Setiap zaman melahirkan tokoh hebat. Memperingati hari lahir tokoh hebat yang fenomenal akan lebih mengenal sosok pribadinya. Seperti sudah menjadi kaedah dalam filsafat sejarah, untuk mengenali tokoh-tokoh hebat yang pernah hadir dalam kurun waktu tertentu, dapat dikenang melalui hari ulang tahunnya.
Pada Tanggal 31 Desember adalah hari lahir tokoh hebat bernama asli Tastafvian Kiemas, suami dari Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri, yang telah meninggal dunia tanggal 8 Juni 2013 saat masih aktif menjabat sebagai Ketua MPR RI.Â
Orang tuanya bernama Tjik Agoes Kiemas dan Hamzatun Rusjda, membesarkannya dalam lingkungan keluarga pergerakan partai politik berbasis Islam, yaitu Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) di Sumatera Selatan. Tokoh hebat Tastafvian Kiemas ini lebih populer dengan nama Taufiq Kiemas atau TK - Â Allahuyarhamhu.
TK Almarhum, layak dicatat sebagai salah satu pelaku sejarah yang melakukan eksperimentasi langsung tentang pluralisme. Pada tahun 1970-an, tatkala almarhum Cak Nur giat mengampanyekan kajian pluralisme dan pola hubungan keindonesiaan dan keislaman.Â
TK telah mengambil tindakan nyata meleburkan dikotomi Islam versus nasionalisme di Indonesia. Islamisme --yang sejak pra-kemerdekaan selalu diperhadapkan dengan nasionalisme, bagi TK justru disatu-padukan.
Diawali dengan tanpa ragu bergabung di organisasi ekstra-universiter GMNI, bukannya HMI. Padahal garis perjuangan ayahandanya adalah Masyumi, boleh jadi didorong oleh semangat keislaman TK untuk memperluas jaringan di setiap medan dan mengaplikasikan pluralisme. Ada kisah menarik pasca peristiwa Gestapu 30 September 1965, TK muda menjabat ketua GMNI Palembang, banyak menyaksikan kelompok masyarakat ramai-ramai mengganyang PKI - termasuk GMNI Palembang yang membela Bung Karno habis-habisan.
Tanpa komando, para demonstran membakar koran Noesa Poetra edisi 9 Maret 1966, karena memberitakan Presiden Pertama RI itu terlibat Gestapu.Â
Aparat mengusut siapa dalang pembakaran koran itu, dan TK tampil heroik bertanggung jawab atas aksi demontrasi yang berisiko politik sangat berat karena isu anti-PKI telah beralih menjadi anti-Soekarno. Akibatnya TK ditangkap dan ditahan hingga setahun, dan saat dibebaskan dengan satu prasyarat harus meninggalkan Palembang.
TK menuju Jakarta, dan di Ibukota mendapati keadaan politik berubah. Soeharto dan militer angkatan darat berkuasa. TK lalu membina jaringan pro-Soekarno termasuk dengan kalangan militer yang Soekarnois, rezim orde baru mengendus gerakannya sehingga TK kembali dijebloskan kali kedua ke dalam bui.Â
Pengalaman di penjara membuatnya semakin matang dan bijak, TK menjadi lebih sering mengajarkan untuk selalu menghargai pendapat orang lain, mendengarkan aspirasi dari manapun terlepas apakah satu ideologi atau bukan, dari mereka yang sudah sepuh atau masih muda. Pesannya, seseorang dalam hal apapun hendaklah tidak bersikap apriori bahkan sekalipun terhadap musuh.