Tone deaf memiliki arti tidak peduli, tidak memiliki kepekaan atau tidak mampu berempati kepada sekelilingnya. Sering diidentikan dengan egosentris atau hanya mementingkan diri sendiri dan merasa istimewa. Sikap ini sangat tidak menyenangkan terutama bila seseorang memiliki tone deaf berada di tengah kehidupan sosial.
Pernahkah kamu memiliki teman, sahabat, saudara atau bahkan pasangan hidupmu yang memiliki sifat Tone deaf?. Tentu rasanya seperti hidup sendirian ya. Ia tidak peduli atau tidak peka terhadap perkataan dan sikap serta perilakunnya kepada orang lain. Hal ini bisa memicu kericuhan dan ketidaknyamanan dalam hubungan yang sedang berlangsung.
Sebenarnya apa yang menyebabkan seseorang memiliki tone deaf?. Dampak negatif dari tone deaf, siapa yang paling terdampak? Dan bagaimana menyikapi orang-orang yang memiliki tone deaf?. Berikut penjelasannya.
Sebab Seseorang Memiliki Tone Deaf
Sikap dan perilaku manusia diadopsi dari lingkungan, teman bermain, figur otoritas yaitu orang tua, guru dan seseorang yang dituakan dalam satu keluarga atau lingkungan. Seseorang yang diperlakukan secara istimewa sejak kecil oleh yang disebutkan di atas membuatnya tumbuh menjadi seseorang yang merasa spesial dan buta terhadap perasaan orang lain. Meremehkan kesulitan orang lain dan sikap memamerkan keberuntungannya tanpa memikirkan perasaan orang lain yang melihat dan mendengarnya.
Merasa spesial dan selalu beruntung berbeda dengan orang yang memiliki gangguan kepribadian narsisitik personality disorder. Berbeda pula dengan orang-orang yang memotivasi orang lain untuk bisa menyikapi hidup dengan ketegaran. Orang tone deaf ini cenderung tidak peduli dengan apa yang dirasa oleh orang lain, yang ia tahu betapa nikmatnya kehidupannya dan dia memamerkannya tanpa mempedulikan rasa dan keadaan di sekitarnya.
Disikapi spesial oleh orang tua ketika ia salah, ia tidak pernah ditegur dan diarahkan, selalu dibela dan dianakemaskan. Diperlakukan terhormat ketika seseorang melihat taraf hidup seseorang yang dianggap beruntung secara finansial atau taraf ekonomi atas. Disanjung-sanjung ketika ia tidak memiliki value atau tidak sesuai dengan prestasi yang anak tersebut ciptakan, selalu diperlakukan luarbiasa, sehingga ia merasa dirinya sangat berharga dan orang lain tidak lebih penting dari dirinya.
Menerapkan sistem parenting tidak selalu mengabaikan ketegasan. Menyalahkan anak ketika salah dan membela anak ketika ia benar juga bagian dari sistem Pendidikan moral pada anak, namun pada batas-batas yang normal, tidak menggunakan kekerasan verbal dan non verbal padanya untuk kesehatan jiwanya dan membantu kecerdasan emosionalnya kelak. Siapa lagi yang mengajarkan akhlak kalau bukan orang tua, namun tentu dalam bentuk cerita itu lebih mudah diserap oleh anak daripada dalam bentuk nasihat.
Dampak Negatif Tone Deaf
Seperti ulasan di atas bahwa sikap tone deaf menimbulkan rusaknya suatu hubungan, berawal dari mencoba menerima sikap dari seorang tone deaf lama kelamaan mengadopsi sikap yang sama. Sikap tone deaf ini sangat menyebalkan Sebagian pihak karena merasa diabaikan dan merasa hanya diri sendiri yang hebat dan spesial, tentu saja ia tidak disukai oleh orang lain. Bisa kita bayangkan orang yang tidak memiliki empati, sulit sekali bisa menjaga sikap dan menyaring kata agar tidak menyakiti orang lain.
Dampak lainnya, orang tersebut dibully oleh orang lain dan dibenci. Membeli barang mewah dipamerkan atau tidak pada waktu yang tepat kepada orang yang tidak mampu membelinya, mendatangkan bullyan dan kebencian kepadanya. Orang yang merasa tidak mampu bukanlah iri padanya tetapi tidak menyukai sikap merasa istimewa di tengah orang yang sedang diuji penderitaan oleh Allah. Tidak mudah melihat situasi yang sedang terjadi di tengah kehidupan sosial selain dari seringnya kita menggunakan rasa empati kepada orang lain.
Orang-orang yang memiliki tone deaf ini, sulit sekali memikirkan dampak sosial, ia cenderung mengikuti isi pikirannya sendiri, buta dan tuli terhadap situasi yang sedang terjadi dan merasa superior. Tidak memiliki rem untuk berkata-kata yang bisa berdampak kepada mental orang lain, seperti contoh "orang miskin tidak perlu pintar, yang pintar cukup orang-orang kaya saja". Kalimat miskin dan kaya ini sering dilontarkan oleh orang-orang yang merasa beruntung hidupnya kepada orang yang dianggapnya tidak seberuntung dirinya.
Apa yang terjadi pada mental orang-orang yang tidak punya ini?, tentu saja ia berkecil hati untuk menjadi spesial juga sama seperti orang yang berkata-kata tersebut. Ia merasa tidak berguna dan merasa tidak perlu membangun diri menjadi seseorang yang memiliki value. Yang berkata tentu tidak kena mental tetapi mental menjadi anjlok ketika yang mendengar tidak cukup kuat untuk menahan mentalnya yang terjadi berikutnya adalah hilangnya kesadaran dan terjadi tindakan kekerasan fisik.
Malah bisa berdampak kepada menghilangkan nyawa yang menghinanya. Dampak negatif dari tone deaf ini sangat luas dan justru mengerikan. Lalu apa yang harus dilakukan agar kita tidak memiliki sikap tone deaf di dalam diri kita? Atau bagaimana agar kita tidak terdampak oleh sikap tone deaf ini?
Menyikapi Tone Deaf
Orang yang mengidap tone deaf ini harus memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ia hidup dalam lingkungan sosial. Ada manusia lain yang tidak seberuntung dirinya yang hidup berdampingan dengannya di bumi ini. Merasa beruntung dan spesial cukup dinikmati saja dengan sikap yang tenang, yang merasa bahagiakan dirinya, belum tentu orang lain ikut merasakan kebahagiaan yang ia rasakan.
Menyadari bahwa dunia ini berisi teori hukum energi, Dimana segala sesuatu yang keluar dari diri kita baik itu perkataan, sikap maupun perilaku mempunyai konsekuensi dan akan kembali kepada kita. Alam dan seisinya termasuk manusia diatur oleh hukum-hukum alamnya. Sikap tone deaf terkait dan menggerakan hukum-hukum alam: hukum getaran, hukum korelasi, hukum transmutasi energi abadi, hukum sebab akibat, hukum konpensasi.
Bila hukum-hukum alam yang kita gerakan dan tidak dikendalikan, maka semesta kecil dalam diri kita akan memberikan efek negatif. Kesadaran akan hukum-hukum alam inilah yang membuat hal ini terkendali dengan baik. Ketika kita tidak mampu dan abai dengan hukum-hukum ini tentu saja kita akan terkena hukuman dari apa yang telah kita kerjakan sendiri.
Bagi yang terdampak sikap tone deaf yang harus mengabaikan orang yang mempunyai tone deaf ini. Acuh merupakan cara terbaik, sebelum orang yang memiliki sikap tone deaf menyadari dan merubah pola pikir dan perkataannya kepada orang lain. Apakah orang tone deaf bisa menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya?, tentu saja bisa asalkan ia berniat memulai untuk mengamati sekelilingnya dengan hati nuraninya.
Mampu mencegah diri dari kezaliman dan menzalimi orang lain secara verbal dan non verbal. Memiliki kesadaran bahwa tidak ada yang senang bila diperlakukan semena-mena oleh orang lain dan menyadari bahwa, bila mereka diperlakukan baik tentu saja mereka akan memberikan reaksi yang sama. Untuk menghidupkan hati nurani dibutuhkan karma buruk, menerima hasil perbuatan buruknya kepada orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H