[caption id="attachment_132039" align="aligncenter" width="650" caption="ini iklan penyemangat"][/caption] "rasa-rasa nya berkualitas tayangan zaman dulu daripada sekarang". begitulah kutipan inti pembicaraan antara saya dan teman. siapa yang tidak kenal televisi, wah keterlaluan sekali kalau sampai tidak tahu. setelah era zamannya radio sekarang teknologi visualisasi menjadi andalan tempat hiburan, bisnis, edukasi dan iklan. namun rasa-rasanya graduasi dari zaman dulu ke sekarang sangat kontras, tayangan televisi sekarang sangat di dominasi dengan tayangan yang syarat komersialisasi, intrik dan manipulasi. sejak pertengahan tahun 2007, saya tidak lagi bergeliat menyaksikan acara-acara di televisi, tidak lagi bersemangat seperti dulu waktu zaman-zamannya "Jin dan Jun" atau "Panji Manusia Millenium" atau "Anak Ajaib : Joshua" atau "Tuyul dan Mbak Yul" dan terganggu gara-gara tayangan berita "Dunia dalam Berita" karena pada waktu itu, tepat jam 7 sampai jam 8 malam seluruh stasion televisi akan menayangkan program berita ini (Tahun 1990-2000, tepatnya saya tidak tahu). teringat pada waktu maghrib yang seharusnya pergi mengaji, ini malah kebablasan berdalih sakit perut atau pusing-pusing beralasan karena tidak mau pergi mengaji hanya karena ingin menonton film kesayangan tidak terlewatkan (Mohon maaf jangan di tiru ya). ada kalanya mungkin itu zaman nya saya masih nakal, masih anak kecil, dan masih lucu-lucunya (kalau yang ini jangan dianggap, acuhkan saja). namun pada waktu itu bukan saya tidak bisa menilai mana tayangan yang mengasyikan, mana tayangan yang mendidik, mana tayangan yang punya sense hiburan. saya sendiri bisa mengkategorikan beberapa tontonan yang saya anggap memang mempunyai nilai tontonan yang baik bagi penonton. namun untuk sekarang, terlepas dari saya salah menilai atau hanya anggapan saya sendiri bahwasanya dewasa ini tayangan-tayangan televisi banyak yang perlu di filter baik-baik oleh penontonnya, memilah dan mencerna ulang setiap tayangan. apalagi bagi anak-anak yang haus terhadap informasi. perlu adanya sifat perlindungan dan pengawasaan oleh orang tua, tidak terlepas penonton dewasa juga, untuk menyesuaikan emosi dan perilaku di depan televisi. karena saya sangat sering mendengar beberapa orang berdesas-desus mengkritik sana-sini tidak jelas tujuannya setelah menyaksikan beberapa tayangan berita. bukan niat hati tidak boleh mengkritik, namun mengkritik harus jelas tujuannya dan sesuai arah karena perilaku yang baik akan mencerminkan niat yang baik dan membangun pula, tidak perlu sampai berteriak atau berkata kasar bukan. ini mungkin hanya sekedar pengalaman saya saja, inti permasalahan sebenarnya bukan dari mereka mengkritik lantas berteriak dan berkata kasar tapi catatan saya adalah : jadilah penonton yang baik, bijak dalam melihat pokok permasalahan lihat dari berbagai sudut, dan mencerna segala pokok permasalahan dari berbagai sumber agar dapat menarik kesimpulan yang jelas dan terarah. kecenderungan tayangan sekarang adalah keterpihakan, saya tidak tahu pasti namun saya selalu melihat seperti itu. entah itu keterpihakan dari si stake holder, atau produser, atau sutradara, atau si artis, atau tujuan komersialisasi silahkan anda sekalian yang menilai. masing-masing dari pola tayangan tiap stasiun tv mengarah pada keterbablasan, banyak sekali tayangan-tayangan yang menghibur tapi tidak mendidik, berita yang menginformasikan tapi tidak informatif, tayangan gosip malah ngerumpi jadi bergosip. tentunya ada efek setelah menonton yang di hasilkan, panjangnya pada kehidupan setelah menonton. bukan saya melarang untuk menonton televisi dan tayangannya, tapi ada baiknya anda mempunyai kadar tertentu untuk menyaksikan setiap tayangan karena tontonan sekarang ibarat obat, sederhananya kita cerna dengan dosis yang di anjurkan dan jangan keseringan, karena takutnya akan membuat anda overdosis. sayangnya tayangan-tayangan yang berkualitas perlu rogohan kocek yang cukup lumayan untuk berlangganan, beginilah edukasi kalau sudah di komersialisasi perlu ada sedikit usaha untuk ingin melihat dunia lebih luas. tapi selalu ada alternatif, tergantung usaha dan kemauan kita saja. kalau sudah begitu untuk memikirkan alternatifnya, paling tidak menghindari televisi sebagai media prioritas untuk di tonton. mengalihkan basis informasi pada bentuk bacaan, baik itu koran, buku atau website yang sumber informasinya bisa kita gali dari berbagai sudut pandangan, sehingga membuat pemahaman yang lebih luas dalam memandang suatu kasus. akhirnya kembali membaca dan tidak lupa untuk memutar lagu ini :
Aku ingin membeli tv 72 inchi Untuk bisa aku nikmati Bersama sanak famili
Menyenangkan punya televisi Lihat dunia yang berwarna-warni Asal jangan acaranya basi Cuma bikin keqi
Aku ingin muncul di tv Buat acara sendiri Bukan gossipnya selebriti Harus yang lebih berisi
Menyenangkan punya televisi Lihat dunia yang berwarna-warni Asal jangan acaranya basi Cuma bikin keqi
Uh... di televisi Banyak orang-orang sok aksi Artis, menteri dan politisi Berlomba cari sensasi
Aku ingin muncul di tv Buat acara sendiri Bukan gossipnya selebriti Yang Cuma bikin panjang gigi
Menyenangkan punya televisi Lihat dunia yang berwarna-warni Asal jangan acaranya basi Cuma bikin keqi
Uh... di televisi Banyak orang-orang sok aksi Artis, menteri dan politisi Berita tak guna lagi Tidak trendy lagi Buat apa punya tv
oleh : naif
mari membuat tayangan sendiri, artisnya anda sendiri, televisinya anda buat sendiri dan tidak lupa ajak teman-teman biar yang nonton tidak hanya anda sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H