Mengarahkan Pikiran dan Perasaan di KehidupanÂ
Sumber bencana adalah salah menempatkan antara penggunaan logika (pikiran) dan perasaan ini. Manusia memiliki bermacam cara dalam menerima informasi, ada yang melalui pikiran dan masuk ke dalam perasaannya ada pula yang lebih dulu menangkap informasi berdasarkan perasaannya. Individu yang mudah berempati kepada orang lain cenderung menggunakan perasaannya dalam menangkap sesuatu daripada individu yang menggunakan logika.
Terdapat ciri tertentu di dirinya yaitu ia mudah merasakan penderitaan orang lain dan lebih mengutamakan urusan orang lain dari pada urusannya sendiri. Sebaliknya dengan orang yang lebih mengandalkan akal pikiran lebih mementingkan dirinya terlebih dahulu dari pada urusan orang lain. Bahkan ia tidak ingin melibatkan pikiran dan perasaannya untuk kepentingan orang lain.
Setiap persoalan dan kehidupan bersosialisasi tentunya selalu melibatkan keduanya. Kita cenderung dipaksa dengan keadaan yang mengharuskan menggunakan akal pikiran dan melibatkan perasaan. Bila hanya berdasarkan logika atau pikiran saja, manusia akan mudah menyakiti hati individu yang lebih menggunakan perasaannya. Lebih mengedepankan perasaan tentunya akan lebih selamat dan mudah masuk ke dalam hati orang lain.
Pikiran dan perasaan merupakan pemberian Allah SWT yang harus disyukuri. Dapat kita bayangkan bila kita hanya memiliki akal pikiran tanpa perasaan dan sebaliknya?. Kehidupan tidak akan berjalan lancar, terjadi kerusakan dan pembunuhan dimana-mana, saling menyakiti satu sama lain dan memuaskan kehendak semauanya tanpa memikirkan hak hidup orang lain.
Perasaan yang tersakiti dapat menurunkan banyak hal di dalam diri orang lain dan juga merugikan diri sendiri. Perasaan yang terjaga memberikan anugerah dan menambah rezeki karena menjaga perasaannya tentunya membuat ia sulit menolak kita dan membuat ia merasa terhormat sebagai pembeli, atasan, guru, orang tua, suami, istri, anak, bawahan lainnya.
Lantas bagaimana agar kita bisa menggunakan keduanya dalam segala aktivitas?, tentunya dengan kesadaran yang tinggi. Kondisi pikiran dan perasaan yang tenang dan mampu melihat kepentingan dan arti manusia yang sebenarnya bahwa setiap manusia memiliki hak dan juga kewajiban yang harus diberikannya kepada orang lain. Kita cenderung menuntut hak dan telah merasa cukup melakukan kewajiban yang seadanya. Padahal kewajiban setara dengan hak, kewajiban yang kita berikan itu adalah hak orang lain begitu pula sebaliknya, kewajiban dia adalah hak kita sebagai manusia.
Keuntungan Menerapkan Pikiran dan Perasaan Pada Tempatnya
Apapun yang sesuai pada tempatnya akan tampak indah dan teratur. Demikian pula menerapkan pikiran dan perasaan pada tempatnya, kita akan mudah diterima, disayangi, dihormati dan memberikan kedamaian serta dirindukan oleh orang lain. Mungkinkah kita membenci orang yang mampu beradaptasi, berbicara yang baik, sopan dan menghargainya, apakah itu pada anak-anak atau orang tua, menawarkan produk kepada orang yang tepat dan tidak memaksa, meminta bantuan tapi orang tersebut tidak merasa dimanfaatkan dan sejenisnya?.
Dia akan mudah menerima nasihat, membeli produk tanpa merasa dipaksa karena sesuai kebutuhannya atau karena hatinya merasa terpaut dengan cara yang kita tawarkan, rela membantu orang lain tanpa merasa dimanfaatkan. Semua itu karena kita telah berhasil menggunakan pikiran dan perasaan kita kepada orang lain dan bukan hanya pikiran dan perasaan kita yang ingin dimengerti oleh orang lain dengan memaksakan kehendak pribadi.
Berjualan dengan budget cukup besar diperlukan "tenaga ekstra" untuk memperoleh pendapatan, salah satunya dengan cara menyentuh hati pembelinya. Apakah kita mau membeli barang yang tidak kita butuhkan?, tentu kita akan menolak tawaran tersebut, tetapi ketika sang penjual begitu cerdas menggunakan hatinya untuk membuat kita tertarik dengan barang yang ditawarkan, apakah kita mampu menolaknya?. Seseorang yang baik, ramah, senyum selalu menghiasi wajah ketika bertemu dengan orang lain sangat menyenangkan di hati orang lain.