Mohon tunggu...
Zainussani
Zainussani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahaiswa magister Ekonomi syariah

menganalisi isu-isu ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Program Susu dan Makan Siang Gratis, Solusi atau Beban?

22 Maret 2024   08:05 Diperbarui: 22 Maret 2024   08:05 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar spanduk susu & makan siang gratis

Prabowo-gibran resmi memenangkan pilpres 2024 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah satu program uggulan yang dinanti-nantikan dan sangat sering dibicarakan adalah susu & makan siang gratis untuk mengatasi stunting sebagai kunci Indonesia emas 2045.

Stunting sering dilihat sebagai kunci Indonesia emas 2045 dimana pada saat itu 70% masyarakat Indonesia berada pada usia produktif. Tapi usia produktifnya tidak dibarengi dengan dengan tubuh yang sehat malah akan jadi beban Negara dan tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi, karena faktanya  1 dari 5 anak berusia di bawah 5 tahun di Indonesia masih bergizi buruk/stunting yang ditandai dengan berat badan yang rendah, tinggi badan pendek dari standar normal, dan mudah terkena penyakit. Walaupun tinggi angka ini udah jauh turun dari 2013 yang mencapai 375 atau 1 dari 3 anak Indonesia.

Menurut data World Bank  stunting bisa menurunkan kesehatan, kecerdasan, dan produktifitas seseorang. Anak yang mengalami kondisi stunting pun berpeluang mendapatkan penghasilan 20% lebih rendah sehingga dalam jangka panjang akan memberikan kerugian ekonomi sebesar 2-3% dari produk domestik bruto (PDB) pertahun. PDB Indonesia saat ini Rp19.000 triliun berarti ruginya itu Rp400-600 T/tahun.

Merespon tantangan ini pasangan prabowo Gibran program susu & makan siang gratis sebagai solusi utama masalah stunting. Gagasan ini terinspirasi dari gerasakan revolusi putih di india pada tahun 1950 yang berkontribusi menjadikan india dari konsumen menjadi produsen yaitu 22 % produksi susu global berasal dari india, angka kematian anak <5 tahun turun signifikan (75% sejak 1970-2023) namun butuh waktu 20 tahun untuk hasil yang signifikan.

Dari beberapa program prabowo-gibran Susu & makan siang gratis yang paling strategis dan dekat dengan rakyat karena dirasakan langsung oleh rakyat, namun butuh waktu yang lama untuk melihat hasilnya dibanding program yang lain. Untuk itu kita akan kaji dengan 3 pertanyaan :

Program salah sasaran?

Banyak sekali yang kritik program ini karena dianggap salah sasaran. Berdasarkan riset dari berbagai sumber  pemenuhan gizi paling krusial itu sebelum anak lahir hingga 2 tahun. data menunjukkan 23% anak lahir stunting karena ibu hamil kurang gizi dan anemia, stunting meningkat signifikan saat umur 6-23 bulan karena kurang protein hewan saat MPasi. Sedangkan program dari susu & makan siang gratis penerimanya mayoritas anak usia sekolah yang munkin undah terlanjur gizi buruk.

Tapi perlu kita ketahui bahwa mendata ibu hamil dan bayi baru lahir gak mudah apalgi ngomongin distribusi bantuannya yang akan tidak efisien, makanya Negara lain yang sering disebut oleh prabowo-gibran programnya untuk anak sekolah . sehingga kasih ke anak sekolah lebih praktis secara distribusi dan biaya.

Investasi atau beban Negara?

Menurut hitungan dari katadata uang yang diperlukan mencapai Rp446,57 triliun/tahun untuk target penerima 82,9 juta orang. Biaya program susu & makan siang gratis ini hamper sama besarnya dengan biaya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yaitu Rp446 triliun, 2 kali lipat lebih tinggi dari anggaran kesehatan yaitu Rp186 triliun, dan 60% dari anggaran pendidikan yang mencapai Rp661 triliun di 2024. Anggaran sebesar itu dari mana? Pertanyaan ini belum ada jawaban yang kongkrit seperti anggaran mana yang akan dipotong, atau kejar pajak lebih agresif, atau pajak mana yang akan dinaikin ataukah manambah utang Negara. Alangkah lebih baik program ini dimulai dari skala kecil yaitu ibu hamil, anak 0-11 tahun pada daerah tingkat stunting tinggi, kalau berhasil barulah di duplikasi dalam skala besar.

Ladang korupsi baru ?

Makin besar jagkauan suatu gerakan maka pengawasan jadi lebih susah sehingga potensi kebocoran makin lebar, contoh kasus di Depok program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sentuh Rp4,4 miliar untuk mencegah stunting, namun ternyata program tidak sesuai standar gizi dan penjadwalan program tidak teratur. Seakan akan menjadi tradisi di Indonesia ketika program pemerintah yang menggelontorkan stimulus, subsidi, dan BLT sering sekali kita lihat pejabat yang korupsi, menteri yang ditangkap, penerima yang salah sasaran.

Secara keseluruhan Program susu & makan gratis ini program yang bagus tidak sekedar buang-buang duit aja, namun harus dieksekusi transparan dan tepat sasaran sehingga hasil yang akan dicapai bias melahirkan manusia berkualitas tinggi dan bersaing secara global walaupun tidak dalam jangka pendek.

Bagaimana menurutmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun