Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Mengapa Rasa Memiliki Itu Menyiksa

10 April 2022   11:05 Diperbarui: 23 April 2022   03:40 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Close up of woman legs bondage with old rusty metal chain and pad lock in the dark room

Persoalan dalam kehidupan ini berasal dari persepsi diri kepada sesuatu, seseorang atau lingkungannya, hal tersebut masuk melalui penglihatan dan pendengarannya hingga menghasilkan persepsi dan asumsi tersebut. 

Seperti yang kerap terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang merupakan lingkup kecil suatu komunitas, kelompok kehidupan manusia atau disebut juga negara kecil dalam suatu negara yang besar yang berisi suami, istri, anak, mertua, ipar dan kerabat. Di mana ada manusia tentunya akan ada aktivitas dan persepsi tersebut.

Ketidakpahaman kita mengelola pikiran dan perasaan dapat menimbulkan berbagai persoalan, dari yang tidak ada menjadi ada, membesar dan merumitkan kehidupan. 

Kita tidak menyadari bahwa kita telah larut di dalam persoalan yang berasal dari pikiran kita sendiri hingga menimbulkan rasa ingin membalas dendam seperti suami atau istri yang berselingkuh, suami atau istri menyiksa secara fisik dan psikis tanpa bisa memahami apa yang melatarbelakangi hal tersebut terjadi. Tentunya diperlukan ilmu untuk memahami tentang jiwa diri sendiri maupun orang lain.

Pernahkah kita mendengar atau melihat teman atau saudara yang menangis karena merasa tidak diperlakukan adil oleh orang lain atau bahkan pasangannya sendiri?

Mengapa kesedihan dan kemarahan itu terjadi, apa yang melatarbelakangi "rasa" itu hingga membuatnya menjadi seorang yang putus asa hingga mengalami perceraian dan enggan untuk melanjutkan hubungan tersebut lebih jauh lagi?

Sudah benar-benar hilangkah nurani orang lain tersebut hingga dia merasa sangat terzalimi? Atau apakah itu hanya perasaannya saja? Berikut penjelasannya.

Mengapa Manusia Menangis dan Bersedih?

Menangis disebabkan karena hati yang disentuh atau tersentuh oleh hal yang mengejutkannya, apakah itu perasaan haru atau kedukaan. 

Guncangan batin yang tidak tertahankan hingga menumpahkan air matanya, namun apakah kesedihan itu perlu dipertahankan terus menerus? Kapan kita harus menghentikan kesedihan tersebut? 

Apakah itu disebabkan oleh orang lain atau karena merasa menyesal telah berbuat kesalahan kepada orang lain. Tentu saja kita harus segera menghentikannya karena kesedihan itu dapat merusak kebahagiaan dan membuat kita merasa lebih tidak berharga sebagai makhluk Allah SWT yang sempurna secara penciptaan.

Menangis boleh saja, namun tidak larut dalam kesedihan dan kemarahan tersebut. Kesedihan dan kemarahan atau kekecewaan berada pada level energi yang rendah yaitu 20 HZ dan tentunya kita akan menarik hal yang menyedihkan lainnya masuk ke dalam kehidupan, karena manusia memiliki kekuatan dalam pikiran dan perasaannya (gelombang elektromagnetik atau medan magnet). 

Sumber: Shutterstock
Sumber: Shutterstock

Apakah kita ingin sengsara akibat dari perbuatan orang lain? Tentu saja tidak, bukan? 

Peran yang kita sandang dalam kehidupan tidak harus dijiwai hingga menyakiti diri dalam realita kehidupan kita sendiri, sedangkan kesedihan yang terus menerus berada pada alam bawah sadar yang tidak dilepaskan.

Mereka yang menyiksa psikis orang lain telah dipenuhi oleh prasangka tidak baik dan merusak kesehatan psikis orang lain, namun apakah kita ingin dipermainkan dengan permainan yang mereka ciptakan?

Tentu saja tidak. Lepaskan kesedihan dan kemarahan tersebut dan kembalilah merdeka secara hakiki, kita berhak untuk bahagia dan berdaulat penuh terhadap diri sendiri. 

Siapa lagi yang membuat kita bahagia selain diri sendiri yang mampu menciptakannya, kebahagiaan seperti apa yang kita inginkan hanya kita yang benar-benar memahaminya.

Sebab Berputus Asa

Putus asa berasa dari dua sumber, yaitu rasa memiliki yang sangat kuat dan tidak percaya dengan diri sendiri. Dua hal ini menciptakan cerita yang panjang kepada psikis maupun fisik seseorang, mengapa demikian?

Seseorang yang merasa memiliki sesuatu yang sangat kuat cenderung mengatur sesuai dengan keinginannya dan tidak sesuai dengan ekspektasi. 

Ia menjadi lupa bahwa setiap manusia memiliki hak dan berdaulat dengan dirinya sendiri, hal ini yang membuat orang lain merasa tertekan dengan aturan yang terlalu atau otoriter, tidak bebas berpendapat dan tidak menjadi dirinya sendiri tetapi menjadi seperti yang diinginkan orang lain tersebut.

