Judul tulisan singkat itu, diakhiri dengan sebuah kalimat seru. Kalimat tersebut mengungkapkan sebuah cetusan harapan, himbauan dari sejumlah orangtua, yang dialamatkan kepada seluruh  stakeholders dalam bidang pendidikan. Lebih khusus, pemangku yayasan persekolahan. Isi himbauan mereka, jelas terungkap dengan kalimat "Tolong Anak-anak kami kembali Belajar di Sekolah".Â
Dari ungkapan itu terbaca adanya harapan dan himbauan. Juga semacam ada "kendala" belajar di rumah. Sebagai misal, seperti  rumah sebagai tempat belajar, juga ada masalah fasilitas belajar, serta proses belajar itu sendiri. Disinilah terjadi pelimpahan tugas dan tanggujawab mengajar atau pembelajaran anak, kembali kepada orang tua sebagai guru yang pertama dan utama. Tetapi dengan "Belajar di Rumah" terjadi pergeseran lagi akan tugas dan tanggungjawab itu.
Sedianya dari orangtua tetapi dilimpahkan  kepada guru di sekolah, dan pada masa pandemi ini tugas dan tanggungjawab kembali dengan sendirinya kepada orangtua dari anak-anak didik tersebut. Guru-guru merupakan pengajar dan pendidik. Mereka, perpanjangan tangan dari tugas dan tanggungjawab orangtua, dan anak-anak pada dasarnya merupakan anak didik, kelompok sasaran dari sistem dan rangkaian tugas belajar-mengajar dalam bidang pendidikan.
Menyoroti "kendala Belajar" di rumah, secara khusus "fasilitas" yang dibutuhkan untuk mewujudkan tugas pembelajaran jarak jauh itu. Memang ada semacam klasifikasi perbedaan. Itu menyentuh keragaman tingkat kemampuan keluarga. Boleh dibilang, ada keluarga yang mampu dan ada yang kurang mampu. Dan itu, berpengaruh besar dalam penyediaan fasilitas belajar di rumah.
Keluarga yang mampu tentu bisa dengan mudah mendapatkan fasilitas tersebut, kalau dibandingkan dengan yang kurang mampu. Fasilitas itu antara lain televisi atau ponsel, atau android yang perlu dilengkapi dengan paket data. Atau anak-anak bisa dikumpulkan di sebuah rumah yang punya fasilitas mumpuni. Tetapi terkadang , tidak terjadi. Jadi jelaslah kendala atau masalah fasilitas itu sendiri. Dalam hal ini kebutuhan akan uang menjadi lebih dari pada biasa. Belum lagi  kalau ditambah dengan pengeluaran untuk kebutuhan makan-minum.
Di samping itu, menyangkut tugas mengajar, pendampingan belajar atau pembelajaran anak itu, sudah pada waktunya untuk kembali kepada guru di sekolah, karena orangtua kerepotan dan sibuk mencari nafkah hidup untuk keluarga, dikarenakan terdampak adanya virus ini. Dan bisa dibayangkan lebih jauh lagi bagi orangtua yang hanya punya pekerjaan serabutan atau jualan kecil-kecilan yang terus dihandalkan untuk kelangsungan hidup dan ekonomi rumah tangga.
Kalau saja ditambah lagi dengan tugas mengajar dan mendampingi maka sangatlah sulit untuk pembagian waktu kerja dan tugas pendampingan akan anak-anak tersebut.
Selanjutnya, dengan belajar di rumah, anak-anak kehilangan (untuk sementara waktu) teman  dan teman bermain. Karena jarang bertemu kembali dengan sesama teman, jarang bertemu dengan guru-guru sekolah, dll. Semua itu sudah terjadi dan masih berlangsung.
Semua hal itu, terjadi selama ini. Di masa pandemi Covid-19 ini, sejak dari awal, dari "Tanggap Darurat sampai pada masa kelonggaran PSBB dan New Normal, diberlakukan Protokol Kesehatan, dengan menggarisbawahi salah satu butirnya adalah "Stay at Home".
Butir Protokol Kesehatan ini dimaksudkan supaya segala pekerjaan termasuk "belajar" dilakukan "di" dan "dari" rumah saja. Tujuannya adalah memutuskan mata rantai penyebaran virus tersebut. Dan kita tahu bahwa hal ini masih diberlakukan sampai sekarang. Memang sudah ada kegiatan pembelajaran tetapi masih dalam sisten online dan jarak jauh.
Pandemi corona ini membawa perubahan dalam sistem dan cara belajar dan penerapan pembelajaran itu sendiri. Protokol Kesehatn "Stay at Home" sungguh mewajibkan semua kegiatan pembelaran berpusat hanya di rumah, dengan sistem "on line" . Tetapi  didalam masa yang  sama ini, sejak dilonggarkan apa yang disebut PSBB, ada sejumlah pelayanan publik mulai difungsikan kembali.
Dalam hal ini Protokol Kesehatan terus diterapkan tetapi dengan sistem pengontrolan yang lebih ketat dan kesadaran dan partisipasi masyarakat ditingkatkan. Tempat dan pelayanan publik itu seperti  mall, pasar-pasar tradisional, tempat-tempat ibadah, pesawat udara, tempat wisata, dan lain-lain.
Melihat difungsikan kembali sejumlah tempat dan pelayanan umum itu, maka sangatlah dimohonkan  agar sekolah-sekolah boleh dibuka kembali sebagai sediakala dengan fungsinya untuk kegiatan belajar mengajar.  Mengapa? Perlu ditambahkan bahwa penerapan Protokol Kesehatan dengan lebih mudah karena anak-anak didik bisa diatur, diawasi, dikontrol dengan lebih gampang  dan mereka dapat diarahkan kepada kesadaran yang maksimal dan berdisiplin cukup tinggi, ketimbang di tempat-tempat publik lainnya.Â
Memang di disi lain, anak yang berumur di bawah umuran SD, seperti Play Group dan TK, Â yang rentan terkena virus bisa menjalani kesibukan belajarnya seperti yang selama ini berlaku. "Tolong anak-anak kami kembali belajar di sekolah". Ini cetusan harapan kami. Kami yakin bahwa anak-anak sadar akan Protokol Kesehatan dan berdisiplin untuk menjalankanya. Kami orangtua ingin agar beban hidup keluarga kami dibantu. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H