Oleh : Zainurrofieq
Hari kemerdekaan 17 Agustus tahun 2020 ini, sangat istimewa bagi saya, pasalnya setelah menikmati fenomena upacara kemerdekaan pasukan sarungan (santri ramai berupacara) dilanjutkan dengan demonstrasi tim LH (Lingkungan Hidup) di depan rumah, mempraktekan pengolahan sampah plastic menjadi paving block. Dua fenomena ini mengindikasikan ada sebuah pergeseran nilai ke arah lebih baik di dunia pesantren khususnya yang "nota benne" merupakan "gressroot" dan harapan masa depan bangsa.
Sisi ini saya rasa merupakan penguatan nasionalisme santri dan konsep kemandirian pesantren.
Sudah lebih dari setengah tahun memang saya dan tim keliling sampai ke Orang China dan Kampus ITB, dan hasilnya apa yang dipertontonkan hari kemerdekaan ini yaitu sebuah proses sederhana dari pengolahan limbah sampah plastic di 'godog' dengan bahan oli dan meleburkan menjadi bahan cetakan "pavingblock", dan dibuatkan mesinnya.
Limbah sampah plastik memang sesuatu yang sangat susah dipetakan selama ini, karna asumsi masyarakat dan mungkin pemerintah hanya pada rotasi buang-angkut-timbun, sementara bahan plastic sangat susah terurai maka jadilah sampah menjadi fenomena kotor dan bahkan kesemrawutan.
Sampah selain bahan plastic (yang organic) mumkin sudah mulai akrab dengan asumsi dan ide gerak kita yaitu proses fermentasi menjadi kompos yang disatukan dengan kesadaran akan pentingnya bercocok tanam secara sehat dan alami (Bercocok Tanam adalah Ibadah).
Kini saatnya mulai menggulirkan kampanye ZERO WASTE mulai dari komunitas kobong santri sampai pesantren dan masyarakat RT/RW secara lebih luas.
Bab " Annadzofah" dan "Attoharoh" dikalangan santri sudah bisa tuntas di "logat" dengan suasana tanpa sampah dan hijau menyehatkan.
Yang luar biasanya lagi, tidak hanya gerbang memperindah dan menyehatkan suasana, tapi juga menyejahterakan. Dengan cara, sebenarnya sampah itu sudah mulai bisa dihargai dengan angka satu kilonya kisaran 500 rupiah sampai seribu rupiah.
Maka kini tidak akan lagi ada istilah pengangguran, kalo saja seseorang hanya mampu bekerja mengambil sampah plastic di lingkungan RT sendiri, yang diprediksi tim ahli bisa sampai rata-rata 0,5 kg per person per hari (dari 0,8 kg semua limbah per person), berarti dalam satu RT saja yang hanya 50 KK (200 orang) misalkan, potensi sampah plastiknya bisa sampai satu kuintal per hari, berarti senilai 50 ribu rupiah per hari per RT dan 1,5 juta perbulan per RT.
Proses pembuatan mesinnya pun sangat sederhana dan murah meriah, maka tidak ada alasan lain selain harus tertanggulangi dengan baik isyu sampah plastic ini.
Kini tinggal kemauan dan kemampuanlah yang menghiasi kemerdekaan kita pada beban sampah di lingkungan kita.
Maukah dan mampukah kita menggerakkan dan memanagenya sehingga sampah ini tidak lagi menjadi beban hidup tapi berubah menjadi harapan hidup.
Program Bank Sampah dan Rumah Kompos saya kira hal yang tepat untuk mulai kita sosialisasikan dan praktekan secara mandiri, tidak saling berharap pada siapapun.
Ayoo Mulai Program WAKAF SAMPAH.....!
zr170820
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H