Sikap ini membuat pemberontakan terjadi dengan berbagai cara dan tentunya hal-hal yang diinginkan tersebut jauh dari harapan. 

Kebanyakan terjadi di dalam rumah tangga antar pasangan adalah cenderung memaksakan kehendaknya kepada pasangan tersebut tanpa bisa melihat apakah aturan tersebut mampu dilaksanakan bersama atau hanya berlaku sepihak saja, pada kenyataannya berakhir menekan dan menyiksa bagi pihak lainnya. Di sinilah kekecewaan mulai datang dan akhirnya menyalahkan orang tersebut seolah menzaliminya (playing victim).

Manusia sulit melihat apakah itu kesalahannya ataukah kesalahan orang lain, kita cenderung lebih memilih menyalahkan orang lain atas kegagalan dan kesalahan yang kita alami. 

Apakah kita boleh merasa dizalimi sedangkan kita yang memaksakan kehendak kepada orang lain?

Perselingkuhan mulai terjadi, siksaan lahir dan batin mulai dialami dan berbagai hal yang tidak menyenangkan mulai berdatangan ketika kita tidak berkenan berdamai dengan diri sendiri dan selalu menuntut dibahagiakan. 

Perselingkuhan sendiri adalah perbuatan tidak pantas untuk dilakukan oleh siapapun, namun perselingkuhan terjadi karena pemberontakan yang dilakukannya untuk mempertahankan rumah tangga tersebut, apakah tidak bisa diperbaiki lagi? Tentu saja bisa, asalkan keduanya sepakat untuk mengubahnya.

Sedangkan rasa tidak percaya dengan diri sendiri ini juga sebagai pencetus rasa putus asa. Tidak percaya dengan diri sendiri karena terlalu melihat kekurangan diri dan merasa tidak memiliki kelebihan sedikit pun, padahal hakikatnya manusia diciptakan lengkap beserta kelebihan dan kekurangan. 

Cobalah mengenali kelebihan diri yang tentunya ada dan tersembunyi, hanya saja kita belum benar-benar mengenali diri sendiri. 

Kelebihan tersebut bukan terletak pada fisik saja namun bagian jiwa atau dalam diri seperti kecerdasan-kecerdasan yang kita miliki, kemampuan yang bersifat abstrak ini hanya kita yang mampu mengenalinya.

Manusia diberikan kelebihan dari luar dan dalam dirinya, dari luar tentu saja yang bersifat fisik namun bagian dalam diri jauh lebih kuat (pikiran dan perasaan yang positif) daripada luar dirinya yang dapat tergores dan rusak (level force). 

Temukan diri sendiri dan kekuatan apa saja yang ada di dalam diri itu sehingga kita tidak akan mudah terombang-ambing oleh perilaku orang yang tidak baik. 

David R.Hawkins seorang peneliti dan psikiater telah menjelaskan dalam level kesadaran manusia (consciousness) bahwa kekuatan diri berada pada level inner power 700-1000Hz, dan ketika kita telah berada pada level ini merupakan indikasi bahwa kita telah berada pada kesadaran murni tanpa diintervensi atau mengintervensi orang lain, benar-benar berdaulat dengan diri sendiri dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

Hati Nurani

Masihkah kita berhati nurani? Pertanyaan ini seolah klise dan tidak penting namun hal ini menunjukkan hakikat manusia masih kuat di dalam dirinya. Mengapa membahas hati nurani? Tentu saja karena kita sering mengabaikan hati nurani kita kepada orang lain terlebih kepada orang-orang yang kita kasihi. Mengatasnamakan cinta, kasih sayang dan perhatian tetapi pada praktiknya kita malah membuatnya sakit dan tertekan.

Kita tidak menyadarinya bahwa semua rasa dan sikap yang kita berikan itu justru malah menyiksa karena perhatian dan cinta itu telah berubah menjadi obsesi, mengekang dan menuntutnya. Bila sayang tentu akan terasa damai olehnya, namun bila obsesi tentunya akan terasa menyakitkannya dan bersifat menguntungkan sepihak saja. Apakah harus dibebaskan melakukan berbagai hal semaunya? Tentu saja tidak.

Berikan saja kebaikan dan kasih yang murni, menjaganya dengan bahasa kasih maka hal yang sama akan kembali dengan sendirinya. 

Tempatkan semua pada tempatnya, karena terkadang kita membalik fungsi tersebut hingga kita tidak kuat menanggungnya karena fungsi yang tidak pada tempatnya. 

Contohnya seharusnya istri yang diatur tetapi sering terjadi sebaliknya, suami yang mencari nafkah tapi sering pula terjadi sebaiknya, istri yang mencari dan suami tinggal di rumah.

Alhasil semua sikap akan berubah karena istri yang mencari nafkah ia menjadi kepala keluarga dan suami menjadi pengikutnya, lain hal bila keduanya mencari bersama demi kelangsungan ekonomi keluarga dan selalu bermusyawarah dalam berbagai hal di dalam rumah tangga. 

Persoalan bermula dari persepsi yang berbeda dan menyikapinya tentu akan berbeda pula. Bila dilihat dari sudut pandang yang sama dan dari arah yang sama tentunya akan menghasilkan kesepakatan dan kedamaian bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun