Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cara Pandang Individu terhadap Profesi pada Wanita

16 April 2021   10:35 Diperbarui: 16 April 2021   10:40 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia selalu melihat dan menilai sesuatu berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Ada yang negatif dan positif. Ketika manusia melihatnya dari sudut pandang yang positif maka hasilnya akan positif begitu juga sebaliknya.

Sering terdengar kasak kusuk di belakang, bahwa perempuan yang berprofesi atau berkarir terkesan sombong,tidak mampu, tidak peduli dengan keluarga, sok wanita karier, sok hebat, sok pintar, dsb. Stigma ini berasal dari sudut pandang yang negatif. Namun ketika kasak kusuknya berisi "dia membantu keluarganya, dia menolong suaminya, dia meringankan beban keluarganya, dia wanita yang peka dengan kebutuhan hidup anak-anaknya,dll", maka kasak kusuk akan terhenti berubah menjadi kata pujian.

Kasak kusuk ini dapat menghentikan minat seseorang terhadap pekerjaannya dan membuat kehidupan orang lain menjadi sedikit terancam karena sikap sosial. Dapat mempengaruhi jalan pikiran orang-orang terkait hingga orang tersebut benar-benar berhenti dan tidak memiliki profesi lagi. Cara individu menghentikan semangat kerja seseorang memang sangat mengerikan.

Stereotipe ini membuat Indonesia menjadi kekurangan tenaga wanita yang berprofesi penting seperti peneliti, paramedik, astronot, sutradara, bahkan menteri, dll. Stigma profesi wanita hanya berhenti pada pekerjaan rumah, mengurus anak, masak, beberes rumah dan melayani suami (diskriminatif). Cara masyarakatpun akan berbeda memperlakukan dua profesi ini (wanita karir dan ibu rumah tangga).

Tidak ada yang salah dengan perempuan yang bekerja sesuai keahliannya. Membantu perekonomian keluarganya terlebih disaat pandemi seperti sekarang ini. Masyarakat cenderung cemburu dengan para wanita yang berprofesi sehingga memberikan stempel negatif dan selalu menemukan kesalahannya, sebenarnya apa yang disebut profesi?.

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus. Dikaitkan dengan kode etik, sertifikasi dan lisensi pada suatu bidang tertentu. Profesi ini didapatkan melalui pendidikan akademik dan non akademik beda dengan bekerja biasa dirumah atau berwirausaha.

Wanita yang Berkarir

Wanita yang bekerja sesuai profesi memang sangat dituntut eksistensinya sehingga membuat mereka seolah kekurangan waktu untuk keluarganya. Alangkah baiknya semua dipertimbangkan dan dibicarakan sebelum menikah dan dimasukan sebagai prasyarat pernikahan. Apakah tetap boleh bekerja setelah menikah atau harus berhenti, karena bila tidak ada persyaratan tertulis pengaruh apapun akan mudah memasuki kehidupan rumah tangga setelahnya.

Perempuan terkadang dianggap tidak kompeten menjalankan tugasnya dalam profesi yang banyak digeluti oleh para pria seperti Pilot, Wara, Arsitek, Pemadam kebakaran, pekerja konstruksi, astronot, Polwan, dll. Menganggap bahwa perempuan hanya cocok ditempatkan diposisi yang lemah dan  yang ringan saja di dalam rumah. Tapi harus pandai mencari uang juga, naah bagaimana ini? , berarti bekerja dirumah ya.

Cara kerja otak perempuan adalah multitasking, mampu melakukan banyak hal dalam satu waktu. Wanita sering mengalami perubahan secara drastis dari mimik muka dan ucapan serta perilaku. Perubahan drastis ini sering disalahartikan oleh orang sekitar, seolah itu adalah ketidakmampuan dan keangkuhan .

Banyak pula anggapan bahwa ketidakmampuan diukur dari jenis kelamin dan anggapan ini membuat para perempuan menjadi selalu tergeser dan tidak pernah mendapat tempat yang sama secara profesi yang digeluti para pria. Banyak contoh dari negara lain bahwa wanita dapat melakukan pekerjaan yang sama seperti pria tanpa mempertimbangkan unsur jenis kelaminnya. yang terjadi di negara ini adalah karena stigma yang telah mendarah daging yaitu "wanita ujung-ujungnya hanya mengurus anak dan masak".

Sering terdengar kalimat ini "tidak usah sekolah tinggi-tinggi, ujungnya hanya kedapur juga", kalimat ini membuat batas bagi kaum perempuan untuk mengembangkan sayapnya. Padahal para pria di masa sekarang ini banyak berprofesi sebagai koki. Artinya memasak bukanlah hal yang dikhususkan untuk para wanita saja.

Secara sudut pandang individu, wanita karir adalah wanita yang mementingkan diri sendiri dan tidak mau repot dengan urusan rumah tangga, dll. Selentingan seperti ini hanya didapat dari asumsi negatif saja tanpa bisa melihat sebab akibat. Setiap profesi memiliki alasan tertentu yang hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan dan tentunya dalam rangka mencukupi perekonomian atau malah sekedar untuk menyalurkan panggilan hati.

Penghasilan tentunya untuk keluarga, dirinya, anak-anaknya dan sebagai penolong suami yang sedang mengalami persoalan ekonomi. Bila didukung dengan sikap yang positif tentu mereka akan menjadi lebih positif dan mampu mengutamakan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu. Membagi waktu yang layak antara karir dan keluarga merupakan cara cerdas bagi para wanita yang berkarir.

Wanita yang Bekerja di Rumah 

Wanita yang bekerja di rumah secara psikologis anak dan suami, akan merasa aman karena ada ibunya didalam rumah tersebut. Semua urusan rumah menjadi beres dan aman terkendali. Namun ketika kebutuhan hidup semakin melonjak pada akhirnya istri harus mengambil alih dan berperan ganda untuk menambah pendapatan, mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Tidak selamanya stempel bahwa hanya sebagai ibu rumah tangga adalah yang terbaik. Pada realitanya banyak para wanita bekerja baik itu di luar rumah maupun di dalam rumah. Tuntutan hidup secara tidak langsung telah mengubah stigma para perempuan yang hanya bertugas menjaga anak dan memasak saja.

Para ibu rumah tangga memiliki peran sebagai istri, ibu dan pendukung nafkah dalam rumah tangganya juga termasuk mengolah keuangan. Pekerjaan mulia seorang perempuan perlu diapresiasi karena peka terhadap tugas dan kewajiban bahkan terkadang tidak terlalu menuntut hak sebagai perempuan seutuhnya.

Bekerja diluar ataupun dalam rumah dengan membuka usaha sendiri, keduanya tetap beraktifitas dan bekerja. Keduanya pula tentu teralihkan dari tugas pokok yaitu mengurus rumah pada tepat waktu, dll. Berbagi tugas merupakan solusi terutama dimasa pandemi seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun