Oleh : Zainurrofieq
Harus kaya, harus  bagus ibadahnya dan tidak pernah membenci orang, itulah pelajaran terpenting yang dinarasikan Allah SWT pada surat terpendek dalam Al Quran yaitu surat Al Kautsar yang hanya terdiri dari 3 (tiga) ayat itu.
Pertama, KAYA
Tafsiran kalimat "Al Kautsar" saya lebih sependapat dengan Tafsir Al Manar, Dzilal Quran, Ibnu Katsir dan Tafsir al Munir yang lebih menekankan terjemahannya bukan hanya pada sebuah telaga yang akan diberikan Allah di surga kelak, tapi lebih rill diartikan dengan makna bahwa Allah telah memberikan Nikmat yang banyak (kaya), senada dengan kalimat "yursilissama a 'alaikum midroro" surat Nuh. Â
Artinya kita semua disuruh untuk langsung memiliki mental kaya, Â keyakinan bahwa kita ada dalam kemewahan dan kegemerlapan serta kenikmatan yang indah saat ini. Â
Tidak malah sebaliknya, terfikirkan kondisi serba kurang, tidak beruntung dan memiliki anggapan diri harus diberi oleh orang lain bahkan lebih bahaya lagi ketika memiliki anggapan tidak apa-apa  meminta-minta ( mental proposal/mental miskin).
Mental kaya ini yang harus diambil pelajaran kaum muslimin, merasa diri serba berkecukupan, artinya urusan dunianya sudah cukup, "sudah selesai", tinggal berfikir mendedikasikan semua yang dikerjakan di dunia itu untuk bekal kelak di akhirat (dunia untuk berjuang menanam dan akhirat untuk menuai).
Dan yang lebih luar biasanya lagi, ternyata dengan mental kaya ini justru akan menjadi jalur bypass alias jalur cepat untuk mengimplementasikan kaya yang sesungguhnya ( Ana inda dzonni abdi bii / Aku tergantung prasangka hamba-Ku, Hadits Qudsi).
Disamping kita ketahui bahwa rule atau hukum alamnya, alias system yang berjalan menurut narasi quran surat Ibrohim Ayat 7 adalah, jika pandai bersyukur, maka akan ditambahkan. Artinya semakin focus pada menikmati kondisi dan suasana ternikmat dan dinikmatkannya, maka akan semakin beralasan untuk terus tertambahkan kebaikannya, begitulah hukum alamnya.
Menjadi dan merasa diri dalam kondisi Kaya ini menjadi starting point (nuqtatulintilaq) untuk melanjutkan ke fase berikutnya yaitu fase beribadah. (Hal ini senada dengan narasi surat al maun yang memerintahkan ibadah kepada dzat yang telah memberi makanan dan keamanan / fal ya'budu robbahadzal bait alladzi athamahum min juu' wa amanahum min khouf).
Kedua, BERIBADAH
Kalimat "Fasolli' dalam ayat kedua surat Al Kautsar ini, saya lebih sependaat pada mufassir yang tidak menterjemahkan dengan kata sholatlah, tapi pada makna " berdoalah". Karena jika perintah  sholat, narasi alquran biasanya mendahulukan kalimat "Aqim" sebelum kata "Sholat".
Pentakhsisan kalimat fasolli dengan makna berdoalah memunculkan makna ibadah karna kita ketahui Doa itu adalah sumsumnya ibadah " Adduau mukhullibaadah".
Dan penafsiran kalimat "wanhar" yang diartikan menyembelihlah pun diarahkan pada inti makna ibadahnya (bukan riil kassat darah dan dagingnya).
Maka makna terkandung di ayat kedua tersebut adalah perintah untuk mempertebal sisi spiritualitasnya ( beribadahlah lebih baik lagi!).
Ketiga, TIDAK MEMBECI.
Makna terdalam dari kisah orang arab yang membenci Rasulullah dengan mengejek putusnya keturunan Rasululllah, dari kalimat  "innasyaniaka huwal abtar/ sesungguhnya orang yang membenci mu (Muhammad) adalah mereka yang terputus), ternyata juga memberikan pelajaran terpenting bahwa siapapun yang suka membenci, memiliki sifat gampang tersinggung dan benci pada sesama, sejarah dan namanya akan habis alias terputus tiddak abadi, umurnya tidak akan panjang.
Maka janganlah suka membenci siapapun!
Bjr, 31720
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H