Selama dekade terakhir, Â jumlah pelecehan dan pelecehan seksual meningkat setiap tahun. Seperti yang kita lihat dari volume pesan media sosial, kasus penyimpangan dan pelecehan seksual dapat terjadi setiap hari. Kasus tersebut terdiri dari pemerkosaan, seks bebas, dan banyak lagi.Â
Data Komnas Perempuan mencatat ada 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2019, di mana 4.989 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual. Bahkan, jumlah kasusnya meningkat hingga 80 persen.
Data Jumlah Kasus Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan)
Pada tahun 2020 Komnas Perempuan 461 laporan kekerasan seksual, 371 pelecehan, 229 pemerkosaan, 181 pelecehan seksual, 166 pelecehan seksual, 10 percobaan pemerkosaan, dan 5 kasus lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa pelaku pelecehan seksual di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pelaku yang berusia diatas 20 tahun tetapi juga oleh pelaku yang berusia dibawahnya. Â
Sejak awal, Laporan Tahunan Komite Nasional tentang Kekerasan terhadap Perempuan atau bisa disebut CATAHU diterbitkan untuk merayakan Hari Perempuan Internasional. CATAHU berubah setiap tahun berdasarkan jumlah, jenis, ragam, wilayah, tren, dan metode penanganan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.Â
CATAHU 2022 mencatat dinamika pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, lembaga pelayanan, dan Badilag. Sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan tercatat, termasuk rincian, 3838 pengaduan ke Komnas Perempuan, 7029 lembaga layanan, dan 327.629 Badilag. Angka-angka ini menunjukkan bahwa CBG perempuan meningkat secara signifikan sebesar 50%. Dengan kata lain, pada tahun 2021 terdapat 338.496 kasus (naik dari 226.062 kasus pada tahun 2020). Menurut data BADILAG, terjadi peningkatan tajam sebesar 52% atau 327.629 kasus (dari 215.694 kasus pada tahun 2020).Â
Di antara banyak kasus, terdapat berbagai kendala penyelesaian kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk badan hukum dan badan hukum yang berasal dari penggunaan ketentuannya.Â
Keterbatasan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus tersebut, seperti staf, fasilitas, dan anggaran, telah berulang kali dikeluhkan oleh instansi pemerintah untuk pelaksanaan layanan yang optimal. Jumlah 4.444 kasus meningkat karena banyak faktor, antara lain :
1. Kurangnya peraturan hukum untuk perbuatan asusila
2. Kurangnya pendidikan bagi kaum remaja
3. Lingkungan yang negatif
4. Kurangnya pengawasan peraturan/hukum
Adapun dari pelecehan seksual terebut terdapat solusi masing-masing yakni:
1. Mencari lingkungan pertemanan yang baik
Sebagai makhluk sosial, kita harus memilah teman-teman yang baik menurut kita sendiri. Kalau ada teman kita yang merasa menyimpang secara seksual, sudah menjadi kewajiban kita sebagai temannya untuk mengingatkan agar teman kita tidak terjemurs ke jalan yang salah.
2. Memberi atau mencari mengenai pendidikan seksual
Banyaknya kasus-kasus yang ada di Indonesia diakibatkan oleh kurangnya pendidikan yang tertanam oleh masyarakat tentang pentingnya pendidikan seksual (Sex Education). Hal tersebut dianggap remeh sehingga menyebabkan banyaknya masyarakat yang menghiraukan hal tersebut sehingga munculnya banyak kasus pelecehan seksual.
3. Mengetatkan aturan hukum mengenai pelecehan seksual
Kurangnya aturan atau sila-sila mengenai pelanggaran tindakan asusila di Indonesia menyebabkan banyaknya masyarakat untuk menyempatkan menggunakan hawa nafsu mereka untuk melakukan tindakan asusila dan semacamnya.Â
Oleh karena itu, aturan perundang-undangan di Indonesia perlu ditinjau ulang agar kasus tindakan asusila tidak terjadi lagi di Indonesia. Sama halnya seperti di Aceh, pelaku tindakan asusila dapat dihukum bukan dipenjara melainkan dilempar batu atau dirajam sesuai hukum Islam yang berlaku oleh Pemerintah Aceh disana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H