Weber menggambarkan bahwa peningkatan rasionalisasi dalam dunia social kapital Barat, telah menjebak individu dalam sistem yang semata-mata didasarkan pada efisiensi teologis. Ia pun mengistilahkan birokrasi tatanan social menjadikan malam  sedingin es kutub. Â
Sampai kini para ilmuwan masih menjadikan istilah  IRON CAGE ini sebagai masalah serius yang harus di tuntaskan oleh para ilmuwan social, seperti missal, salah satunya adalah perubahan iklim, dan juga adanya kesenjangan kekayaan, dan pula persaingan saling tikam walau dipoles dengan kemanusiaan.
Mereka yang dilahirkan dalam sangkar ini akan menjalankan perintah-perintah kenyataannya dan mereka terus akan terjebak mereproduksi sangkar itu dan  akan selama-lamanya.
Dengan demikian, kehidupan yang telah dibangun tersebut belum menemukan cara hidup seperti apa yang bisa menjadi alternatif hilangnya IRON CAGE yang memang dirasa tidak ideal itu ?
Bersamaan dengan Talcott Parson menyambungkan kegelisahannya Webber (tahun 1930an), seorang Kiai kampung di Tasikmalaya, Syeh Abdul Fattah membawa spirit tarekat sufi Idrisiyyah menjadi alternatif jawaban kekhawatiran Weber dan kegundahan Parson itu.
Berdirinya Pesantren Tasawwuf Idrisiyyah yang menarasikan kesejahteraan dunia dengan menggunakan kacamata akhirat.
Spirit entrepreneurship gaya baratnya kemudian dikembangkan penerusnya yaitu putra beliau Muhammad Dahlan dan Cucunya M Daud Dahlan  melanjutkan tampuk ideologi bisnis islaminya.
Dan puncaknya dirasakan  saat ini Ketika Mursyid Tarekat Idrisiyyah dipimpin Syeikh M Fathurrohman, berhasil membangkitkan ekonomi keummatan.Â
Fenomena tambak ikan  luas yang dimiliki Lembaga Pesantren, belasan mini market punyanya koperasi orang-orang tasawuf, banyaknya rumah makan dan caf milik jamaah yang semangat dan rutin berdzikir, dan seabrek fenomena menggiurkan secara duniawi tapi dikuasai tangan-tangan terampil yang memiliki mata sembab karna sering ritual menangisi dosa dan muhasabah malam. Â
Bersyukur kemaren pun saya menikmati opening kedai Bakso dan mie ayam yang terus dikembangkan, disamping kedai kedai BURJO yang menghiasi indahnya spirit bisnis kaum santri ini.
Mursyidnya telah berhasil dengan detil memahami zuhud sebagai pola "menguasai dunia dengan tangan ansich, dan mengeluarkan dunia dari hati".