Walaupun BPR/BPRS setara dengan bank umum, Namun perjalanan BPR Dan BPRS semulus bank umum, dalam 5 tahun terakhir 167 bpr yang tumbang , ada yang bangkrut. Likuidasi, dan pencabutan izin. Kok bisa ?
Pada zaman kolonial, BPR dibentuk untuk membantu rakyat kecil agar terlepas dari utang rentenir, Â Pada orde baru lahirnya PAKTO 1998 (Paket Kebijakan Oktober 1998) yang memberikan kejelasan agar kegiatan usaha BPR diperuntukan masyarakat golongan mikro, kecil, dan menengah.
Pada tahun 1992 diakui sebagai salah satu jenis bank selain bank umum yang diatur oleh undang-undang NO. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Setelah jaminan simpanan bpr dijamin undang-undang di Undang-undang No. 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan (LPS) banyak masyarakat yang menabung di BPR, apalagi pada tahun 2011 BPR sudah diawasi oleh OJK.
Pada tahun 2008 dibentuk bank pembiayaan rakyat syariah yang diatur di dalam Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan BPRS adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdirinya BPRS sendiri dilator belakangi oeh kondisi prekonomian Indonesia yang sedang mengalami restrukturisasi. Keberadaan BPRS memiliki tujuan khusus yaitu menyediakan jasa dan produk perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, dan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) baik diperkotaan maupyn dipedesaan.
Menurut Purbaya, pada umumnya kebangkrutan BPR bukan disebabkan oleh kondisi perekonomian nasional, melainkan adanya permasalahan dalam tata kelola bisnis bank. "Umumnya karena fraud di BPR tersebut," ujarnya. Â Ia mengungkapkan, penyebab izin usaha suatu BPR dicabut biasanya karena permasalahan mendasar mulai dari tindak pidana perbankan seperti kecurangan (fraud) hingga persoalan tata kelola (governance) dan manajemen risiko yang lemah.
Adanya fraudÂ
Salah satu yang dilakukan adalah penyaluran Kredit fiktif dengan mencatat sejumlah nasabah dan Adanya praktik korupsi atas penyaluran kredit melalui kerja sama dengan debitur  sehingga menyebabkan pinjaman macet,  pembengkakan beban bunga dan terkena denda. Adanya praktik korupsi atas penyaluran kredit melalui kerja sama dengan debitur
Persoalan Tata KelolaÂ
Pada awal tahun 2024 penettapan status BPRS Moto Arjo berdasarkan Pasal 16C ayat (1) dan ayat (4) Klaster Stabilitas Sistem Keuangan serta Pasal 325 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Lebih lanjut, penetapan status tersebut juga bertujuan agar Pengurus/Pemegang Saham melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi BPRS Mojo Artho. Sayangnya, upaya penyehatan yang dilakukan oleh Pengurus/Pemegang Saham tidak dapat mengeluarkan BPRS Mojo Artho dari status pengawasan BDP. Alhasil, dengan pempertimbangkan kondisi keuangan BPRS Mojo Artho yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka pada 12 Januari 2024 BPRS Mojo Artho ditetapkan sebagai Bank Dalam Resolusi (BDR). Penyebabnya adalah pengelolaan BPRS yang tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian.
Banyaknya Kredit Macet
Banyaknya kredit macet pada tahun 2022 sebesar 8,12% meningkat pada tahun 2023 menjadi 10,05% yang totalnya 13,89 triliun dari total penyaluran kredit RP137,97 triliun. yang disebabkan oleh dampak dari pandemi, belum stabilnya prekonomian daerah, dan keharusan BPRS untuk melakukan aktifitas seperti bank umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H