Reksadana syariah sangat dianjurkan bagi seorang pemula yang ingin berinvestasi karena dianggap cukup aman. Saham syariah memiliki kriteria perbandingan hutang yang berbasis bunga dengan modal tidak boleh lebih dari 82%. Ini berarti debt equity ratio (hutang berbandig modal) masih dibawah satu sehingga perusahaan bisa dikatergorikan sehat dan aman untuk investasi. Selain itu investasi pada reksadana syariah sudah terlepas dari saham-saham perbankan. Ketka saham perbankan bergejolak maka reksadana syariah tidak akan terkena dampak. Jika kita lihat return saham sektor perbankan cenderung lebih kecil dari sektor lainnya yang disebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, kenaikan tingkat suku bunga, inflasi yang masih tinggi dan terjadinya perlambatan ekonomi nasional. Jadi reksadana syariah sudah cukup tepat tidak mengikutkan saham-saham perbankan.
Tipe-tipe orang yang melakukan investasi juga berbeda-beda, ada yang suka investasi dengan risiko rendah dan ada juga yang suka investasi dengan risiko tinggi. Reksadana bisa menampung tipe-tipe investasi tersebut karena reksadana memiliki jenis investasi sebagai berikut:
1. Reksadana pasar uang (Money Market Fund/MMF). Reksadana yang dananya diinvestasikan dengan efek yang bersifat hutang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun (jangka pendek). Umumnya efek yang masuk dalam kategori ini adalah obligasi, SBL, deposito serta efek jangka pendek lainnya. Reksadana pasar uang ini memiliki tingkat risiko paling rendah dibanding jenis lainnya.
2. Reksadana pendapatan tetap (Fixed Income Fund/FIF). Reksadana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 % dari dana yang dikelola kedalam efek yang bersifat hutang seperto obligasi atau surat hutang lainnya dan 20 % sisanya boleh diinvestasikan pada efek selain hutang. Risiko pada jenis reksadana ini cenderung lebih besar dibanding reksadana pasar uang dengan tujuan menghasilkan return yang stabil.
3. Reksadana saham (Equity Fund/EF). Reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 % dari dana yang dikelola pada efek yang bersifat equitas (saham) dan 20 % lainnya boleh diinvestasikan diluar efek yang bersifat equitas. Reksadana jenis ini memiliki tingkat risiko paling tinggi dibanding jenis lainnya. Sesuai dengan teori potofolio yang menyatakan risiko berbanding positif dengan return. Artinya risiko yang tinggi akan dibarengi dengan pendapatan yang tinggi pula. Ini disebabkan efek equitas meberikan hasil berupa capital gain dan juga memberikan hasil lain berupa dividen.
4. Reksadana campuran (Balance Fund/BF). Jenis reksadana ini bisa melakukan investasi pada efek hutang ataupun equitas dengan proporsi yang lebih fleksibel. Artinya jenis reksadana ini bisa berpindah pindah tergantung situasi pasar.
Dari segi return memang reksadana syariah masih relatif lebih kecil dari reksadana konvensional menurut penelitian Karim Business Consulting. Namun jika kita ingat krisis tahun 2008-2009 dana kelolaan reksadana syariah tumbuh sebesar 5 % sementara reksadana konvensional berjuang keras untuk tumbuh. Ini menunjukkan bahwa reksadana syariah memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari reksadana konvensional ketiak terjadi ketidakpastian ekonomi. Pertumbuhan reksadana syariah juga bisa dikatakan cukup pesat, ditahun 2010 Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksaadana syariah sebesar 5,225 trilliun dan pada tahun 2016 hingga november sebesar 12,930 trilliun.
Semakin berkembangnya reksadana syariah menjadikan instrumen pasar modal syariah lebih variatif dan lebih menjanjikan bagi para investor yang ingin menginvestasikan modalnya di pasar modal syariah. Indonesia tentu memiliki potensi yang luar biasa sebagai negara muslim terbesar dunia harusnya bisa menjadikan indonesia sebagai pusat pengembangan industri keuangan syariah termasuk pasar modal syariah dunia. Bagaimanapun jika kita lihat pasar modal telah menjadi saraf financial dunia dalam ekonomi modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H