lapangan.
Faktor lain yang menjadi penghambat adalah ketidaksetaraan gender di dunia kerja. Perempuan seringkali menerima upah lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang setara. Selain itu, akses perempuan terhadap pekerjaan formal dan posisi kepemimpinan masih sangat terbatas. Padahal, peningkatan partisipasi perempuan di dunia kerja dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, seperti program pelatihan khusus bagi perempuan dan insentif bagi perusahaan yang menerapkan prinsip inklusivitas, harus dioptimalkan.
Tantangan keempat adalah kurangnya perlindungan sosial bagi pekerja informal. Sebagian besar tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal yang rentan terhadap eksploitasi dan tidak memiliki jaminan sosial, seperti asuransi kesehatan dan pensiun. Untuk mencapai tujuan SDGs nomor 8, pemerintah perlu memperluas cakupan program jaminan sosial, termasuk bagi pekerja di sektor informal, guna meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh.
Selain itu, infrastruktur dan teknologi yang tidak merata juga menjadi penghambat utama. Wilayah-wilayah terpencil sering kali kurang mendapatkan akses terhadap teknologi dan infrastruktur yang mendukung produktivitas. Ketimpangan ini menghambat pemerataan peluang ekonomi di seluruh Indonesia. Pemerintah perlu mendorong investasi di sektor infrastruktur, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), agar setiap individu memiliki peluang yang sama untuk berkontribusi dalam perekonomian.
Dengan mengatasi berbagai faktor penghambat ini, Indonesia dapat mempercepat pencapaian pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan SDGs nomor 8. Dengan langkah konkret yang terarah, cita-cita pembangunan yang inklusif dan berkeadilan dapat terwujud demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H