Mohon tunggu...
Zainul Arifin
Zainul Arifin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bonus Demografi dan Tatanan Ketenagakerjaan

11 Desember 2017   13:33 Diperbarui: 11 Desember 2017   13:39 2783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena transisi demografi diyakini erat kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja. Menurut hasil mutakhir, sensus 2010 di Indonesia menunjukkan tren positif di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) di tahun 2010 mencapai 66% dari jumlah total penduduk yang mencapai 157 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki bonus demografi yang bertolok ukur pada skema dasar tatanan ketenagakerjaan yang kini menjadi landasan sukses atau tidaknya suatu negara.

Tentu dalam memulai suatu tatanan ketenagakerjaan membutuhkan sistem pendidikan yang berkualitas untuk mencetak usia produktif menjadi tenaga kerja yang handal. Sistem pendidikan memiliki kemutlakan dalam berperan penting demi memaksimalkan bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Karena dengan adanya hal tersebut, visi dan misi sebuah negara menuju negara yang maju dapat terealisasikan dengan terciptanya generasi pekerja yang berkualitas. Kondisi tersebut lazim dikenal sebagai jendela kesempatan (window of opportunity).

Indonesia diperkirakan mencapai puncak "bonus demografi" pada tahun 2017 sampai 2019 pada gelombang pertama dan 2020 sampai 2030 pada gelombang bonus. Bonus demografi ini akan membawa dampak sosial-ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk semakin rendah. Tentu saja ini merupakan suatu berkah.

Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan. Akibatnya, terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun, berkah ini dapat berbalik menjadi musibah apabila negara minim melakukan investasi sumber daya manusia (human capital investment) melalui sistem pendidikan yang berkualitas. Sehingga masalah kependudukan sudah seharusnya mendapat perhatian lebih dibanding dengan masalah-masalah lain yang ada di Indonesia ini.   

Masalah yang paling nyata terkait pemanfaatan bonus demografi dan ketenagakerjaan adalah ketersedian lapangan pekerjaan dan persebaran, serta kualitas sumber daya manusia yang dimiliki untuk bersaing di dunia kerja maupun pasar internasional. Ketiga masalah tersebut sudah lama menjadi perhatian dan antisipasi pemerintah melalui berbagai program, terutama yang dilakukan oleh BKKBN.

Namun, hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal dan menyeluruh. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya karena pengetahuan dan pemahaman tentang kependudukan yang dimiliki oleh masyarakat termasuk kalangan pelajar dan mahasiswa belum maksimal. Oleh karena itu, dibutuhkan kinerja dan peran dari berbagai elemen masyarakat, terutama generasi muda.

Generasi muda memiliki tugas yang sangat penting karena di tangan generasi mudalah masa depan bangsa dipertaruhkan. Pemberian pengetahuan tentang masalah kependudukan dan keluarga berencana (KB) di dalam lembaga pendidikan dari tingkat pendidikan dasar dan menengah sampai ke perguruan tinggi diharapkan memberikan kontribusi aktif terhadap pembangunan karakter generasi muda untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Sehingga pada akhirnya generasi muda Indonesia akan mampu mengawal peradaban negeri ini dengan cinta dan bangga terhadap kekayaan negerinya.

Masalah Kependudukan Indonesia

Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan ke-111. Sementara di kawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei, dan Singapura.

Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya pekerja Indonesia di dunia kerja, baik di dalam maupun luar negeri. Di luar negeri pekerja Indonesia pada umumnya adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri saja, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.

Kemudian, diperparah dengan data kependudukan yang dillihat dari tingkat pendidikan sebagaimana dikemukakan Tahir Kasnawi (2013) juga masih rendah. Tingkat pendidikan penduduk Indonesia, SD + SLTP (46,4%), disusul SLTA (23,9%), tidak sekolah (16,1%), dan perguruan tinggi (13,6%). Data ini menunjukkan bahwa umumnya penduduk Indonesia berpendidikan SD dan SLTP, dan dengan tingkat pendidikan seperti ini sangat sulit memberikan kontribusi positif dalam pembangunan, malah sebaliknya justru akan menjadi beban dalam pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun