Bangka Belitung: eksploitasi SDA dan perebutan ruang hidupÂ
23 tahunSelamat hari jadi ke 23 untuk provinsi Kepulauan Bangka Belitung,sebuah provinsi yang terletak diujung selatan semenanjung sumatera,yang dimana katanya kaya akan sumber daya alam serta keindahan pantainya.
Dalam rangka hari jadi Babel ini nampaknya masih banyak konflik sosial yang belum bisa teratasi di provinsi ini, eksploitasi alam yang berlebihan hingga penggusuran lahan perkebunan warga yang tak jelas asal usulnya.
Tercatat di WALHI (wahana lingkungan hidup) Babel dalam rentang waktu lima tahun belakangan ini (2018-2023) tercatat 11 konflik agraria di Babel.
Dalam kasus konflik agraria dan laut ini,pemerintah serta pengusaha bisa saja merekayasa peraturan daerah dengan menggunakan kekuasaan mereka, misalkan dengan merubah perda, memanipulasi HGU,hingga menggunakan harta mereka untuk menutupi kesalahan,namun ada satu hal yang tidak bisa mereka manipulasi ataupun tidak sepenuhnya mereka lakukan yakni menghapus ingatan kita terhadap eksploitasi alam ini.
Teman-teman silahkan datang ke Bangka maupun Belitung sekarang.
Cobalah mengelilingi seluruh wilayahnya, menikmati keindahan pantainya ataupun mencoba melihat kondisi pesisirnya.
Apa yang kalian rasakan,Suhu alam yang panas? Ataupun banyak bekas tambang tak terurus? Atau awan yang selalu kelabu akibat asap dari mesin diesel kapal keruk maupun isap? Hingga sungai yang kotor akibat tambang ilegal!
Kalian tidak akan merasakan Bangka ataupun Belitung 10-20 tahun yang lalu dimana alamnya yang sangat indah, langitnya bersih akan polusi hingga sungai sungai yang jernih untuk masyarakat mandi ataupun sekedar menghilangkan jenuh pikirannya.
Namun,Bangka yang penuh keindahan serta kekayaan itu,hari ini,sudah mengalami kerusakan yang berlebihan, masyarakat dan perusahaan semakin gencar melakukan eksploitasi alam serta pemerintah dengan bebas mengeluarkan suara HGU ataupun izin pertambangan demi memuaskan libido kapitalisme.
Lalu,jalan-jalan terpampang foto-foto kampanye pejabat dengan segudang janji janjinya.
23 tahun umur provinsi ini, alih-alih menuntaskan konflik pertambangan dan agraria eh,malah nambah permasalahan pemadaman listrik yang selalu terulang setiap tahunnya tanpa ada solusi yang terbaik.
 Sepanjang tahun 2017-2020, sedikitnya terdapat 59 korban meninggal akibat kecelakaan tambang timah baik didarat maupun dilaut (WALHI Babel).Â
Hal tersebut adalah suatu pekerjaan yang serius untuk pemerintah provinsi Kepulauan Bangka Belitung menanggapi tentang izin untuk memperhatikan keamanan dalam mengeksploitasi sumber daya alam.
Dalam catatan dari wahana lingkungan hidup (WALHI) Kep Babel terdapat 434.166,7 hektar lahan pertambangan yang tersebar di hampir seluruh wilayah pesisir Pulau Bangka.
Jumlah ini terbagi di berbagai pesisir mulai dari pesisir Utara yang seluas 139.163,9 hektare, pesisir barat seluas 65.933,8 hektare, pesisir timur dengan luas 229.069 hektare serta pesisir selatan seluas 89.329,4 hektar.
Perjalanan ekploitasi dan perebutan lahan hidup
Perjalanan ekploitasi pertambangan ini sudah dimulai dari sera kolonial sampai era reformasi saat ini, ratusan ribu hektar lahan yang telah dikorbankan dalam eksploitasi ini, ratusan juta gulden uang mengalir ke negara sejak era kolonial.
Meningkatkan lahan yang dijadikan tempat untuk mengeksploitasi sumber daya alam ini menyebabkan ruang hidup yang semakin sedikit,maka masyarakat pun harus hidup berdampingan dengan lahan bekas pertambangan timah ini,yang dimana lahan tersebut rentan terhadap paparan radioaktif.
Meningkatkannya lahan bekas tambang dan semakin menipisnya ruang hidup manusia dan mahluk hidup yang lain teringat dengan sebuah lagi karya Iksan skuter yang berjudul "kami butuh lahan" yang menggema di udara:
Tuan kami hanya butuh lahan
Untuk perjuangkan semua
Yang kami harapan
Hey tuan kami memilihmu untuk
Melindungi mimpi kami
Bukan untuk membuyarkannya
Dan tuan kami memilihmu bukan
Untuk membela pengusaha
Yang merampas tanah kita
Pernahkah tuan membayangkan rasa sedih kami
Pernahkah tuan merasakan amarah kami
Pernahkah tuan membayangkan menjadi kami
Pernahkah tuan membayangkan membayangkan.
Pemerintah dan negara seperti kacang yang lupa kulitÂ
Perlu kita sadari dan dicatatkan bahwa perjalanan eksploitasi ini sudah berjalan ratusan tahun yang lalu,yang dimana uang hasil bumi Bangka Belitung mengalir ke kantong negara ratusan juta gulden dolar.
Besarnya uang yang mengalir kepusat tersebut tidak sebanding dengan dampak yang masyarakat yang menjadi korban diwilayah Bangka Belitung khususnya wilayah tambang tersebut.
Maka dalam hal ini pemerintah dan negara seperti sebuah kacang yang lupa akan kulitnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H