Mohon tunggu...
MUHAMAD ZARKASIH
MUHAMAD ZARKASIH Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pemerhati Masalah Sosial, Budaya dan Politik

Pemerhati Masalah Sosial, Budaya dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU HIP di Ruang Kegelisahan Umat Islam

6 Maret 2021   06:06 Diperbarui: 6 Maret 2021   06:12 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agak mengejutkan ketika pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin mengatakan bahwa kontroversi yang terjadi atas RUU HIP bukan karena perdebatan akademik konstitusional semata, namun bisa jadi karena kelompok Islam dalam 5 tahun terakhir ini merasa diperlakukan tidak adil oleh kekuasaan, dan itu bersifat inkonstitusional. Sepertinya Irmanputra Sidin ingin meneguhkan sebuah pendapat bahwa RUU HIP adalah sebuah trigger yang meledakkan tumpukan kekecewaan sebahagian umat Islam dalam beberapa kasus yang terjadi pada tahun-tahun belakangan.

Kasus kontroversi RUU HIP yang terjadi pada akhirnya haruslah dilihat sebagai penolakan yang "murni", tanpa kepentingan golongan yang bersifat pragmatis. Ini berbeda dengan ketika kasus Ahok, yang bisa saja demo umat Islam saat itu dipandang sebagai bersifat politis, dalam konteks pilkada DKI. Atau juga aktivitas beberapa ormas Islam menjelang pilpres lalu yang sangat kental nuansa politisnya.

Perbedaan paling besar dari gerakan umat Islam kali ini dengan gerakan-gerakan sebelumnya adalah, ormas-ormas Islam terkristal di dalam satu pemikiran yang sama, yaitu menyelamatkan bangsa dan negara ini dari kemungkinan bangkitnya komunisme di Indonesia. Tentu situasi ini sangat berbeda dengan sebelumnya, dimana ormas-ormas Islam terpecah dengan ide dan kepentingannya masing-masing. Saat ini semua ormas bagaikan melawan musuh bersama, yaitu RUU HIP. Perlawanan itu sampai saat terakhir membawa hasil: pemerintah meminta DPR menunda pembahasan RUU HIP. Sebuah keputusan yang menenangkan banyak fihak, termasuk ormas-ormas Islam.

Gerakan ormas Islam di dalam menentang sesuatu memang bersifat masif, memiliki kesan terorganisir. Itu mungkin salah satu alasan yang membuat R. William Liddle berpendapat bahwa ancaman demokrasi Indonesia masih kuat. Liddle mencatat belum ada yang seluruhnya hilang atau belum terselesaikan dari sejak 1955 sampai 2019 ini. Secara khusus Liddke menyoroti tentang radikalisme yang dianggapnya bangkit lagi.  Padahal, menurut Liddle, di awal Reformasi, sejumlah pengamat, termasuk dirinya, turut menyimpulkan bahwa gigi radikalisme sudah tercabut oleh kebijakan Soeharto. Kegiatan politik tokoh Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, serta organisasi seperti NU dan Muhammadiyah diyakini ikut membenamkan paham radikal keagamaan tersebut. Namun, ternyata kini radikalisme hidup kembali. Terbukti terutama pada kampanye 2016-2017 yang menjatuhkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Apa yang dikatakan oleh Liddle itu tak sepenuhnya benar, terutama bagian tentang "radikalisme yang menjatuhkan Basuki Tjahaja Purnama. Gerakan itu bukan gerakan radikalisme, meski kental nuansa agamanya. Apa yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam saat itu mungkin agak terasa unsur politisnya, namun bukan berarti ia sah disebut sebagai bentuk radikalisme. Bahwa kemudian ada yang naik dan ada yang tumbang, maka itu harus tetap dilihat sebagai sebuah proses demokrasi.

Setelah kasus Ahok itu, beberapa kali Umat Islam mengalami kegelisahan, namun sepertinya kegelisahan itu hanya berdiri sendiri di sebuah ruang hampa, tanpa perhatian. Benar bahwa tak semua ormas yang terlibat di dalam demo atau aktivitas untuk merespons sebuah keputusan atau kebijakan pemerintah, adalah sepenuhnya berjalan di rel atas nama umat dan agama. Tetap saja ada

kepentingan pragmatis yang diselimuti oleh jargon-jargon agama. Hal-hal yang berbau agama, misalnya kitab suci, diberi penafsiran secara kurang obyektif, karena berdasar pada kepentingan pribadi atau golongan.

Demo atau aktivitas apa pun yang merespons RUU HIP terasa sekali nuansa kebangsaannya, nuansa nasionalismenya. Meski memang tetap ada unsur agama yang kental di dalamnya. Namun unsur agama itu bukan hanya bicara soal "surga atau neraka" tapi yang tak kurang penting adalah soal kuatnya semangat untuk menjaga keutuhan NKRI, menjaga Pancasila sebagai ideologi negara. Maka di ruang seperti itulah RUU HIP berputar-putar diantara Umat Islam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun