Oleh : Husna Choiru Zaka Shodaqta
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta
Setiap kali akan melakukan sesuatu maka sudah menjadi sunnatullah bahwa manusia diperintahkan untuk mengerjakannya dengan cara yang terbaik. Oleh karenanya wajar jika seseorang kemudian melihat apa yang ia miliki, melihat kesiapannya. Sebagai contoh, saat akan membeli sebuah rumah, wajar jika seseorang melihat modal yang ia miliki. Kesalahan fatal manusia adalah saat melihat kesiapan tersebut kemudian ia bergantung, bersandar dan berharap serta mengandalkan kesiapannya tersebut sebagaimana telah kita bahas pada bab sebelumnya. Sehingga saat melihat kesiapannya belum memadai, ia menunda dan bahkan tidak berani bergerak mengejar harapannya dan sebaliknya saat melihat kesiapannya sangat mencukupi, ia kemudian merasa sangat percaya diri dan bersemangat mencapai cita-citanya.
la lupa bahwa TIADA SESUATU PUN YANG MAMPU BERGERAK TANPA IZIN ALLAH. la lalai bahwa HANYA ALLAH YANG MAHA BERKUASA MEWUJUDKAN SEGALANYA. la tak ingat bahwa ALLAH MAHA KAYA DAN MAHA MAMPU UNTUK MENGAYAKANNYA.
Rasa percaya diri dengan melupakan bahwa yang MAHA BERKUASA adalah Allah adalah rasa percaya diri yang salah yang kami sebut sebagai KESOMBONGAN YANG TERSEMBUNYI.
Fir'aun tenggelam dan binasa karena terlampau percaya diri dengan kekuasaan, pasukan, kekuatan militer dan keahliannya.
Kaum kafir Quraish binasa dalam perang badar karena percaya diri dengan jumlah pasukan dan persenjataannya. sebaliknya Nabi Musa dan para sahabat badar menang karena PERCAYA KEPADA ALLAH TUHANNYA.
Solusi agar apa yang menjadi cita-cita dan keinginan terwujud dengan baik adalah dengan berusaha semaksimal mungkin secara lahiriah dengan memikirkan cara, metode, strategi dan segala upaya sesuai syariat, sementara hati selalu bergantung dan bersandar kepada Allah, sedikit pun tidak mengandalkan usaha lahiriah dan juga tidak memandang remeh usaha lahiriahnya. Hatinya selalu disadarkan bahwa ia tidak mampu bergerak dan melakukan apapun tanpa ijin dan pertolongan Allah. Dengan demikian ia hanya akan bergantung, bersandar dan mengandalkan Allah Yang Maha Kuat, Maha Dekat, Maha Mengerti, Maha Memahami dan Maha Menolong. la tidak akan berhenti untuk meminta bantuan dan pertolongan Allah. la meyakini bahwa Allah akan menjadikannya mampu, memberinya Solusi dengan cara-cara Allah yang serba tak terduga dan tak bisa diperhitungkan. Sebagai contoh adalah kisah Sayidah Maryam 'Alaihassalam saat baru melahirkan Nabi Isa 'Alaihissalam dan bersandar di pohon kurma dalam keadaan lemah dan lapar kemudian Allah memerintahkan beliau untuk menggoyangkan bagian bawah pohon kurma tersebut agar buah-buahnya berjatuhan. Allah mewahyukan:
وَهُزِي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسْقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا
Goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menjatuhkan buah kurma yang masak kepadamu.
(QS. Maryam, 19:25
Perintah Allah ini kalau dilihat dari sudut pandang kesiapan fisik untuk melakukan goyangan kuat pada pangkal pohon kurma agar buah-buah kurma berjatuhan maka sangat tidak memungkinkan. Pertama, sekuat apapun manusia secara umum goyangannya pada batang kurma tidak akan mampu menggerakkannya apalagi membuat buahnya berjatuhan.
Sementara Sayidah Maryam adalah seorang wanita yang baru melahirkan dalam keadaan lemah. Kedua, seharusnya untuk menjatuhkan buah kurma yang berada di pokok atau bagian atas pohon yang digoyangkan adalah bagian atas, akan tetapi Allah memerintahkan beliau untuk menggoyangkan bagian bawah pohon kurma tersebut. Walau tidak masuk akal, akan tetapi ini justru cara Allah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada Sayidah Maryam, Allah tidak ingin menyusahkan dan melelahkan beliau.
Lihatlah apa yang dilakukan Sayidah Maryam, apakah beliau menggunakan logikanya dan mengandalkannya sehingga menolak perintah tersebut? Mustahil beliau melakukan itu, Sayidah Maryam mengesampingkan semua kata logika dan MENGANDALKAN KEMAHAKUASAAN ALLAH TUHAN-NYA! Dan hasilnya buah kurma ruthab yang bersifat lentur dan mudah hancur jika jatuh dari ketinggian, justru berjatuhan dengan lembut dan tetap segar dan utuh seperti baru saja dipetik langsung dengan jari-jari yang lembut.
Kisah di atas mencontohkan dengan jelas agar sekali-kali manusia tidak bersandar pada logika, walau ia harus memperhitungkan dan merencanakan dengan masak apa yang akan ia lakukan. Perhitungkan dengan baik akan tetapi ANDALKAN TUHANMU DALAM SETIAP LANGKAHMU, BUKAN DIRIMU.
Sumber : Buku SOLUSI (Habib Novel Alaydrus)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI