Mohon tunggu...
Husna Choiru Zaka Shodaqta
Husna Choiru Zaka Shodaqta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

pencari ilmu selamanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Senjata Tajam Atau Penyembuh Luka

10 Desember 2024   21:57 Diperbarui: 10 Desember 2024   23:15 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Zaka Shodaqta Bersama Al Habib Malik bin Yahya Assegaf (Baidho, Yaman) (Sumber : Galery)) 

Oleh : Husna Choiru Zaka Shodaqta

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Ada seorang ulama mengatakan keindahan jiwamu disaat engkau tersenyum,akan tetapi keindahan akhlaqmu disaat bisa membuat orang lain tersenyum, dari faedah tersebut diartikan bahwa pentingnya menjaga hati orang lain atau membahagiakan orang lain. Membuat orang lain tersenyum itu menjadi suatu amalan yang paling indah diantara amalan -- amalan yang lain bahkan lebih utama dari ibadah-ibadah fardhu (wajib), Seperti yang dikatakan Nabi Muhammad 

 " إِنَّ اَحَبَّ الْاَعْمَالِ اِلَى اللهِ بَعْدَ الْفَرَائِضِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُسْلِمِ". Yang artinya, "sesungguhnya amal yang paling disukai Allah SWT setelah melaksanakan berbagai hal yang wajib adalah menggembirakan muslim yang lain

Akhlaq yang baik diibaratkan seperti penyembuh luka dan lisan diibaratkan pisau yang apabila salah menggunakannya akan melukai banyak orang.

Dikutip dari buku Akhlak Islam karya Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, disebutkan bahwa akhlak adalah karakter, tabiat, marwah, dan agama. Sedangkan secara bahasa, akhlak berasal dari kata "Khuluq" yang artinya tingkah laku, tabiat, atau perangai.

Hakikatnya, khuluq atau akhlak sudah ada dan melekat pada citra batin manusia, yaitu jiwanya, sifat-sifatnya, dan berbagai atribut yang melekat padanya. Imam Al Ghazali juga menjelaskan bahwa akhlak adalah sebuah sifat yang tertanam pada jiwa manusia dan dapat menghasilkan satu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa ada pertimbangan apapun.

 Menjaga lisan adalah salah satu bagian dari akhlak yang sangat ditekankan dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 11:  

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)."

Dalam ayat ini, Allah melarang perbuatan mengolok-olok, menghina, atau merendahkan orang lain melalui perkataan. Keberadaan lisan yang tidak terjaga bisa menyebabkan perpecahan, kebencian, dan perasaan terluka pada orang lain. Kisah Sahabat tentang Menjaga Lisan mengajarkan kita betapa berbahayanya perkataan yang tidak terkontrol dan bagaimana para sahabat Nabi sangat berhati-hati dalam berbicara.

Ada sebuah kisah oleh Imam Al Ghozali dalam kitabnya,Mukasyafat al Qulub bahwa suatu kali dialog Nabi Musa dengan Allah ,Nabi Musa bertanya,"Wahai Tuhanku, aku sudah melaksanakan ibadah yang engkau perintahkan.Manakah diantara ibadahku yang engkau senangi,apakah sholatku?"

Allah menjawab ,"Sholatmu itu hanya untuk dirimu sendiri.Karena sholat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan mungkar

Lalu Nabi Musa kembali bertanya,"Apakah dzikirku?'

Allah menjawab,"Zikirmu itu untuk dirimu sendiri.Karena dzikir membuat hatimu menjadi tenang."

Lanjut nabi Musa "Apakah puasaku?" Allah menjawab, "Puasamu hanya untukmu saja. Karna puasa melatih diri mengekang hawa nafsumu."

"Lalu,ibadah apa yang membuat Engkau senang?" tanya Nabi Musa. Allah menjawab, "Memasukan rasa bahagia kedalam diri orang yang hancur hatinya."

Dalam kitab Al 'Athiyyatul Haniyyah dijelaskan "Barang siapa yang membahagiakan orang mukmin lain, Allah Ta'ala menciptakan 70.000 malaikat yang ditugaskan memintakan ampunan baginya sampai hari kiamat sebab ia telah membahagiakan orang lain".

Bahkan dalam kitab Qami'uth Thughyan diceritakan, Ada orang yang berlumur dosa, namun kemudian Allah melebur dosa-dosanya. Baginda Nabi bertanya kepada malaikat Jibril "sebab apa gerangan Allah mengampuni dosa-dosa orang itu?" malaikat Jibril menjawab Karena ia memiliki anak kecil, ketika pulang dari bepergian, saat ia masuk ke rumahnya, ia disambut putranya yang masih kecil, ia memberikan buah tangan yang membuat sang buah hati bahagia.

Kebahagiaan anak inilah yang mengakibatkan ia memperoleh "Kaffarotudz dzunub", dosa yang diampuni.

Menjaga hubungan persaudaraan adalah kewajiban setiap manusia tanpa terkecuali. Memercikkan api perselisihan sama halnya dengan mengundang adanya permusuhan, peperangan, dan perpecahan. Islam adalah agama perdamaian dan penebar kasih sayang untuk alam semesta. Maka setiap muslim harus memancarkan cahaya kebaikan dan membumikan nilai-nilai Islam dengan perangai yang baik serta sikap yang bijak dan santun. Itulah sebabnya, syariat dan akhlak Islam ditegakkan untuk seluruh masyarakat sebagai pelajaran dan petunjuk.

