Mohon tunggu...
Seiri
Seiri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi S1 Akuntansi Universitas Mercu Buana

Nama : Seiri NIM : 43222010166 No. Absen : 35 Dosen Pengampu : Prof Dr. Apollo, M.Si.AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kuis Etik - Diskursus Cincin Gyges, dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   06:27 Diperbarui: 15 Desember 2023   15:15 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://stock.adobe.com/id/search?k=conclusion

CINCIN GYGES

Pada suatu hari, seorang gembala istana kerajaan Lydia sedang merumput ketika tiba-tiba badai topan melanda, diikuti oleh gempa kuat yang membuat bumi terbelah. Gyges, gembala tersebut, melihat celah besar dan memutuskan untuk turun ke dalamnya. Di dalam, ia menemukan sebuah kuda perunggu dengan pintu yang misterius. Setelah membukanya, Gyges menemukan kerangka manusia yang mengenakan cincin emas di jarinya. Tanpa ragu, ia mengambil cincin tersebut dan keluar dari celah.

Beberapa waktu kemudian, Gyges menyadari bahwa ketika ia mengenakan cincin itu, ia dapat menghilang dan tidak terlihat oleh orang lain. Dengan kekuatan cincin ini, ia memasuki istana raja tanpa diketahui siapa pun. Gyges memanfaatkan kekuatan cincin untuk menggoda dan merayu ratu tanpa sepengetahuan orang lain. Ia bahkan berhasil membujuk ratu untuk membunuh raja dan merebut kekuasaan, semua tanpa ketahuan.

Glaucon menggunakan kisah Gyges sebagai alegori dalam perdebatan tentang keadilan dengan Sokrates. Sokrates menyatakan bahwa hidup adil lebih baik dan memberikan tiga alasan: orang adil adalah orang bijak dan baik, ketidakadilan mengakibatkan kekacauan dalam diri seseorang, dan keutamaan adalah suatu kebaikan yang membuat hidup lebih bahagia.

Namun, Glaucon mencoba membantah Sokrates dengan mengatakan bahwa orang berperilaku adil hanya demi menjaga harga diri dan reputasi mereka sendiri, bukan karena alasan sejati.

https://images.app.goo.gl/Pfp7jNJ4xvS7tLP2A
https://images.app.goo.gl/Pfp7jNJ4xvS7tLP2A

Konsep Yang Adil menduduki posisi sentral dalam perbincangan filsafat, dianggap sebagai keutamaan paling mendasar yang mengatur interaksi antar individu dan membentuk dasar tatanan sosial yang stabil.

Secara umum, Yang Adil sering diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan norma moral, di mana seseorang berusaha melakukan apa yang dianggap benar secara moral dan siap memberikan pelayanan kepada sesama. Meski demikian, para filsuf berupaya melampaui pemahaman konvensional ini. Mereka berusaha untuk menyelami hakikat Yang Adil sebagai suatu keutamaan moral dan karakter manusia yang diharapkan oleh masyarakat. Selain itu, mereka mengeksplorasi sejauh mana prinsip etis Yang Adil berperan dalam pengambilan keputusan sosial saat ini. Meskipun diskusi ini berlangsung, namun belum ada kesepakatan akhir yang dicapai oleh para pemikir tersebut.

Ketika Sokrates berdialog dengan Cephalus, Polemarchus, dan Thrasymachus mengenai konsep keadilan dalam karyanya "Politeia" atau "the Republic," perbincangan dimulai di rumah Polemarchus selama perayaan dewi Bendis di Piraeus.

Cephalus mengartikan keadilan sebagai berkata jujur dan mengembalikan barang yang dipinjam. Namun, Sokrates menantang pandangan ini dengan contoh situasi di mana mengembalikan senjata kepada seseorang yang kehilangan kendali tidak akan dianggap adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun