“Mas, kuliahnya online lagi yah?”, Tanya seorang tukang cukur kepada saya yang waktu itu memang lagi asyik merasakan goresan pisau cukur di sekitar rambut saya.
“Wah, kalo itu nggak usah ditanya lagi pak, sampe sarjana kayaknya haha.” Jawab saya spontan sambil bercanda.
Sudah dua tahun lebih pendidikan Indonesia, bahkan sedunia kali yah, telah mengadakan perkuliahan secara daring atau yang bisa kita sebut "e-learning". Sejak Menteri Pendidikan mengumumkan melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran coronavirus disease (covid 19), seluruh peserta didik mendadak mengalami perubahan dalam sistem pendidikan. Perkuliahan yang pada mulanya bersifat konvensional (tatap muka) berubah menjadi perkuliahan berbasis daring atau online.
“Pandemi mengubah tradisi pembelajaran”
Memang benar, sistem perkuliahan yang semula face to face menjadi screen to screen. Bahkan saya ingat, akhir-akhir ini seminar-seminar yang saya ikuti, seorang MC atau pembawa acara dari sebuah webinar sudah bukan lagi mengatakan “Kepada Bapak narasumber , waktu dan tempat disilahakan” tetapi berubah menjadi “Kepada Bapak narasumber, waku dan layar disilahkan” karena seminar yang diadakan secara daring. Yah….saya ingat peristiwa itu karena mbak pembawa acaranya sangat manisss. Opss…..
Okeh-okeh….kita kembali ke perkuliahan daringnya,
Sekarang ini, yang menjadi masalah adalah sistem pendidikan telah berubah, tapi masih banyak metodologi yang diterapkan dengan cara lama. Banyak pihak yang sebenarnya belum siap sepenuhnya untuk melaksanakan perkuliahan daring ini. Namun, mau tidak mau mereka harus dapat menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.
Para dosen dan mahasiswa yang masih gaptek (gagap teknologi)pun dituntut agar lebih memahami perkembangan teknologi. Dari seorang pribadi yang tidak pernah memegang laptop dan handphone, menjadi pribadi yang tiap harinya menghadap laptop dan handphone. Entah itu e-learning maupun WFH (Work From Home).
Tapi apakah memang sitem perkuliahan e-learning secara virtual ini benar-benar efektif?
Menurut survey yang telah saya lakukan terhadap beberapa teman terdekat saya dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel dan universitas lainnya, tujuh dari sepuluh orang mengaku bahwa mereka merasa sangat kesulitan dalam memahami materi yang diberikan oleh dosen. Misalnya teman saya yang berasal dari pesantren berbasis salafi yang kemudian mengambil jurusan di teknik elektro, dia merasa bahwa dari semua materi yang telah diberikan oleh dosen, hanya 30 % saja yang berhasil diserap dan dipahaminya selama masa e-learning ini.