Perintah untuk memelihara kerukunan tidak cukup hanya dengan teori, dakwah, atau diskusi. Kerukunan akan menjadi mantap jika kita memulai dari diri kita sendiri dengan mencerminkan akhlak yang baik kepada orang lain. Sebab, akhlak yang baik bisa jadi kita akan menginspirasi kepada orang lain. Kita sejatinya adalah cermin. Orang sering kali tidak akan melihat apa yang kita bicarakan tetapi apa yang kita kerjakan. Dengan begitu, maka berakhlaklah yang baik sebagai upaya menjaga persaudaraan kita.

Mengapa harus akhlak? Karena, akhlak ialah yang mampu menjaga ikatan persaudaraan kita tetap harmonis. Akhlak merupakan refleksi jiwa dalam memancarkan nilai-nilai kebaikan, cinta dan kasih sayang. Pada puncaknya kita dapat merasakan kebahagiaan. Sayyidina Ali mengibaratkan akhlak baik air yang dapat menumbuhkan pepohonan. Manusia juga sangat memerlukan akhlak untuk menumbuhkan keharmonisan sosial. Tumbuh dan hancurnya suatu bangsa tergantung bagaimana akhlak warganya. Sebagaimana ungkapan penyair Mesir Ahmad Syauki yang dikutip M. Quraish shihab, "Eksistensi masyarakat ditentukan oleh tegaknya moral; bila moral runtuh, kepunahan mereka tiba." Dalam sebuah hadist, Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya kejahatan dan perbuatan jahat bukanlah bagian dari ajaran Islam. Dan, sungguh baiknya keislaman seseorang adalah ia yang paling baik akhlaknya."

Kualitas Islam tidak hanya ditentukan oleh ibadah yang telah menjadi kewajiban kita seperti shalat atau budi pekerti kita sehari-hari. Artinya, siapa yang baik akhlaknya kepada siapa pun yang di hadapannya maka akan bertambah baik kualitas Islamnya. Terlebih lagi apabila ibadah kepada Allah dilakukan dengan sempurna, kemudian ditopang dengan amal saleh kepada manusia. Maka jadi sempurna iman dan Islamnya.

Rasulullah Saw juga bersabda, "Akhlak yang baik dapat menghapus kesalahan, bagaikan air yang menghancurkan tanah yang keras. Dan akhlak yang jahat dapat merusak amal, seperti cuka merusak manisnya madu."

Imam Jalaluddin as-Suyuthi, seperti dikutip Saleh Muhammad Basalamah, mengatakan, "Tanda-tanda akhlak yang baik ialah bila orang mukmin banyak memiliki rasa malu, sedikit tidak suka mengganggu orang lain, banyak berbuat baik, suka berkata benar, sedikit bicara banyak beramal, sedikit menganggur, sedikit bicara yang tidak perlu, suka berbuat baik dan bersilaturahmi, berwibawa dan penyabar, rela dengan apa yang diterimanya dan banyak bersyukur, bijaksana dan bersikap lembut, serta memelihara diri dan penyayang. Ia tidak suka melaknat dan memaki, tidak suka melakukan naminah (adu lomba), dan juga tidak pemarah. Selain itu, ia juga tidak suka berburu-buru dan menyimpan rasa dendam, tidak pula kikir dan dengki. Ia mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, dan marah juga karena Allah."

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali berkata, "Orang yang diridai Allah adalah orang yang berakhlak dengan akhlak-akhlak-Nya, yaitu menutup aib, memaafkan kesalahan, dan menyembunyikan rahasia saudaranya. Adapun keimanan seseorang tidak sempurna sampai dia menyukai sesuatu yang disukai untuk saudaranya." Ada yang mengatakan, 'Hati orang merdeka adalah maqam bagi segala rahasia.' Ada juga yang mengatakan, 'Hati orang bodoh ada di dalam mulutnya dan lidah orang berakal ada di dalam hatinya.''

Demikian halnya dengan keutuhan persaudaraan kita. Tanpa akhlak maka hubungan kita akan retak bahkan sampai hancur. Jika kita benar-benar ingin menegakkan Islam dengan menjaga persaudaraan, maka milikilah akhlak yang baik dan praktikkanlah dalam interaksi sosial.

Rasulullah Saw. bersabda, "Sungguh engkau tidak akan dapat memberikan kelapangan orang dengan hartamu, tetapi kamu dapat memberikan kelapangan kepada mereka dengan muka yang berseri-seri dan budi pekerti yang baik."

Inilah pentingnya akhlak. Kita dapat selalu memberikan kedamaian kepada orang lain yang tidak punya harta kekayaan. Sebab, harta akan menyentuh jasmani seseorang, sedangkan akhlak akan langsung mengarah kepada ruhani mereka. Apalagi bila kita dapat bederma dengan harta kita yang dibarengi dengan akhlak yang mulia, itu akan jauh lebih baik.

Semoga kita termasuk orang yang selalu mneiru ajaran Rasulullah dan Para orang-orang sholeh yang akhlaqnya luar biasa terhadap siapapun, dan senantiasa bisa menjaga lisan dan perilaku mereka terhadap siapapun, Aamiin Ya robbal Alamin.

Referensi :

1. Al-Ghazali, Muhammad, Akhlaq Seorang Muslim, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

2. Bakhtiar, Laleh, Meneladani Akhlak Allah Melalui al-Asma' al-Husna, terj. Femmy Syahrani, Bandung: Mizan, 2002.

3. Jafar, Husein Al Hadar, Seni Merayu Tuhan, Bandung : Mizan, 2022.

4. https://baznas.go.id/artikel-show/Kisah-Sahabat-tentang-Menjaga-Lisan:-Kekuatan-Kata-dalam-Kehidupan/775

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun